Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
353/B/PK/PJK/2012

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3. Yudi Asmara Jaka Lelana, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. Bayu Ajie Yudhatama, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
Kesemuanya berkantor di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-788/PJ./2010 Tanggal 25 Agustus 2010;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 

MELAWAN

 
PT. TIGA OMBAK, tempat kedudukan Jalan Sarawati Nomor 14, Cipete Utara, Jakarta Selatan;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
MAHKAMAH AGUNG TERSEBUT;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 23858/PP/M.I/13/2010, Tanggal 31 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Bahwa sehubungan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor: KEP-87/WPJ.04/2009 tanggal 2 Februari 2009 (Pemohon Banding terima pada tanggal 9 Februari 2009) yang berisi jawaban terhadap keberatan yang Pemohon Banding ajukan atas SKPKB Pajak Penghasilan 26 Tahun Pajak 2006 Nomor: 00028/204/06/062/08, tanggal 7 Juli 2008;
 
bahwa dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding alas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-87/WPJ.04/2009 tanggal 2 Februari 2009 tersebut dengan penjelasan sebagai berikut:
 
I. Penerbitan SKPKB
   
 
Bahwa SKPKB Pajak Penghasilan 26 Tahun Pajak 2006 Nomor: 00028/204/06/062/08, tanggal 7 Juli 2008, diterbitkan oleh Terbanding dengan melakukan koreksi atas SPT Pajak Penghasilan 26 yang Pemohon Banding sampaikan, sehingga menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar berubah menjadi sebesar Rp342.142.559,00, dengan perincian sebagai berikut:
 
   
 
Bahwa dari perhitungan di atas diketahui telah terjadi perbedaan pokok Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang;
 
Bahwa Pemohon Banding tidak mengetahui dasar koreksi yang dilakukan oleh Terbanding tersebut, karena koreksi atas Pajak Penghasilan Pasal 26 tidak terdapat baik dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor: Pem-082/WPJ.04/KP.1100/3.1/2008 tanggal 19 Juni 2008 maupun dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan tanggal 2 Juli 2008;
 
Bahwa dengan Surat Nomor: PTOFS-08090-Tax tanggal 29 Juli 2008 Pemohon Banding telah meminta penjelasan atas dilakukannya koreksi tersebut, namun sampai dengan tanggal Surat Keberatan Pemohon Banding ajukan, Terbanding belum memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000;
   
II. Proses Keberatan;
   
 
Bahwa setelah Pemohon Banding teliti ternyata berdasarkan penjelasan secara lisan dari Terbanding, koreksi tersebut dilakukan karena Pemohon Banding belum dapat memberikan Certificate of Residence yang terbaru dari Principal atas nama Sunshine Offshore (Thailand) dan Deep South Chemicals (USA), sehingga tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 atas kedua Principal tersebut dikoreksi menjadi 20%;

Bahwa dengan surat Nomor: PTOFS-08090-Tax tanggal 29 Juli 2008 Pemohon Banding mengajukan keberatan baik terhadap formal (prosedur) penerbitan SKPKB Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2006 maupun atas koreksi Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang;

Bahwa dengan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-087/WPJ.04/2009 tanggal 2 Februari 2009 keberatan tersebut telah dijawab dan dalam Keputusan dimaksud telah diputuskan bahwa keberatan Pemohon Banding ditolak, dengan rincian sebagai berikut:
 
   
  Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa bukti-bukti dan penjelasan yang Pemohon Banding berikan tidak bisa diterima oleh Terbanding, oleh sebab itu Pemohon Banding mengajukan banding;
   
III. Permohonan Banding;
   
 
Bahwa Pemohon Banding tidak dapat menerima atas koreksi dan penerapan tarif yang dilakukan Terbanding. Disamping penjelasan yang telah Pemohon Banding sampaikan dalam Surat Keberatan, Pemohon Banding sampaikan penjelasan sebagai berikut:
     
  1. Pemenuhan Ketentuan Penerbitan SKPKB;
     
    Bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding sampaikan dalam Surat Keberatan bahwa dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor: Pem-082/WPJ.04/KP.1100/3.1/2008 tanggal 19 Juni 2008, Pemeriksa tidak menyampaikan/mencantumkan koreksi atas tarif Pajak Penghasilan Pasal 16, begitu juga pada Berita Acara Hasil Pemeriksaan;

Bahwa sepengetahuan Pemohon Banding dalam Pasal 6 huruf g Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000 disebutkan bahwa terhadap temuan sebagai hasil pemeriksaan lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan";

Bahwa Pasal 6 huruf h menyebutkan bahwa "berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak diterbitkan Surat Ketetapan dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyelidikan ";

Bahwa Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-772/PJ./2001 juga menyebutkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan pemeriksaan diantaranya:
    a.
Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa "hasil pemeriksaan lapangan harus dituangkan dalam konsep Laporan Pemeriksaan Pajak yang telah disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak";
    b. Pasal 14 ayat (1) menyebutkan bahwa "tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan harus dibahas oleh Tim Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam rangka melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan";
    c. Pasal 16 ayat (1) menyebutkan bahwa "hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya dan harus ditandatangani Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak";
     
   
Bahwa dari peraturan-peraturan di atas telah jelas bahwa untuk menerbitkan suatu Surat Ketetapan Pajak, Terbanding harus melalui mekanisme yang telah diatur oleh undang-undang dan peraturan terkait mengenai tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak;
 
Bahwa Pemohon Banding melihat dalam menerbitkan SKPKB Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2006 Nomor: 00028/204/06/062/08, tanggal 7 Juli 2008, Terbanding tidak mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang mengatur petunjuk pelaksanaan pemeriksaan pajak yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:KEP-772/PJ./2001 tanggal 26 November 2001 yang merupakan dasar hukum pelaksanaan pemeriksaan pajak;
 
Bahwa oleh karena itu penerbitan SKPKB Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2006 Nomor: 00028/204/06/062/08, tanggal 7 Juli 2008 melanggar aturan tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak atau dengan kata lain melanggar hukum dan SKPKB tersebut tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan penerbitan SKPKB;
     
  2. Tanggapan Terhadap Materi Koreksi
     
    Bahwa sebagaimana dijelaskan secara lisan oleh Terbanding bahwa koreksi dilakukan karena Pemohon Banding belum dapat memberikan Certificate of Residence yang terbaru dari Principal Pemohon Banding atas nama Sunshine Offshore (Thailand) dan Deep South Chemicals (USA), sehingga tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 atas kedua Principal tersebut oleh Pemeriksa dikoreksi menjadi 20%;

Bahwa sesuai keadaan sebenarnya Pemohon Banding telah memberikan Certificate of Residence dari kedua Principal atas nama Sunshine Offshore (Thailand) dan Deep South Chemicals (USA), bukan berarti Pemohon Banding tidak memberikan CoR kedua Principal tersebut, hanya saja Terbanding meminta Pemohon Banding memberikan CoR terbaru dari kedua Principal tersebut;

Bahwa untuk memberikan CoR yang terbaru dari kedua Principal tersebut Pemohon Banding mengalami kendala, dikarenakan kedua Principal tersebut menyampaikan secara tertulis kepada Pemohon Banding melalui email bahwa CoR kedua Principal tersebut hanya sekali diterbitkan sampai dengan kedua Principal tersebut tidak lagi beroperasi;

Bahwa hal ini telah Pemohon Banding sampaikan kepada Terbanding pada saat proses pemeriksaan maupun pada saat proses keberatan, namun Terbanding tetap tidak menerima penjelasan Pemohon Banding dan berpendapat bahwa selama Pemohon Banding tidak dapat memberikan CoR terbaru dari kedua Principal tersebut maka kedua Principal tersebut dianggap tidak berada di negara sebagaimana yang telah Pemohon Banding laporkan;

Bahwa setelah melakukan pembicaraan yang cukup intens barulah Principal dimaksud dapat diyakinkan bahwa sesuai ketentuan dalam perpajakan internasional yang bersangkutan dapat meminta CoR untuk setiap tahun, berbeda dengan kebiasaan yang berlaku di negara dimaksud selama ini;

Bahwa dalam kesempatan ini Pemohon Banding juga ingin menyampaikan kepada Pengadilan Pajak bahwa dalam surat Nomor: PTOFS-09005-Tax tanggal 22 Januari 2009 Pemohon Banding telah mengajukan permohonan penundaan pembahasan hasil penelitian keberatan guna menunggu CoR dikirim oleh Principal Pemohon Banding yang berada di luar negeri tetapi permohonan Pemohon Banding ditolak oleh Terbanding;

Bahwa sebenarnya CoR tersebut telah Pemohon Banding terima sebelum Terbanding menerbitkan Surat Keputusannya;
     
IV. Perhitungan Pajak
   
 
Bahwa setelah dilakukan perhitungan ulang menurut Pemohon Banding besarnya Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang adalah Nihil, dengan rincian sebagai berikut:
 
   
 
Bahwa perlu Pemohon Banding tambahkan, bahwa jumlah pajak terutang sebesar Rp1.362.652.763,00 sebagaimana tercantum dalam KEP-87/WPJ.04/2009 telah Pemohon Banding bayarkan melalui setoran masa Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp1.111.077.352,00 sehingga telah melebihi dari 50% pajak terutang;
 
Bahwa sebenarnya CoR tersebut telah Pemohon Banding terima sebelum Terbanding menerbitkan Surat Keputusannya;
   
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 23858/PP/M.I/13/2010, Tanggal 31 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-87/WPJ.04/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 Nornor: 00028/204/06/062/08 tanggal 7 Juli 2008, atas nama: PT Tiga Ombak, NPWP: 02.185.053.2-062.000, alamat: Saraswati Nomor 14 Cipete Utara, Jakarta Selatan-12150, sehingga Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2006 dihitung kembali sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 23858/PP/M.I/13/2010, Tanggal 31 Mei 2010, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 16 Juni 2010, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-788/PJ./2010 tanggal 25 Agustus 2010 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 3 September 2010, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 3 September 2010;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada Tanggal 24 September 2010, akan tetapi oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban sebagaimana dimaksud dengan perundang-undangan yang berlaku;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
Sengketa atas Koreksi penerapan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2006 atas penghasilan berupa Royalti sebesar Rp7.448.212.867,00;
 
1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 34 alinea ke-6 s.d. alinea ke-8:
"Bahwa Majelis berpendapat Surat Keterangan Domisili hanya merupakan salah satu bukti yang dapat meyakinkan bahwa pihak penerima penghasilan benar-benar berdomisili di Negara yang terkait dengan P3B dengan Indonesia;"

"Bahwa dari dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Majelis dapat meyakini bahwa penerima penghasilan yang dalam hal ini adalah Deep South Chemical memang berkedudukan di Amerika Serikat, sedangkan Sunshine Offshore benar berkedudukan di Thailand;"

"Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa terdapat cukup alasan yang meyakinkan bagi Majelis untuk mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding terhadap penerapan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2006 atas penghasilan berupa Royalti sebesar Rp7.448.212.867,00 yang dibayarkan Pemohon Banding kepada Deep South Chemicals (USA) dan Shunsine Offshore (Thailand) yang menurut Terbanding sebesar 20%, sehingga koreksi tersebut tidak dapat dipertahankan;"
   
2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23858/PP/M.I/13/2010 tanggal 31 Mei 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
   
3.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan ayat (11) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, disebutkan sebagai berikut:

Pasal 28 Ayat (1):
"Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;"

Pasal 28 Ayat (3):
"Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;"

Pasal 28 Ayat (11):
"Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan."

Penjelasan Pasal 28 ayat (11):
"Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak."

Pasal 29 ayat (3):
"Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
  a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;"
   
4. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 4 ayat (1):
"Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
  a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini ...dst."
     
  Pasal 26:
  "(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
    a.
Dividen;
    b. Bunga, termasuk premi, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    e. Hadiah dan penghargaan;
    f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
  (2) Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
  (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  (5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:
    a. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c;
    b. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap."
   
 
Pasal 32 A:
"Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak."
   
5. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam butir 2 dan butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), disebutkan sebagai berikut:

Butir 2:
"Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikan kemudahan bagi semua pihak, penerapan Pajak Penghasilan Pasal 26 sesuai dengan P38 dilaksanakan sebagai berikut:
  a. Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar.
  b. Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan Pajak Penghasilan Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut."
     
 
Butir 3:
"Surat Keterangan Domisili
  a. Surat Keterangan Domisili diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner. Namun demikian, Surat Keterangan Domisili yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pajak tempat Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan Surat Keterangan Domisili yang dibuat Competent Authority.
  b. Bentuk Surat Keterangan Domisili adalah sesuai dengan kelaziman di negara tempat Wajib Pajak luar negeri berkedudukan, namun sekurang-kurangnya harus menyatakan bahwa Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan benar berkedudukan di negara tersebut sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku, disertai dengan tanggal dan tanda-tangan pejabat yang menerbitkan Surat Keterangan Domisili tersebut.
  c. Surat Keterangan Domisili berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak Bank. Bagi Wajib Pajak Bank, Surat Keterangan Domisili tersebut berlaku selama Bank tersebut tetap mempunyai alamat yang sama dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Domisili."
   
6.
Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
 
Pasal 69 ayat (1)
"Alat bukti dapat berupa:
  a. Surat atau tulisan;
  b. Keterangan ahli;
  c. Keterangan para saksi;
  d. Pengakuan para pihak; dan/atau
  e. Pengetahuan Hakim"
     
 
Pasal 70 huruf d:
"Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau Gugatan."
 
Pasal 76
"Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)."
 
Pasal 78
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
   
7. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:PUT.23858/PP/M.I/13/2010 tanggal 31 Mei 2010 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
     
  1. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang atas pembayaran royalti ke Sunshine Offshore (Thailand) dan Deep South Chemicals (USA) adalah sebesar 20% karena Surat Keterangan Domisili (SKD) kedua perusahaan penerima pembayaran royalti tersebut sudah tidak berlaku lagi.
     
  2. Surat Keterangan Domisili (SKD) sebagaimana dimaksud dalam SE-03/PJ.101/1996 tentang tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), digunakan untuk dapat menerapkan P3B antara Negara Indonesia dengan Negara mitra P3B. Bentuk Surat Keterangan Domisili adalah sesuai dengan kelaziman di negara tempat Wajib Pajak luar negeri berkedudukan namun sekurang-kurangnya harus menyatakan bahwa Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan benar berkedudukan di negara tersebut sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku, disertai dengan tanggal dan tanda-tangan pejabat yang menerbitkan Surat Keterangan Domisili tersebut.
     
  3.
Bahwa Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan Pajak Penghasilan Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam article 13 P3B Indonesia - Amerika Serikat diketahui atas pembayaran royalty kepada perusahaan penerima pembayaran yang berkedudukan di Amerika Serikat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dan berdasarkan ketentuan dalam article 12 P3B Indonesia - Thailand diketahui atas pembayaran royalty kepada perusahaan penerima pembayaran yang berkedudukan di Thailand dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif sebesar 15% (lima belas persen),
 
Bahwa untuk menerapkan ketentuan P3B tersebut, perusahaan penerima pembayaran royalti, yakni Deep South Chemicals (USA) dan Sunshine Offshore (Thailand) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di negara yang bersangkutan (USA dan Thailand) kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan tempat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdaftar. Bahwa dalam hal Deep South Cemicals dan Sunshine Offshore tidak dapat menyerahkan asli SKD yang masih berlaku, pembayaran royalti yang diterimanya dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) sesuai Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
     
  4. Bahwa Surat Keterangan Domisili (SKD) merupakan salah satu dokumen yang diperlukan untuk menetapkan besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri oleh pembayar yang berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu, SKD wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
     
  5. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23858/PP/M.I/13/2010 tanggal 31 Mei 2010 yang menyatakan bahwa "Surat Keterangan Domisili hanya merupakan salah satu bukti yang dapat meyakinkan bahwa pihak penerima penghasilan benar-benar berdomisili di Negara yang terkait dengan P38 dengan Indonesia" adalah tidak tepat/keliru dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus memenuhi syarat administrasi pengenaan tarif yang diatur dalam P3B Indonesia dengan Amerika Serikat maupun P3B Indonesia dengan Thailand berupa Surat Keterangan Domisili (SKD) yang dapat digunakan untuk transaksi-transaksi dalam tahun pajak tersebut.

Bahwa dalam proses banding, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) terbaru dari Deep South Chemicals (USA) dan Sunshine Offshore (Thailand) yang berlaku untuk tahun pajak 2006.
     
  6. Bahwa berdasarkan penelitian diketahui Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Incorporation of Partnership/company atas nama Sunshine Offshore (Thailand) diterbitkan pada tanggal 19 Desember 2003 oleh Departement of Business Development, yang ditandatangani oleh Ministry of Foreign Affairs of Thailand. Bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-20/PJ.34/1992 tanggal 16 November 1992 diketahui bahwa Competent Authority dari Negara treaty partner: Thailand adalah Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah. Dengan demikian terbukti bahwa Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan oleh Ministry of Foreign Affairs of Thailand tidak dapat diakui sebagai bukti yang sah.
     
  7. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Koreksi penerapan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2006 atas penghasilan berupa Royalti sebesar Rp7.448.212.867,00 yang dibayarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Deep South Chemicals (USA) dan Shunsine Offshore (Thailand) yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar 20% telah tepat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
     
  8. Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23858/PP/M.I/13/2010 tanggal 31 Mei 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, bukti yang valid serta aturan perpajakan yang berlaku khususnya mengenai Koreksi penerapan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2006 atas penghasilan berupa Royalti sebesar Rp7.448.212.867,00 yang dibayarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Deep South Chemicals (USA) dan Shunsine Offshore (Thailand) yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar 20%, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23858/PP/M.I/13/2010 tanggal 31 Mei 2010 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan demi hukum;
   

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa Judex Facti putusan Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar, alasan peninjauan kembali kembali tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan:
Bahwa Pemohon Banding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) memiliki keterkaitan atau hubungan hukum (Innerlijke Samenhang) atas Indonesia dengan Negara-Negara Partner baik dengan USA dan Thailand;
Bahwa lagipula Certificate Of Domisili (COD) diterbitkan secara sendiri-sendiri baik dari USA maupun Thailand keduanya terikat dengan Tax Treaty dengan Negara Partner. Penghitungan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 91 huruf (e) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak);
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang dikalahkan, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 27 Juni 2013, oleh Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.,Ketua Muda Pembinaan yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Marina Sidabutar, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Jarno Budiyono, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.

ttd.
Marina Sidabutar, S.H., M.H.
Ketua Majelis:
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Jarno Budiyono, S.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

353/B/PK/PJK/2012