Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
337/B/PK/PJK/2017

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No.40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. Kusumo Pratiwiningrum, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1409/PJ./2014, tanggal 28 Mei 2014;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 

MELAWAN

 
PT WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA TBK, tempat kedudukan di Mega Glodok Kemayoran Office Tower B LT. 2, Jl. Angkasa, Kav. B-6, Jakarta 10610, diwakili oleh Djaja Suryanto Sutandar sebagai Presiden Direktur dan Zacharia Susanta Diredja sebagai Direktur;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
Mahkamah Agung tersebut;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Termohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50580/PP/M.IIIB/16/2014 Tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 dengan penjelasan sebagai berikut:
 
DASAR HUKUM
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2008 Nomor: 00011/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012;
 
LATAR BELAKANG
Bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor: 00011/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.805.095.505,00;
 
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dengan surat Pemohon Banding Nomor: 477/DIR-WOM/2012 tertanggal 04 April 2012 yang diterima oleh Terbanding pada tanggal 05 April 2012;
 
Bahwa atas keberatan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding telah mengeluarkan keputusan Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tertanggal 27 Desember 2012. Akan tetapi suratnya baru diterima oleh Pemohon Banding tanggal 31 Desember 2012, yaitu tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dengan isi keputusan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding;
 
MATERI POKOK BANDING
Bahwa materi pokok pengajuan banding Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
Bahwa perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar menurut Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 dan menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2008 Nomor: 00011/207/08/091/12 tertanggal 2 Januari 2012 serta dibandingkan dengan perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
 
Bahwa berdasarkan KEP-1629/WPJ.19/2012 di atas, jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar sebesar Rp1.805.095.505,00 seperti yang tertuang didalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor: 00011/207/08/091/12 sebagai berikut:
 
 
Bahwa angka koreksi tersebut berasal dari rincian sebagai berikut:
 
 
Bahwa berdasarkan angka koreksi tersebut di atas perkenankan Pemohon Banding mengajukan permohonan banding sebagai berikut:
   
1) Discount Asuransi
     
  a. Alasan Terbanding
    Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan imbalan berupa spread/diskon asuransi yang dilakukan Pemohon Banding, dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan yang bergerak dalam bidang sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, dan anjak piutang. Dengan demikian memenuhi ketentuan sebagai penyerahan jasa terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c UU PPN;
     
  b. Tanggapan Pemohon Banding
    Bahwa Pemohon Banding adalah sebagai pihak tertanggung yang namanya tercantum dalam polis asuransi yang menggunakan jasa asuransi untuk melindungi kendaraan bermotor yang dibiayainya dan oleh karena penutupan fasilitas asuransi kerugian berfungsi sebagai jaminan pengembalian pembiayaan untuk melindungi asset (piutang pembiayaan) Pemohon Banding;

Bahwa sesuai dengan perjanjian antara pemohon banding dengan Perusahaan Asuransi yaitu PT Asuransi Jaya Proteksi (AJP) dan PT Asuransi Sinar Mas (ASM), bahwa pihak yang tertanggung dalam penutupan asuransi tersebut adalah Pemohon Banding dan objek pertanggungan adalah kendaraan roda dua yang dibiayai oleh tertanggung;

Bahwa pemberian discount/potongan harga atas premi yang dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada perusahaan asuransi bukan merupakan imbalan balas jasa atas penutupan asuransi yang Pemohon Banding lakukan melainkan karena jumlah penutupan asuransi tersebut sangat besar, hal ini sangatlah wajar di dunia bisnis, apabila terjadi transaksi bisnis dengan jumlah yang besar maka akan diberikan potongan harga yang besar juga;

Bahwa atas penutupan asuransi tersebut Pemohon Banding juga tidak memberikan pelayanan atau kemudahan kepada perusahaan asuransi, justru dalam hal ini Pemohon Banding sangat berkepentingan terhadap penutupan asuransi, Pemohon Banding harus mengasuransikan kendaraan yang pemohon banding biayai tersebut hingga berakhirnya masa pembiayaan, sehingga apabila terjadi resiko kehilangan kendaraan maka pemohon banding tidak terlalu dirugikan, karena resiko tersebut telah di-cover oleh perusahaan asuransi;

Bahwa selain hal tersebut, pihak bank sebagai pihak yang mendanai pinjaman tersebut mewajibkan atas motor yang dibiayai oleh Pemohon Banding untuk diasuransikan;

Bahwa menurut Pemohon Banding atas discount asuransi tersebut bukanlah merupakan penyerahan jasa kena pajak seperti yang diatur dalam Pasal 4 huruf c UU PPN (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000), oleh karenanya atas discount asuransi tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
     
2) Pemberian barang promosi
     
  a. Alasan Terbanding
    Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya yang diberikan kepada nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Pemohon Banding maupun yang diberikan dalam kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
     
  b. Tanggapan Pemohon Banding
    Bahwa pemberian cuma-cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d dan penjelasannya adalah pemberian tanpa pembayaran yang merupakan hasil barang produksi sendiri dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang produsen contoh: produsen sepatu, memberikan sepatu tanpa bayaran kepada relasi atau pembeli untuk keperluan promosi, atau pemberian tanpa pembayaran yang bukan produksi sendiri dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan contoh: perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan sepatu (menjual sepatu dan produsen), memberikan sepatu tersebut tanpa bayaran kepada relasi atau pembeli untuk keperluan promosi;

Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan bergerak di bidang pembiayaan, bukan produsen ataupun bergerak dibidang perdagangan, sehingga atas pemberian barang promosi ke konsumen bukan dikategorikan sebagai pemberian cuma-cuma seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d dan penjelasannya;

Bahwa menurut Pemohon Banding pemberian barang promosi tersebut bukan merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai;
   
KESIMPULAN
Bahwa sesuai dengan penjelasan dan alasan yang Pemohon Banding uraikan di atas, maka penghitungan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak November 2008 atas nama Pemohon Banding menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
   
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dengan ini Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan dan membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh Terbanding. Untuk itu bersama surat ini Pemohon Banding lampirkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tertanggal 27 Desember 2012 dan salinan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor: 00011/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012;
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50580/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2008 Nomor: 00011/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk, NPWP: 01.311.910.2-091.000, beralamat di: Mega Glodok Kemayoran Office Tower B LT. 2, Jl. Angkasa, Kav. B-6, Jakarta 10610, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2008 menjadi sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50580/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 20 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 14 Maret 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1409/PJ./2014, tanggal 28 Mei 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 9 Juni 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 9 Juni 2014;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 11 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 24 Maret 2016;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
I.
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
  Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Pebruari 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:

“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
  e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
     
II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, atas nama PT. Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk. (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal 10 Maret 2014 dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 18 Maret 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201403180506.
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh UU Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
     
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
  Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
  1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas diskon asuransi sebesar Rp12.119.477.972,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  2. Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp77.113.276,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
     
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
  1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum pengajukan Peninjauan Kembali dalam perkara banding ini, adalah sebagai berikut:
    A.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU Pengadilan Pajak), yang antara lain menyebutkan:
 
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
      a. surat atau tulisan;
      b. keterangan ahli;
      c. keterangan para saksi;
      d. pengakuan para pihak; dan/atau
      e. pengetahuan Hakim
       
     
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
 
Memori penjelasan Pasal 76:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
 
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.
 
Memori penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Pasal 84 ayat (1):
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
       
    B. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), yang antara lain mengatur sebagai berikut:
 
Pasal 1 angka 1:
“Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan”.
 
Pasal 1 angka 2:
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
 
Pasal 1 angka 3:
Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
 
Pasal 1 angka 5:
“Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan”.
 
Pasal 1 angka 6:
“Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini”.
 
Pasal 1 angka 7:
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6;
 
Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak.
 
Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian Cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
 
Pasal 3A ayat (1):
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
 
Pasal 4 huruf a:
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
 
Memori Penjelasan Pasal 4 huruf a:
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
      a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,
      b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,
      c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
      d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
       
     
Pasal 4 huruf c:
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha”.
 
Memori penjelasan Pasal 4 huruf c:
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
      a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
      b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
      c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
       
     
Pasal 4A ayat (1):
“Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
 
Pasal 4A ayat (2):
Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
      a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
      b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
      c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
      d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
       
     
Pasal 4A ayat (3):
Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
      a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
      b. jasa di bidang pelayanan sosial;
      c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
      d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      e. jasa di bidang keagamaan;
      f. jasa di bidang pendidikan;
      g. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
      h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
      i. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
      j. jasa di bidang tenaga kerja;
      k. jasa di bidang perhotelan;
      l. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
       
    C.
Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, yang antara lain mengatur sebagai berikut:
 
Pasal 1:
Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
      a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya;
      b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
      c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; dan
      d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
         
     
Pasal 5:
Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
      a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
      b. jasa di bidang pelayanan sosial;
      c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
      d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      e. jasa di bidang keagamaan;
      f. jasa di bidang pendidikan;
      g. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
      h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
      i. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
      j. jasa di bidang tenaga kerja;
      k. jasa di bidang perhotelan;
      l. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
         
     
Pasal 8 huruf b:
Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi;
       
    D.
Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, yang antara lain mengatur sebagai berikut:
 
Pasal 13 ayat (4):
“Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai terjadinya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya”.
       
    E. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ/2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur: Pasal 1 angka 3: Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan: Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
       
  2. Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas diskon asuransi sebesar Rp12.119.477.972,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
    A.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang pada putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
Halaman 27 alinea ke-11 dan ke-12:
“bahwa substansi sengketa a quo adalah sengketa yuridis tentang pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Pemohon Banding;
bahwa penghasilan atas diskon yang diberikan oleh pihak asuransi kepada Pemohon Banding adalah tidak dalam ruang Iingkup kegiatan usahanya.
 
Halaman 28 alinea ke-1 dan ke-5:
bahwa penutupan asuransi dilakukan oleh Pemohon Banding, dan untuk kepentingan Pemohon Banding, dalam rangka melindungi gagal bayar oleh konsumen. Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa penghasilan atas diskon a quo bukan dalam rangka kegiatan jasa yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
 
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa diskon asuransi sebesar Rp12.119.477.972,00 tidak dapat dipertahankan;
    B. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi DPP PPN sebesar Rp12.119.477.972,00 yakni pendapatan lain-lain berupa “Diskon Asuransi” yang diberikan perusahaan asuransi sehubungan dengan penutupan asuransi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) (telah dilaporkan sebagai peredaran usaha di SPT PPh Badan tahun 2008), namun belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
    C. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan kegiatan jasa dan berdasarkan Pasal 1 angka 5, 6, 7 serta Pasal 4 huruf c UU PPN atas Jasa dimaksud merupakan Objek dan terutang PPN.
    D. Bahwa faktanya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengadakan kontrak kerja sama dengan PT. Asuransi Jaya Proteksi dan PT. Asuransi Sinar Mas untuk menjual asuransi kerugian khusus kendaraan bermotor.
    E.
Bahwa isi Perjanjian Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. Asuransi Jaya Proteksi tanggal 1 Juni 2005 antara lain menyatakan:

PIHAK PERTAMA
PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk, dalam hal ini diwakili oleh Bellynawaty dan Irwan Suryadi, masing-masing bertindak selaku dan dalam jabatannya sebagai Direktur dan Direktur dari dan karenanya bertindak untuk dan atas nama PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk;

PIHAK KEDUA
PT Asuransi Jaya Proteksi dalam hal ini diwakili oleh Sujaya Dinata Pangestu dan Sandi Wijaya, masing-masing bertindak selaku dan dalam jabatannya sebagai Presiden Direktur dan Direktur dari dan karenanya bertindak untuk dan atas nama PT Asuransi Jaya Proteksi;

Para pihak terlebih dahulu menerangkan sebagai berikut, antara lain:

PIHAK KEDUA adalah perseroan terbatas yang bergerak di bidang jasa asuransi kerugian yang berminat menggunakan jasa PIHAK PERTAMA untuk menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah PIHAK PERTAMA;

Pasal I Maksud dan Tujuan
I.1.
Maksud dan Tujuan kerjasama ini adalah memberikan kemudahan bagi calon konsumen PIHAK PERTAMA memperoleh jaminan Asuransi Kendaraan Bermotor dari PIHAK KEDUA melalui kantor-kantor cabang PIHAK PERTAMA;
       
     
Pasal II Batasan Pertanggungan
II.1.
Tertanggung adalah konsumen dari PIHAK PERTAMA yang kepemilikan kendaraan bermotornya dibiayai oleh PIHAK PERTAMA.
       
    F. Bahwa dari isi perjanjian tersebut di atas dapat diketahui dengan pasti bahwa:
      a. pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      b. pihak yang mengasuransikan (Tertanggung) adalah konsumen dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
    G. Bahwa sebagai perusahaan pembiayaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak akan melakukan pembelian suatu barang melainkan karena permintaan pihak ketiga (kedudukan Termohon Peninjauan Kembali /semula Pemohon Banding) sebagai perantara).
    H. Bahwa pada prakteknya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan pemungutan terlebih dahulu premi asuransi dari nasabah/customer. Selanjutnya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menunggu tagihan premi dari perusahaan asuransi, dimana pada tagihan tersebut dicantumkan besarnya diskon yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jumlah yang harus dibayar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) lebih kecil dibandingkan dengan dipungut dari nasabah. Atas diskon tersebut tidak dikembalikan kepada nasabah, tetapi diakui sebagai penghasilan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
    I. Bahwa dengan demikian “diskon asuransi” yang diberikan oleh Perusahaan asuransi sewajarnya diberikan kepada Tertanggung/nasabah akan tetapi pada kenyataannya yang menerima diskon asuransi tersebut adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Sehingga atas kasus sengketa ini dapat dikatakan bahwa atas “diskon asuransi” tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa kepada perusahaan asuransi untuk menunjuk nasabahnya agar melakukan penutupan asuransi kepada perusahaan asuransi rekanan yang ditunjuk oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dan sebagai imbalan atas penyerahan jasa tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mendapatkan “diskon asuransi” dari perusahaan asuransi rekanan sehingga atas penyerahan jasa tersebut sudah seharusnya dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf c dan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN yang telah jelas mengatur pengenaan PPN atas penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean dan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, dimana jasa perantara asuransi tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN.
    J. Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 4 dan Pasal 1 angka 14 UU PPN 1984 yang secara eksplisit menggunakan kalimat “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tidak menguraikan lebih jauh tentang pengertian kriteria ini, maka dilakukan penafsiran historis dengan cara menelusuri asal kriteria ini.
    K. Bahwa dalam Pasal 1 huruf k UU PPN 1984 baik sebelum perubahan 1 Januari 2001 maupun sebelum perubahan 1 Januari 1995, menggunakan kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan”.

Pasal 4 setelah perubahan 1 Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2000 tidak menggunakan kriteria ini dalam batang tubuhnya melainkan disebut dalam memori penjelasan yang menegaskan tentang syarat yang harus dipenuhi agar suatu penyerahan barang atau jasa dapat dikenakan pajak (PPN) antara lain kegiatan itu dilakukan dalam “lingkungan perusahaan atau pekerjaan” pengusaha yang bersangkutan. Tetapi tidak diuraikan lebih lanjut pengertian kriteria ini.
    L. Bahwa apabila penelusuran dilanjutkan pada Pasal 4 sebelum perubahan 1 Januari 1995, kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan” tersurat dalam batang tubuhnya, yang kemudian pengertiannya dicantumkan dalam memori penjelasannya.
    M. Bahwa karena kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan” oleh UU Nomor 18 Tahun 2000 diubah menjadi “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tanpa memberikan argumentasi yang lugas, maka makna yang tercantum dalam memori penjelasan Pasal 4 UU PPN 1984 sebelum perubahan 1 Januari 1995 dapat digunakan.
    N. Bahwa dalam memori penjelasan ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah dalam rangka kegiatannya sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    O. Bahwa dari penafsiran secara historis tersebut dapat dipahami bahwa kriteria “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” mengandung pengertian “kegiatan sehari-hari Pengusaha Kena Pajak. (Untung Sukardji, 2009, Pajak Pertambahan Nilai, Cetakan kesembilan, penerbit Rajawali Pers, Jakarta, hal 125-126).
    P. Bahwa jasa yang menjadi pokok sengketa adalah kegiatan yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak perusahaan asuransi dalam rangka mendapatkan klien asuransi dengan gambaran sebagai berikut:
      (i)
bahwa produk asuransi (proteksi) kerugian kendaraan bermotor yang dijual dipaketkan ke dalam produk pembiayaan.
      (ii) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mensyaratkan bagi setiap calon pembeli sepeda motor yang menggunakan jasa pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diharuskan memenuhi syarat-syarat antara lain membayar premi asuransi sepeda motor selama masa pembiayaan.

Bahwa besarnya premi asuransi yang dibayarkan oleh nasabah/customer ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tanpa menunggu tagihan dari perusahaan asuransi;
      (iii) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selanjutnya mengajukan SPPA (Surat Permintaan Penutupan Asuransi) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan sesuai Perjanjian Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor;
      (iv) Perusahaan Asuransi Rekanan, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya SPPA, akan menerbitkan/menyerahkan nota tagihan/nota debit kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berisi jumlah premi yang seharusnya dibayar dan jumlah diskon yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      (v) Bahwa atas Selisih premi yang diterima dari nasabah/customer dengan premi yang dibayarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan, diakui sebagai penghasilan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan tidak dikembalikan kepada nasabah/customer;
    Q. Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan imbalan berupa spread/potongan asuransi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan konsumen. Dengan demikian, memenuhi ketentuan sebagai penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c UU PPN;
    R. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa diskon asuransi sebesar Rp12.119.477.972,00 bertentangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga putusan Majelis tersebut melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak.
    S. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 tersebut harus dibatalkan.
       
  3. Tentang Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp77.113.276,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
    A. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang pada halaman 30 dan 31 putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Bahwa hadiah atau pemberian Cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;

Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir;

Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah a quo;

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa pemberian hadiah/barang promosi sebesar Rp77.113.276,00 tidak dapat dipertahankan;
    B. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp77.113.276,00 atas penyerahan barang kena pajak berupa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya.
    C. Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya kepada nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN.
    D. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pemberian Cuma-Cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah merupakan hasil produksi sendiri (pabrikan) atau barang tersebut merupakan contoh barang promosi yang akan dijual kepada relasi atau pembeli dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan, hal ini ditegaskan dalam UU PPN Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d. Pemberian hadiah tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga dengan sendirinya pemberian hadiah tersebut bukan merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai.
    E.
Bahwa amar pertimbangan Majelis yang menyatakan:
“bahwa hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;

(vide PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 halaman 30 alinea ke-7).

Bahwa atas amar pertimbangan Majelis tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
(i)
Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN), menyebutkan sebagai berikut:
 
Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak.
 
Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian Cuma-cma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
(ii)
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, pertimbangan Majelis jelas sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yang menyatakan “….. Sedangkan pemberian Cuma-Cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli”.
(iii)
Bahwa berdasarkan data dan dokumen yang ada, pemberian hadiah dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun dalam kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jelas sekali bahwa kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
       
    F.
Bahwa amar pertimbangan Majelis menyatakan:

“bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir;

Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah a quo”.

(vide PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 halaman 31 alinea ke-8 dan ke-9).

Bahwa atas amar pertimbangan Majelis tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
(i)
Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan pajak, terdapat beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim.
 
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
 
a.
surat atau tulisan;
 
b.
keterangan ahli;
 
c.
keterangan para saksi;
 
d.
pengakuan para pihak, dan/atau
 
e.
pengetahuan Hakim.
   
 
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
 
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
 
Pasal 84 ayat (1):
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
 
f.
pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
(ii)
Bahwa beberapa ketentuan tersebut di atas mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian dan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap sengketa yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan.
(iii)
Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim hanya menyatakan: “bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir”, namun tidak diuraikan apa yang menjadi dasar penilaian pembuktian oleh Majelis Hakim.
(iv)
Bahwa faktanya pula, tidak ada satupun amar pertimbangan Majelis Hakim yang menguji dan membahas mengenai apakah barang yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
(vi)
Dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa Majelis Hakim tidak menilai bukti-bukti secara menyeluruh dan Majelis Hakim tidak menilai kebenaran bukti-bukti secara objektif sehingga putusan yang diambil menjadi kurang tepat. Dengan demikian, ketentuan Pasal 76, 78, dan Pasal 84 ayat 1 huruf f UU Pengadilan Pajak tidak sepenuhnya dilaksanakan Majelis Hakim.
       
    G. Berdasarkan uraian di atas, putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp77.113.276,00 bertentangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    H. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 tersebut harus dibatalkan.
   
V. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.50580/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang menyatakan:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2008 Nomor: 00011/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk, NPWP: 01.311.910.2-091.000, beralamat di: Mega Glodok Kemayoran Office Tower B LT. 2, Jl. Angkasa, Kav. B-6, Jakarta 10610, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November 2008 menjadi sebagaimana tersebut di atas, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
     

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya Permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1629/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2008 Nomor: 00011/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.311.910.2-091.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN berupa Diskon Asuransi sebesar Rp12.119.477.972,00 dan Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp77.113.276,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo pemberian secara cuma-cuma yang dibeli dari Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali bukan merupakan produk sendiri namun merupakan pembelian yang sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya yang juga bertindak sebagai konsumen akhir dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN.
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 17 April 2017, oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., CN., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. 
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., CN.
Ketua Majelis:
ttd.
Dr. H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

337/B/PK/PJK/2017