Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Tidak Diketahui
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
2165/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
|
|||||
1.
|
Peni Hirjanto, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
||||
2.
|
Dayat Pratikno, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||
3.
|
Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||
4.
|
Hendrawan, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2001/PJ./2016 tanggal 3 Juni 2016;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding; |
|||||
|
|
|
|
|
|
MELAWAN |
|||||
|
|
|
|
|
|
PT SOE MAKMUR RESOURCES, tempat kedudukan di Jalan Raya Niki-Niki RT 016 RW 008, Supul, Amanuban Barat, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, dalam hal ini diwakili oleh Dedi Kurniawan, Jabatan Direktur PT Soe Makmur Resources, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Purwoko Ary Wibowo, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 021/SMR-JKT/V/2017 tanggal 10 Mei 2017;
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 2 Maret 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
RINGKASAN POSITA BANDING |
|||||
|
|
|
|
|
|
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 011/SMR-JKT/I/2015 tanggal 26 Januari 2015, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut ini;
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.31/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (SKPKB PPN) Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 Masa Pajak Oktober 2011, surat keputusan sebagaimana disebut di atas Pemohon Banding terima pada tanggal 10 Januari 2015; Bahwa menurut Terbanding, atas penyerahan Mangan terutang Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan menurut Pemohon Banding tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, karena Mangan merupakan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, sehingga penyerahannya bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat (2) huruf a, menyatakan bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu diantaranya adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; Bahwa dari hasil verifikasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, yang diikuti dengan terbitnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, bahwa atas penyerahan Mangan yang dilakukan oleh Pemohon Banding terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp468.864.000,00 dan Jumlah kurang bayar yang disetujui berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi adalah Rp0,00 (nol rupiah) atau "Nihil", sehingga berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Pemohon Banding harus melakukan pembayaran pajak terutang sebesar 50% dari Rp0,00 adalah sebesar Rp0,00 untuk itu perhitungan pajak tidak diperlukan; Kronologi Sengketa Bahwa adapun kronologi sengketa sebagai berikut: Surat Ketetapan Pajak: Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 Masa Pajak Oktober 2011 yang diterbitkan berdasarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, menetapkan bahwa atas penyerahan Mangan yang dilakukan oleh Pemohon Banding, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar sebesar Rp468.864.000,00 dengan perincian sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
Surat Keberatan:
Bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 Masa Pajak Oktober 2011 tersebut telah diajukan Keberatan dengan Surat Nomor 021/SMR-JKT/I/2014 tanggal 21 Januari 2014 dan dikirimkan via pos pada tanggal 22 Januari 2014 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang dengan Bukti Pengiriman Nomor 13209784946 tanggal 22 Januari 2014 Jam 14.59 WIB, adapun jumlah pajak yang terutang menurut Pemohon Banding adalah "Nihil"; Surat Keputusan Keberatan: Bahwa terhadap keberatan yang diajukan telah diterbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.31/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memutuskan Menolak Keberatan Pemohon Banding yang diajukan melalui Surat Nomor 021/SMR-JKT/I/2014 tanggal 21 Januari 2014 dan mempertahankan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 Masa Pajak Oktober 2011 dengan perincian sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
Alasan Permohonan Banding
Bahwa penyerahan Mangan yang merupakan produk pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya dan tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah, bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, tetapi oleh Terbanding diartikan sebagai penyerahan barang kena pajak; Bahwa alasan banding yang diutarakan adalah: Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; Pasal 4A ayat (2) huruf a menyatakan bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu diantaranya adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Yang Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010: Pasal 2 ayat (2) huruf b menyatakan bahwa Mangan dikelompokkan ke dalam golongan komoditas tambang "Mineral Logam" seperti halnya : emas, tembaga, perak, timah, nikel, bauksit dan besi yang merupakan hasil tambang yang diambil langsung dari sumbernya; Bahwa atas penyerahan biji besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak serta bijih bauksit, yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi maupun yang memiliki nilai transaksi lebih besar daripada bijih mangan, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, hal ini bertentangan dengan prinsip persamaan perlakuan (equal treatment) dalam pengenaan pajak dan merupakan ketidakadilan bagi industri pertambangan Mangan yang masih dalam tahap awal (infant industry); Bahwa pertambangan Mangan adalah industri yang relatif baru dan masih berkembang yang mana pada saat disusunnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, industri Mangan belum dikenal luas yang seharusnya memperoleh pembinaan, perlindungan maupun kemudahan dalam perpajakan, Pemohon Banding bergerak di bidang pertambangan Mangan yang dalam proses produksinya diambil langsung dari sumbernya tanpa adanya proses peningkatan nilai tambah; Bahwa karena Pajak Pertambahan Nilai Keluaran Nihil, maka atas Pajak Pertambahan Nilai Masukan yang Pemohon Banding peroleh dari pembelian barang dan jasa termasuk pembelian barang modal sejumlah Rp8,2 Miliar (periode tahun 2009 sampai dengan 2013), tidak pernah Pemohon Banding kreditkan; Bahwa Pemohon Banding secara rutin melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai-Nihil; Bahwa Pemohon Banding telah menyetor royalty atas produksi pertambangan sesuai dengan peraturan yang berlaku; Pajak Terutang Menurut Pemohon Banding: Bahwa merujuk pada alasan banding di atas, maka menurut Pemohon Banding: |
|||||
1.
|
Tidak terdapat penyerahan Barang Kena Pajak,
|
||||
2.
|
PPN terutang dan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 13 ayat (2) KUP adalah "Nihil";
|
||||
|
|
|
|
|
|
Permohonan Banding
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon Banding memohon kepada Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding dan membatalkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (SKPKB PPN) Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 Masa Pajak Oktober 2011, sebesar Rp468.864.000,00 menjadi Rp0,00 (nol rupiah) atau "Nihil"; Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 2 Maret 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut: |
|||||
◾
|
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1291/WPJ.31/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013, atas nama: PT Soe Makmur Resources, NPWP 21.050.669.7-922.001, Alamat: Jalan Raya Niki-Niki RT 016 RW 008, Supul, Amanuban Barat, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, sehingga perhitungan pajaknya menjadi:
|
||||
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 2 Maret 2016, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 24 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2001/PJ./2016 tanggal 03 Juni 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 20 Juni 2016, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 Juni 2016;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 17 April 2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 19 Mei 2017; Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima. |
|||||
|
|
|
|
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
|
|||||
I.
|
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
|
||||
|
1.
|
Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016, atas nama PT Soe Makmur Resources (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan Surat Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dan telah diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 28 Maret 2016 sesuai dengan bukti tanda terima Tempat Pelayanan Terpadu Direktorat Jenderal Pajak Nomor 201603280330;
|
|||
|
2.
|
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah memori peninjauan kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
|
|||
|
|
|
|
|
|
II.
|
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
|
||||
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
|
||||
|
◾
|
Koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp3.168.000.000,00,
|
|||
|
yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
||||
|
|
|
|
|
|
III.
|
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
|
||||
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti, dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan dan dalil sebagai berikut:
|
||||
|
1.
|
Bahwa pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas pokok sengketa Peninjauan Kembali ini sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding di bidang pertambangan bijih Mangaan dan pada saat dilakukan verifikasi Pemohon Banding masih aktif menjalankan kegiatan usahanya. Pemohon Banding terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang sejak tanggal 03 Maret 2011 dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 26 Maret 2011; Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Terbanding atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak Oktober 2011 atas penyerahan mangaan dari cabang ke pusat yang tidak dilaporkan oleh Pemohon Banding; ......dst.... Bahwa menurut Majelis sengketa yang diajukan dalam banding ini adalah sengketa yuridis yaitu apakah mangaan termasuk barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana menurut Pemohon Banding Mangaan termasuk barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan menurut Terbanding Mangaan adalah barang yang tidak termasuk yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, karena menurut Terbanding barang hasil pertambangan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dibatasi sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2000; Bahwa ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a yang diatur dalam batang tubuh Undang-Undang PPN Tahun 2000 dan Tahun 2009 adalah sebagai berikut, |
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa penjelasan Terbanding dalam persidangan bahwa penjelasan dalam Undang-Undang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari batang tubuh Undang-Undang itu sendiri. Undang-Undang PPN Tahun 2009 dalam penjelasannya pada Pasal 4A ayat (2) huruf a terdapat kata "meliputi" sedangkan dalam Undang-Undang PPN Tahun 2000 terdapat kata “...seperti...”;
Bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian dari kata “meliputi” adalah mencakup, sedangkan salah satu pengertian kata “mencakup” adalah merangkum beberapa hal. Berdasarkan pengertian kata “meliputi” tersebut maka menurut Majelis arti kata “meliputi” secara substansi bukan merupakan suatu pembatasan yang bersifat absolut; Bahwa menurut Majelis dalam suatu Undang-Undang ketentuan yang mempunyai daya ikat secara juridis adalah ketentuan yang dinyatakan pada pasal-pasal dalam batang tubuhnya. Memang benar bahwa penjelasan dalam pasal suatu Undang-Undang merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari pasalnya, namun sifatnya hanya memberikan penjelasan dan bukannya mengatur; Bahwa ketentuan yang mengatur tentang barang hasil pertambangan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai baik yang ada dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN Tahun 2000 adalah sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN Tahun 2009 yaitu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; Bahwa ketentuan sebagaimana tersebut di atas mensyaratkan 2 hal pokok untuk dapat memenuhi kriteria penetapan sebagai barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu: |
|||
|
|
1.
|
Barang hasil pertambangan dan barang hasil pengeboran
|
||
|
|
|
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan antara lain bahwa:
|
||
|
|
|
◾
|
Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang";
|
|
|
|
|
|
Dengan demikian arti atau pengertian tambang dan pertambangan adalah suatu proses menggali cadangan bahan tambang yang berada dalam tanah secara sistematik dan terencana;
|
|
|
|
|
◾
|
Pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa “Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah";
|
|
|
|
|
◾
|
Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa “Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan: atau batubara dan mineral ikutannya";
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Diambil langsung dari sumbernya
|
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan “diambil langsung dari sumbernya” di sini adalah barang hasil pertambangan tersebut tidak melalui proses pengolahan lebih lanjut yang mengubah sifat dan kegunaan barang tersebut, sehingga tidak terdapat proses pemberian nilai tambah sama sekali atas barang hasil tambang yang diambil langsung dari sumbernya tersebut;
Bahwa Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan: |
||
|
|
|
(2)
|
Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang:
|
|
|
|
|
|
a.
|
…
|
|
|
|
|
b.
|
Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, aluminium, paladium rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium dan zenotin;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa walaupun mangaan secara tekstual tidak tercantum dalam penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN tahun 2009, namun secara substansi mangaan merupakan salah satu jenis barang hasil pertambangan dalam kelompok mineral logam;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tentang alur penambangan mangaan sampai dengan produk siap dijual atau tahapan kegiatan penambangan mangaan sebagai berikut: |
|||
|
|
1.
|
Explorasi team Geologi dan survey ditemukan cadangan mangaan;
|
||
|
|
2.
|
Melakukan penambangan pada lokasi dimana ditemukan cadangan mangaan. Penambangan dilakukan dengan membuang lapisan atas/permukaan tanah sampai dengan kedalaman dimana terdapat lapisan mangaan;
|
||
|
|
3.
|
Melakukan pengerukan/penggerusan pada lapisan mangaan yang ditemukan;
|
||
|
|
4.
|
Mangaan yang didapatkan dipilah-pilah dari tanah secara manual untuk mangaan dengan ukuran yang besar/bongkahan sebesar 5-15 cm;
|
||
|
|
5.
|
Atau dapat dilakukan pencucian terhadap bongkahan-bongkahan tanah untuk mendapatan mangaan;
|
||
|
|
6.
|
Setelah dipilah dan dipisahkan mangaan yang besar dan yang kecil di timbang dan dipacking dalam karung @50 kg;
|
||
|
|
7.
|
Mangaan yang dihasilkan diangkut ke stock pile/gudang;
|
||
|
|
8.
|
Mangaan dalam karung disusun rapi di gudang;
|
||
|
|
9.
|
Dari gudang di angkut ke Pelabuhan untuk dimuat dalam Container, masuk ke dalam Container, dan siap dikirimkan ke tempat tujuan/customer;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding sebagaimana tersebut di atas yang juga dilengkapi dengan bukti visual berupa foto dari masing-masing tahapan kegiatan, Majelis berpendapat bahwa mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang langsung diambil dari sumbernya, dan tidak melalui proses pengolahan lebih lanjut yang mengubah sifat dan kegunaan barang tersebut, sehingga tidak terdapat proses pemberian nilai tambah sama sekali;
Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”; Bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan"; Bahwa dengan demikian menurut pendapat Majelis mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang- Undang PPN sebagai barang kena pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai; Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp3.168.000.000,00 tidak dapat dipertahankan; |
|||
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
|
|||
|
|
2.1.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 -tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak), antara lain menyebutkan:
|
||
|
|
|
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa: |
||
|
|
|
a.
|
Surat atau tulisan;
|
|
|
|
|
b.
|
Keterangan ahli;
|
|
|
|
|
c.
|
Keterangan para saksi;
|
|
|
|
|
d.
|
Pengakuan para pihak; dan/atau
|
|
|
|
|
e.
|
Pengetahuan Hakim;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1); Pasal 78: Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim; Pasal 84 ayat (1): Putusan Pengadilan Pajak harus memuat: |
||
|
|
|
f.
|
Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.2.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Pasal 1 angka 2:
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud; Pasal 1 angka 3: Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini; Pasal 1 angka 4: Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak; Pasal 1A ayat (1) huruf f: Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang; Pasal 4A ayat (2) huruf a: Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a: Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil -langsung dari sumbernya meliputi: |
||
|
|
|
a.
|
Minyak mentah (crude oil);
|
|
|
|
|
b.
|
Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
|
|
|
|
|
c.
|
Panas bumi;
|
|
|
|
|
d.
|
Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah Hat, tawas (alum), tras, yarosif zeolit, basal, dan trakkit;
|
|
|
|
|
e.
|
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
|
|
|
|
|
f.
|
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.3.
|
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000 tentang Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut dengan PP 144), antara lain mengatur sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Pasal 1 huruf a:
Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya; Pasal 2: Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a adalah: |
||
|
|
|
a.
|
Minyak mentah (crude oil);
|
|
|
|
|
b.
|
Gas bumi;
|
|
|
|
|
c.
|
Panas bumi;
|
|
|
|
|
d.
|
Pasir dan kerikil;
|
|
|
|
|
e.
|
Batubara sebelum diproses menjadi buket batubara; dan
|
|
|
|
|
f.
|
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dark bijih perak serta bijih bauksit;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
|
|||
|
|
3.1.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 atas penyerahan hasil pertambangan berupa Mangaan pada Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp3.168.000.000,00 karena Mangaan adalah Barang Kena Pajak yang tidak termasuk jenis barang hasil pertambangan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
|
||
|
|
3.2.
|
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali, Mangaan yang merupakan produk pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya dan tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah, bukan merupakan penyerahan barang kena pajak;
|
||
|
|
3.3.
|
Bahwa dengan demikian, sengketa atas Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 ini merupakan sengketa yuridis fiskal, yaitu apakah Mangaan termasuk jenis barang hasil pertambangan yang dikenai PPN atau tidak;
|
||
|
|
3.4.
|
Bahwa dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim tidak mempertahankan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian dari kata “meliputi” adalah mencakup, sedangkan salah satu pengertian kata “mencakup” adalah merangkum beberapa hal. Berdasarkan pengertian kata “meliputi” tersebut maka menurut Majelis arti kata “meliputi” secara substansi bukan merupakan suatu pembatasan yang bersifat absolut;
Bahwa menurut Majelis dalam suatu Undang-Undang ketentuan yang mempunyai daya ikat secara Juridis adalah ketentuan yang dinyatakan pada pasal-pasal dalam batang tubuhnya. Memang benar bahwa penjelasan dalam pasal suatu Undang-Undang merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari pasalnya, namun sifatnya hanya memberikan penjelasan dan bukannya mengatur; Bahwa ketentuan yang mengatur tentang barang hasil pertambangan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai baik yang ada dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN Tahun 2000 adalah sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN Tahun 2009 yaitu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; Bahwa walaupun mangaan secara tekstual tidak tercantum dalam penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN tahun 2009, namun secara substansi mangaan merupakan salah satu jenis barang hasil pertambangan dalam kelompok mineral logam; Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding sebagaimana tersebut di atas yang juga dilengkapi dengan bukti visual berupa foto dari masing-masing tahapan kegiatan, Majelis berpendapat bahwa mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang langsung diambil dari sumbernya, dan tidak melalui proses pengolahan lebih lanjut yang mengubah sifat dan kegunaan barang tersebut, sehingga tidak terdapat proses pemberian nilai tambah sama sekali; Bahwa dengan demikian menurut pendapat Majelis mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN sebagai barang kena pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai; |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan pendapat dan putusan Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
3.5.1.
|
Bahwa semua barang hanya memiliki dua dimensi, yaitu barang berwujud dan barang tidak berwujud, tidak ada dimensi ketiga. Barang berwujud juga hanya terdiri atas barang bergerak dan barang tidak bergerak, tidak ada bentuk yang ketiga. Berdasarkan fenomena alamiah ini, dari rumusan Barang Kena Pajak (BKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 juncto Pasal 1 angka 2 Undang-Undang PPN dapat dipahami bahwa pada dasarnya semua barang adalah BKP. Hal ini sesuai dengan karakter PPN yang menginginkan dirinya bersikap netral terhadap pola produksi, pola distribusi, dan pola konsumsi;
Netralitas ini dapat direalisasi apabila PPN bersikap nondiskriminasi, yaitu memberikan perlakuan yang sama terhadap semua barang yang dikonsumsi, baik barang berwujud, maupun barang tidak berwujud. Namun demikian, sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang PPN Nomor 11 Tahun 1994, dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu yaitu keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, tidak semua jenis barang dan jasa dikenai PPN, sehingga dimulai dari Undang-Undang PPN Nomor 11 Tahun 1994 inilah terdapat ketentuan yang mengatur mengenai jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, yaitu diatur dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN; |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.2.
|
Bahwa mengingat sengketa pajak yang terjadi adalah untuk Masa Pajak Desember 2011, maka ketentuan yang berlaku adalah Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009. Dalam Pasal 4A ayat (2) Undang-Undang PPN a quo diatur bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
a)
|
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
|
|
|
|
|
b)
|
... dst
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa yang perlu diperhatikan dan digarisbawahi dalam ketentuan di atas adalah penggunaan frasa barang tertentu dalam kelompok barang, artinya bahwa jenis barang dalam kelompok barang yang disebutkan dalam ketentuan a quo (dalam hal ini adalah kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya), telah ditentukan secara limitatif, dimana jenis- jenis barang yang telah ditentukan tersebut kemudian dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN yaitu bahwa barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi:
|
|
|
|
|
|
a.
|
Minyak mentah (crude oil);
|
|
|
|
|
b.
|
Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
|
|
|
|
|
c.
|
Panas bumi;
|
|
|
|
|
d.
|
Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
|
|
|
|
|
e.
|
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
|
|
|
|
|
f.
|
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.3.
|
Bahwa penggunaan kata “meliputi” dan kata “dan” dibagian sebelum kalimat akhir dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN tersebut semakin mempertegas bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN dalam kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya telah ditentukan dan hanya terbatas pada barang-barang yang disebutkan saja dalam ketentuan a quo. Hal ini sejalan dengan pengertian kata “meliputi” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu diantaranya adalah mencakup, sedangkan mencakup sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti diantaranya adalah merangkum beberapa hal, dalam hal ini adalah beberapa hal yang disebutkan;
Dengan demikian, pengertian kata “meliputi” dapat disimpulkan kurang lebih adalah mencakup atau merangkum beberapa hal yang disebutkan saja, artinya bahwa hanya berkenaan terhadap hal-hal yang disebutkan saja, bukan dimaknai sebagai sesuatu hal yang tidak terbatas sebagaimana yang ditafsirkan oleh Majelis. Berbeda halnya apabila yang digunakan adalah kata “seperti”, “misalnya”, “diantaranya”, maupun “antara lain” yang mengandung pengertian sebagai contoh dan tidak terbatas terhadap yang hal-hal yang telah disebutkan; |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.4.
|
Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Lampiran I angka 186 mengatur bahwa Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
a.
|
Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
|
|
|
|
|
b.
|
Tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
|
|
|
|
|
c.
|
Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
|
|
|
|
|
d.
|
Tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum; dan/atau
|
|
|
|
|
e.
|
Tidak memuat rumusan pendelegasian;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN yang berisi tentang jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya pada dasarnya hanya menjabarkan ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a dalam batang tubuh Undang-Undang PPN, khususnya yang berkenaan dengan frasa barang tertentu dalam kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN tersebut juga tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh maupun penambahan norma atau pengaturan sebagaimana pendapat Majelis mengingat ketentuan yang disebutkan dalam Penjelasan a quo hanya bersifat menjabarkan atau merinci mengenai hal yang telah disebutkan pada Pasal 4A ayat (2) huruf a dalam batang tubuh Undang-Undang PPN, yaitu berkenaan dengan frasa barang tertentu;
Dengan demikian, Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN telah sesuai dengan kaidah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, sehingga Penjelasan a quo yang merupakan satu kesatuan dengan pasalnya dalam batang tubuh dapat dipedomani sebagai norma dari Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN itu sendiri; |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.5.
|
Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN, Mangaan tidak termasuk dalam jenis barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang atas penyerahannya tidak dikenai PPN. Dengan demikian, meskipun Mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang langsung diambil dari sumbernya, namun tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti keadaan ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain sebagaimana yang diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang PPN, maka tidak semua barang hasil pertambangan dimasukkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN, termasuk Mangaan;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.6.
|
Bahwa Mangaan tidak termasuk dalam jenis barang yang atas penyerahannya tidak dikenai PPN juga telah ditegaskan dalam Surat Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S-102/PJ.02/2011 tanggal 2 Februari 2011 yang menegaskan bahwa:
|
|
|
|
|
|
a.
|
Semua barang dikenai pajak kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang yakni kelompok dan jenis barang yang disebut dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN dan penjelasannya;
|
|
|
|
|
b.
|
Mangaan tidak termasuk dalam jenis barang yang atas penyerahannya tidak dikenai PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahannya terutang PPN;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.7.
|
Bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN dan Penjelasannya, Mangaan tidak termasuk dalam jenis barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang atas penyerahannya tidak dikenai PPN, sehingga Mangaan merupakan BKP. Dengan demikian, pendapat Majelis yang menyatakan bahwa mangaan merupakan barang hasil pertambangan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN sebagai barang kena pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN dan Penjelasannya;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan pajak, terdapat beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim;
Bahwa ketentuan Pasal 76, Pasal 78, dan Pasal 84 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pengadilan Pajak tersebut di atas mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian dan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap sengketa yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan. Faktanya, dalam pengambilan putusan atas sengketa ini, Majelis Hakim telah mengabaikan ketentuan perundang-undangan perpajakan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dimana putusan Majelis Hakim yang membatalkan koreksi Terbanding nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN dan Penjelasannya; Dengan demikian, Majelis tidak menerapkan peraturan perundang- undangan perpajakan yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga putusan yang diambil menjadi kurang tepat. Dengan demikian, ketentuan Pasal 76, Pasal 78, dan Pasal 84 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pengadilan Pajak tidak sepenuhnya dilaksanakan Majelis Hakim; |
|||
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amar pertimbangan dan amar putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 bertentangan dengan ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN dan Penjelasannya, sehingga putusan Majelis a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak atas dan oleh karenanya diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp3.168.000.000,00 telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku, khususnya Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang PPN dan Penjelasannya sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016 tersebut harus dibatalkan; |
|||
|
|
|
|
|
|
IV.
|
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.68930/PP/M.XIIIA/16/2016 tanggal 02 Maret 2016 yang menyatakan:
|
||||
|
◾
|
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1291/WPJ.31/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013, atas nama: PT Soe Makmur Resources, NPWP 21.050.669.7- 922.001, Alamat: Jalan Raya Niki-Niki RT016/RW008, Supul, Amanuban Barat, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, sehingga perhitungan pajaknya menjadi sebagaimana tersebut di atas (pada halaman 2);
|
|||
|
Adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1291/WPJ.31/2014 tanggal 31 Desember 2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 Nomor 00062/207/11/922/13 tanggal 05 Desember 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP 21.050.669.7-922.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan: |
|||||
a.
|
Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp3.168.000.000,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa Mangaan merupakan salah satu jenis barang hasil pertambangan dalam kelompok mineral logam yang diambil langsung dari sumbernya yang telah dilakukan pemeriksaan, pengujian dan diputus serta diberikan pertimbangan hukum oleh Majelis Pengadilan Pajak bahwa Mangaan tergolong bukan objek PPN adalah sudah benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambilalih pertimbangan hukum dan menguatkan atas Putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
||||
b.
|
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp0,00 (Nihil) dengan perincian sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait. |
|||||
|
|
|
|
|
|
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 30 November 2017, oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Yosran, S.H., M.Hum. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 30 November 2017, oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Yosran, S.H., M.Hum. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis
ttd. Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. ttd. Dr. Yosran, S.H., M.Hum. |
Ketua Majelis
ttd. Dr. H. Yulius, S.H., M.H. |
||||
|
|
||||
|
Panitera Pengganti
ttd. Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H. |
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum