Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
2089/B/PK/PJK/2017

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. Heru Marhanto Utomo, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. Eka Dewi Iswanti, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan banding;
 
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta,
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 89/PJ./2013 tanggal 9 Januari 2013;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali; 
 

MELAWAN

 
PT AJINOMOTO INDONESIA, beralamat di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 77-78, Sunter, Jakarta Utara 14350, dalam hal ini diwakili oleh Itoomi Watanabe, selaku Direktur PT Ajinomoto Indonesia;
 
Selanjutnya memberikan kuasa kepada:
1. Defrizal Djamaris, S.H.,
2. Perry Cornelius Sitohang, S.H.,
3. Fadriyadi Kudri, S.H., LL.M
4. Alexander Zulkarnaen, S.H.,
 
Kesemuanya Advokat yang berkantor di KUDRI.DJAMARIS.SITOHANG, Attorneys & Counsellors at Law, beralamat di Mayapada Tower Lt. 5, Jl. Jend. Sudirman Kav. 28, Jakarta 12920, berdasarkan Surat Kuasa tanggal 20 Maret 2013;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali; 
 
MAHKAMAH AGUNG TERSEBUT;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-40046/PP/M.V/15/2012, tanggal 12 September 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon banding, dengan posita perkara sebagai berikut: 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ("UU KUP") dan Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ("UU Pengadilan Pajak"), dengan ini Pemohon Banding, mengajukan Permohonan Banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-659/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 November 2010 ("KEP-659") tentang Keberatan atas SKPKB PPh Badan tahun pajak 2007 (Lampiran KEP-659 tersebut diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 06 Desember 2011).
 
Bahwa Keputusan Keberatan tersebut di atas, merupakan penolakan Terbanding atas Keberatan Pemohon Banding terhadap SKPKB PPh Badan Tahun Pajak 2007 No. 00011/206/07/092/09 tanggal 11 September 2009 ("SKPKB No. 00011").
 
Bahwa adapun alasan dan penjelasan yang menjadi dasar Pemohon Banding mengajukan banding ini adalah sebagai berikut:
1.
Latar Belakang
  1.1
Bahwa merujuk kepada SKPKB No. 00011, Terbanding menetapkan bahwa terdapat PPh Badan yang kurang dibayar sebesar Rp13.604.571.409 yang terdiri dan jumlah Pokok Pajak yang kurang dibayar sebesar Rp10.003.361.330 dan sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) KUP sebesar Rp3.601.210.079;
 
Bahwa berikut ini adalah perbandingan perhitungan PPh Badan menurut Pemohon Banding dan Terbanding:
 
     
  1.2. bahwa atas SKPKB No. 00011, Pemohon Banding telah melunasi seluruh jumlah pajak yang terutang beserta sanksinya sebesar Rp13.604.571.409 pada tanggal 9 Oktober 2009 dengan bukti pembayaran nomor NTPN: 1106 1000 0504 1006;
     
  1.3. Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding menyampaikan Permohonan Keberatan terhadap SKPKB No. 00011 dengan nomor surat: 501/SP/AJI/X11/2009 tertanggal 1 Desember 2009, yang diterima oleh Terbanding pada tanggal 8 Desember 2009;
     
  1..4 Bahwa menanggapi Surat Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding, Terbanding menerbitkan KEP-659 tertanggal 30 November 2010 dengan menggunakan dasar hukum sebagai berikut:
    Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
    Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000;
    Pasal 36 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-297/PJ./2002 tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-183/PJ/2010;
   
 
Bahwa KEP-659 tertanggal 30 November 2010, yang isinya menolak seluruh Permohonan Keberatan yang diajukan Pemohon Banding, sehingga jumlah PPh Badan yang kurang dibayar menjadi sebagai berikut: 
 
   
2. Pokok Sengketa
 
Bahwa Keputusan Keberatan Nomor KEP-659 atas SKPKB No. 00011 diterbitkan dengan tetap mempertahankan seluruh koreksi-koreksi hasil pemeriksaan. Namun, sejalan dengan surat permohonan keberatan, dan total koreksi positif sebesar Rp44.500.561.487 Pemohon Banding hanya mengajukan banding atas koreksi positif yang dilakukan Terbanding atas biaya Management fee sebesar Rp33.736.045.003 dan tidak mengajukan banding atas koreksi positif lainnya sebesar Rp10.764.516.484;
 
Bahwa merujuk kepada penjelasan di atas, maka hal yang menjadi Pokok Sengketa baik formal maupun materi menurut Pemohon Banding adalah:
  a.
Bahwa menurut Pemohon Banding dasar hukum yang digunakan sebagai pedoman penerbitan KEP-659, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga Keputusan Keberatan menjadi batal demi hukum;
 
Adapun dasar hukum yang dipakai oleh Terbanding adalah:
Mengingat:
    1. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
    2. Pasal 36 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
  Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi positif yang dilakukan Terbanding atas biaya Management Fee sebesar Rp33.736.045.003 dengan alasan pembayaran management fee merupakan sebagai pembayaran dividen; 
   
3. Ketentuan Formal Banding
  Bahwa merujuk kepada Pasal 27 UU KUP dan Pasal 35 dan Pasal 36 UU Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan formal banding yaitu:
  a. Mengajukan banding dalam Bahasa Indonesia dan dengan alasan yang jelas kepada Pengadilan Pajak;
  b. Surat Banding ini diajukan atas suatu Surat Keputusan Keberatan Direktur Jenderal Pajak No KEP-659 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 06 Desember 2011;
  c. Surat Banding ini disampaikan masih dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya Keputusan yang dibanding;
  d. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 36 ayat 4 UU Pengadilan Pajak, Pemohon Banding telah membayar seluruh pajak yang kurang dibayar sebesar Rp13.604.571.409 sebagaimana Pemohon Banding telah jelaskan pada butir 1.2 di atas;
   
4. Alasan Banding
  Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, berikut ini adalah penjelasan dan alasan Pemohon Banding atas dasar formal penerbitan Keputusan Keberatan dan masing-masing koreksi;
  4.1.
Alasan Formal: Kesalahan Penggunaan Dasar Hukum Dalam Menerbitkan Keputusan Keberatan No. KEP-659;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar hukum yang dipakai oleh Terbanding dalam surat keputusan keberatan Nomor KEP-659 pada bagian "Mengingat" sebagai berikut:
    1.
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara . Perpajakan ("UU KUP") sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009;
 
Bahwa berdasarkan Pasal II Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur sebagai berikut:
"Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000"; 
 
Bahwa permohonan banding ini diajukan atas SKPKB PPh Badan tahun pajak 2007 dengan demikian sesuai ketentuan di atas, seharusnya dasar hukum yang digunakan Terbanding adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, bukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 sebagaimana disebutkan oleh Terbanding;
 
Bahwa dengan demikian maka Terbanding telah menggunakan dasar hukum yang salah dalam menerbitkan surat keputusan keberatan, hal ini menyebabkan keputusan keberatan ini diterbitkan tidak sesuai ketentuan yang berlaku dan seharusnya menjadi batal demi hukum;
   
 
    2.
Pasal 36 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
 
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan penggunaan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 80 ("PP 80") yang dijadikan pedoman oleh Terbanding. PP 80 merupakan Peraturan Pelaksanaan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Sebagaimana penjelasan Pemohon Banding pada poin 1 di atas mengenai penggunaan dasar hukum UU KUP, UU KUP yang berlaku untuk tahun pajak 2007 adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Dengan demikian maka PP 80 juga tidak dapat digunakan dalam penyelesaian keberatan Pemohon Banding atas tahun pajak 2007. Terbanding menggunakan dasar hukum yang salah dalam menerbitkan surat keputusan keberatan ini. Oleh karena itu keputusan yang diterbitkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan seharusnya menjadi batal demi hukum;
     
  4.2 Biaya Manajemen Fee Merupakan Biaya Yang Dapat Dikurangkan
   
Bahwa berdasarkan atas perjanjian Management Assistance Agreement, EPK memberikan jasa manajemen dan keuangan kepada Pemohon Banding. Kegiatan/jasa yang dilakukan antara lain memberikan saran, usulan, dan perbaikan atas sistem manajemen perusahaan secara umum yang meliputi keuangan, produksi, legal, peningkatan kinerja dan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Management Assistance Agreement. Berdasarkan hal tersebut, dan sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU PPh, Pemohon Banding berpendapat bahwa biaya manajemen fee yang dibayarkan kepada EPK adalah biaya yang berkaitan dengan kegiatan Pemohon Banding untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sehingga seharusnya dapat dikurangkan sebagai biaya (deductible expenses);
 
sebagai pendukung atas penjelasan yang Pemohon Banding sampaikan, dalam Surat Banding ini dilampirkan beberapa contoh saran dan usulan yang diberikan EPK kepada Pemohon Banding guna peningkatan kinerja perusahaan;
     
  4.3 Pembayaran Manajemen Fee Kepada EPK Bukan Pembayaran Dividen; 
   
Bahwa perlu kiranya dijelaskan bahwa Pemohon Banding dimiliki oleh Ajinomoto Co.Inc Jepang (AjiCo) dan EPK dengan jumlah kepemilikan saham yang sama, yaitu 50%. Pada tahun 2007, Pemohon Banding telah melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham (AjiCo dan EPK) yang berasal dan laba ditahan. Pembagian dividen tahun 2007 yang berasal dan laba ditahan tahun 2006 dilaksanakan berdasarkan Akta Notaris nomor 34 tanggal 29 Agustus 2007. Sedangkan pembagian laba ditahan tahun 2007 yang dibagikan tahun 2008 dilaksanakan berdasarkan Akta Notaris nomor 14 tanggal 22 September 2008. Jumlah dividen yang dibayarkan pada masing-masing tahun adalah sebesar Rp28.000.000.000;
 
Bahwa atas fakta tersebut diatas, yaitu: bahwa masing-masing pemegang saham mempunyai kepemilikan yang sama (50%) dan kenyataan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran dividen dengan jumlah yang sama, maka alasan yang digunakan oleh Terbanding untuk melakukan koreksi berdasarkan asumsi bahwa pembayaran manajemen fee adalah merupakan pembayaran dividen kepada EPK yang akibatnya adalah EPK memperoleh dividen lebih besar daripada dividen yang diterima AjiCo, menurut Pemohon Banding tidak tepat dan tidak mempunyai dasar;
 
Bahwa melalui contoh-contoh rekomendasi EPK kepada Pemohon Banding dapat dipahami juga bahwa EPK telah melakukan suatu kegiatan aktif sehubungan dengan penghasilan Management Fee yang diterimanya, sehingga asumsinya dianggap sebagai dividen (yang merupakan penghasilan pasif) adalah tidak tepat; 
     
  4.4 Pembayaran Management Fee Telah Dilaporkan Oleh EPK Sebagai Penghasilan Dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007;
   
Bahwa perlu Pemohon Banding sampaikan juga bahwa berdasarkan informasi, EPK telah melaporkan management fee tersebut sebagai penghasilan kena pajak di dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan apa yang ditetapkan oleh Terbanding, karena jika penghasilan atas jasa manajemen tersebut merupakan dividen maka penghasilan tersebut bukan merupakan obyek pajak bagi EPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4(3) huruf f UU PPh. Dengan koreksi yang dibuat Terbanding, maka terdapat ketidakkonsistenan perlakuan perpajakan dimana atas penghasilan yang sama dikenakan pajak dua kali karena di satu pihak Pemohon Banding tidak dapat mengurangkan biaya jasa manajemen dan dipihak lain, EPK tetap mengakuinya sebagai penghasilan;
 
Bahwa penjelasan yang Pemohon Banding sampaikan di atas, tidak dimaksudkan untuk membahas perlakuan perpajakan atas pendapatan yang diterima oleh EPK. Namun demikian, dasar berpikir tersebut di atas Pemohon Banding gunakan untuk menjelaskan bahwa apabila Terbanding melakukan koreksi secara konsisten (koreksi yang sama pada Pemohon Banding dan EPK), maka koreksi yang dilakukan oleh Terbanding pada Pemohon Banding tidak mempunyai manfaat, karena di sisi lainnya, bagi EPK koreksi tersebut seharusnya juga mengurangi jumlah pembayaran pajak dengan jumlah yang sama;
 
Bahwa berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, maka Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas koreksi positif yang dilakukan Terbanding sebesar Rp33.736.045.003 yang merupakan biaya atas jasa management yang dilakukan oleh EPK. Secara substansi biaya management yang Pemohon Banding bayarkan kepada EPK bukan pembagian laba atau dividen sebagaimana diasumsikan oleh Terbanding melainkan imbalan jasa management yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan sebagai biaya;
     
5. Kesimpulan dan Permohonan Pemohon Banding;
  a. Bahwa Keputusan Keberatan batal demi hukum karena untuk tahun pajak 2007 menggunakan UU Nomor 6 Tahun 1983 setelah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 sebagai dasar hukum; 
  b. Bahwa Pemohon Banding keberatan atas koreksi management fee yang diperlakukan sebagai dividen karena tidak sesuai dengan fakta dan dari segi teknis menimbulkan pemajakan dua kali sehingga menimbulkan ketidakadilan;
  c.
Bahwa berdasarkan alasan dan penjelasan tersebut diatas, perhitungan PPh Badan menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut: 
 
   
 
Bahwa sejalan dengan penjelasan Pemohon Banding tersebut diatas, dengan ini Pemohon Banding mohon agar Majelis Hakim yang terhormat dapat mempertimbangkan dan meninjau kembali Keputusan Keberatan dan mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding;
 
Bahwa karena Pemohon Banding telah melakukan pembayaran SKPKB Nomor 00011 sebesar Rp13.604.571.409, maka terdapat kelebihan pembayaran PPh Badan sebesar Rp13.722.023.580 yang harus dikembalikan kepada Pemohon Banding ditambah dengan hak imbalan bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Pengadilan Pajak juncto pasal 27 A UU KUP.
   
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-40046/PP/M.V/15/2012, tanggal 12 September 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-659/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2007 Nomor: 00011/206/07/092/09 tanggal 11 September 2009 atas nama: PT. Ajinomoto Indonesia, NPWP: 01.001.681.4.092-000, Jenis Usaha: Industri Penyedap Masakan, beralamat di: Jl. Laksda Yos Sudarso No. 77-78, Sunter, Jakarta 14350, dengan perhitungan sebagai berikut: 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-40046/PP/M.V/15/2012, tanggal 12 September 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 23 Oktober 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-89/PJ./2013 tanggal 9 Januari 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 17 Januari 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 17 Januari 2013;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 22 Februari 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 22 Maret 2013;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima.
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
  1.
Bahwa Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
  2.
Bahwa permohonan Peninjauan Kembali ini diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
  3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;
     
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
  1.
Bahwa ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”;
  2.
Bahwa ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung”;
  3. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012, atas nama: PT. Ajinomoto Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh Pengadilan Pajak dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 25 Oktober 2012 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 2012102506660001;
  4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
     
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Tentang Koreksi positif biaya usaha lainnya atas jasa manajemen yang merupakan dividen terselubung Sebesar Rp33.736.045.003,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
   
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali;
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; 
 
Tentang Koreksi positif biaya usaha lainnya atas jasa manajemen yang merupakan dividen terselubung Sebesar Rp33.736.045.003,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; 
  1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
Halaman 39 Alinea ke-9 dan Alinea ke-10
“bahwa atas data berupa fakta dokumen-dokumen tersebut diatas maka Majelis yakin bahwa terdapat pemberian jasa management dan assistance oleh PT. EPK kepada Pemohon Banding dan perhitungan penagihannya telah sesuai dengan yang diperjanjikan serta pembayarannya telah dilaksanakan oleh Pemohon Banding.”
 
“bahwa disamping itu Majelis juga mempertimbangkan bahwa PT. EPK ada di dalam negeri yang dikenakan pajak penghasilan dengan UU PPh yang sama dengan yang dikenakan pada Pemohon Banding dan telah dilaporkan oleh PT. EPK dengan statusnya adalah Kurang Bayar, sehingga issue adanya penghindaran pajak yang ditangkal dalam penanganan transfer pricing dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4) UU PPh sudah tidak relevan lagi”;
 
Halaman 40 Alinea ke-1
“bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Majelis memutuskan bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dan permohonan banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya”;
     
  2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkait Koreksi atas jasa manajemen yang merupakan dividen terselubung sebesar Rp33.736.045.003,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
     
  3.
Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
 
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
    a. surat atau tulisan;
    b. keterangan ahli;
    c. keterangan para saksi;
    d. pengakuan para pihak; dan/atau
    e. pengetahuan Hakim
   
Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain”;
 
Pasal 76
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
 
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan;
 
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
 
Pasal 78
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim”;
 
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”
     
  4.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPh) menyebutkan bahwa:
 
Pasal 6 ayat (1) huruf a:
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
 
Pasal 9:
    (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
      a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
      f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
     
   
Pasal 18:
    (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;
    (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
      a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
      b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
      c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat;
       
  5.
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) menyatakan:
 
Pasal II ayat (1)
“Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000”;
     
  6.
Bahwa Butir II Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.222/1984 dinyatakan:
“Yang dimaksud jasa manajemen ialah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam melaksanakan manajemen dengan mendapatkan balas jasa berupa imbalan manajemen ("management fee)";
     
  7.
Bahwa Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Transaksi Afiliasi menjelaskan bahwa
“dalam menilai kewajaran Imbalan jasa harus dilakukan penelitian atas kewajaran penyerahan atau pemanfaatan jasa, meliputi penelitian atas: Keberadaan penyerahan atau pemanfaatan jasa Suatu jasa dikatakan telah diserahkan oleh pihak afiliasi jika jasa tersebut memberi manfaat bagi Wajib Pajak. Untuk memastikan bahwa pemanfaatan jasa dari pihak afiliasi memiliki manfaat, maka jasa tersebut juga bukan:
   
Merupakan duplikasi dari jasa yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak,
    Ditujukan untuk kepentingan pemegang saham atau pihak lain dalam kelompok usaha Wajib Pajak (shareholder activity), 
    Merupakan manfaat yang tidak direncanakan oleh Wajib Pajak,
    Semata mata karena Wajib Pajak adalah anggota suatu kelompok usaha (passive association), tapi pembebanan dilakukan karena adanya fungsi yang dilakukan oleh pihak afiliasi.
    Kewajaran nilai pembebanan jasa”;
       
  8. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan Koreksi pembebanan atas jasa manajemen yang dikoreksi sebesar Rp33.736.045.003,00 dengan alasan Pembebanan biaya yang disebut oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula pemohon Banding) sebagai “Manajemen Fee” merupakan pembayaran dividen kepada pemegang saham sehingga tidak boleh dibebankan sebagai biaya sesuai dengan UU PPh Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 (a);
     
  9. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) keberatan atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut dengan alasan sebagai berikut:
    bahwa biaya manajemen fee yang dibayarkan kepada EPK adalah biaya yang berkaitan dengan kegiatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sehingga sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU PPh seharusnya dapat dikurangkan sebagai biaya (déductible expenses).
    bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham dan bahwa EPK telah melakukan suatu kegiatan aktif sehubungan dengan penghasilan Management Fee yang diterimanya, sehingga asumsinya dianggap sebagai dividen (yang merupakan penghasilan pasif) adalah tidak tepat.
    Pembayaran Management Fee Telah Dilaporkan Oleh EPK Sebagai Penghasilan Dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007.
       
  10.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan:
 
Halaman 39 Alinea ke-9 dan Alinea ke-10
“bahwa atas data berupa fakta dokumen-dokumen tersebut diatas maka Majelis yakin bahwa terdapat pemberian jasa management dan assistance oleh PT. EPK kepada Pemohon Banding dan perhitungan penagihannya telah sesuai dengan yang diperjanjikan serta pembayarannya telah dilaksanakan oleh Pemohon Banding.” 
 
“bahwa disamping itu Majelis juga mempertimbangkan bahwa PT. EPK ada di dalam negeri yang dikenakan pajak penghasilan dengan UU PPh yang sama dengan yang dikenakan pada Pemohon Banding dan telah dilaporkan oleh PT. EPK dengan statusnya adalah Kurang Bayar, sehingga issue adanya penghindaran pajak yang ditangkal dalam penanganan transfer pricing dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4) UU PPh sudah tidak relevan lagi.”
 
Halaman 40 Alinea ke-1
“bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Majelis memutuskan bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dan permohonan banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya.”
 
dengan alasan sebagai berikut:
12.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas pembebanan biaya usaha lainnya yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa tagihan dari jasa manajemen yang dilakukan oleh PT Esti Pura Kencana yang merupakan Pemegang 50% saham Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1(a) dan berdasarkan fakta tersebut pembebanan jasa manajemen ini merupakan dividen terselubung, bahwa Koreksi ini terkait dengan koreksi Pajak Masukan di SPT Masa PPN;
12.2. Bahwa berdasarkan PSAK 07 dinyatakan hal hal sebagai berikut:
  Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional;
  Transaksi antara Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan;
  Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan dengan lebih dari setengah hak suara dari suatu perusahaan, atau suatu kepentingan substansial dalam hak suara dan kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemen perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
  Pengaruh Signifikan (untuk tujuan Pernyataan ini) adalah penyertaan dalam pengambilan keputusan kebijakan keuangan dan operasi suatu perusahaan, tetapi tidak mengendalikan kebijakan itu. Pengaruh signifikan dapat dijalankan dengan berbagai cara antara lain berdasarkan perwakilan dalam dewan komisaris atau penyertaan dalam proses perumusan kebijakan, transaksi antar perusahaan yang material, pertukaran karyawan manajerial atau ketergantungan pada informasi teknis. Pengaruh signifikan dapat diperoleh berdasarkan kepemilikan bersama, anggaran dasar atau perjanjian. Dengan kepemilikan bersama, pengaruh signifikan dianggap sesuai dengan definisi yang dimuat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 4 tentang Laporan Keuangan Konsolidasi;
12.3. Bahwa berdasarkan PSAK 07 dapat disimpulkan bahwa hubungan istimewa tidak hanya dilihat dari kepemilikan saham saja, namun dapat berupa penguasaan Manajemen maupun penguasaan teknologi;
12.4. Bahwa susunan Pemegang saham Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah:
  Ajinomoto Co., Inc., Jepang 50%;
  PT Esti Pura Kencana 50%;
  Bahwa berdasarkan data tersebut dibuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mempunyai hubungan istimewa dengan PT Esti Pura Kencana (EPK) karena mempunyai kepemilikan saham 50% atau lebih dari 25%;
12.5. Bahwa penelitian selanjutnya atas hubungan istimewa adalah
  apakah sebenarnya jasa yang diberikan tersebut dan
  apakan benar-benar jasa tersebut diperlukan
  apakah jasa tersebut benar-benar telah dilakukan
  Bahwa berikut akan dibahas apa sebenarnya pembebanan tersebut.
  Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menggolongkan beban ini sebagai beban jasa manajemen; 
  Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Pemegang saham PT EPK memberikan jasa manajemen dan keuangan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa saran, usulan, dan perbaikan atas sistem manajemen PB secara umum yang meliputi keuangan, produksi, legal, peningkatan kinerja dll;
  Sesuai dengan analisis fungsional yang dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), PT Estipura Kencana tidak melakukan satupun fungsi pemasaran;
  Sesuai dengan analisis fungsional yang dibuat WP PT Estipura Kencana melakukan fungsi:
    1. Menyusun kebutuhan keuangan dan anggaran untuk kelompok;
    2. Menyimpan dan mengamankan data akuntansi;
    3. Menyimpan data statistik dan laporan keuangan;
  Sesuai dengan analisis resiko yang dibuat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), PT Estipura Kencana tidak menanggung resiko:
    1. Pemasaran
    2. Piutang Pelanggan
    3. Persediaan
    4. Jaminan Produk
    5. Kapasitas Produk
   
Selanjutnya diteliti lebih lanjut apakah jasa ini diperlukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ataukah tidak;
 
Berdasarkan Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Transaksi Afiliasi menjelaskan bahwa “dalam menilai kewajaran Imbalan jasa harus dilakukan penelitian atas kewajaran penyerahan atau pemanfaatan jasa, meliputi penelitian atas:
 
Keberadaan penyerahan atau pemanfaatan jasa
Suatu jasa dikatakan telah diserahkan oleh pihak afiliasi jika jasa tersebut memberi manfaat bagi Wajib Pajak. Untuk memastikan bahwa pemanfaatan jasa dari pihak afiliasi memiliki manfaat, maka jasa tersebut juga bukan: 
    1. Merupakan duplikasi dari jasa yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak,
    2. Ditujukan untuk kepentingan pemegang saham atau pihak lain dalam kelompok usaha Wajib Pajak (shareholder activity),
    3. Merupakan manfaat yang tidak direncanakan oleh Wajib Pajak,
    4. Semata mata karena Wajib Pajak adalah anggota suatu kelompok usaha (passive association), tapi pembebanan dilakukan karena adanya fungsi yang dilakukan oleh pihak afiliasi;
    5. Kewajaran nilai pembebanan jasa.
     
  Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), manfaat yang Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terima berupa berupa saran, usulan, dan perbaikan atas sistem manajemen PB secara umum yang meliputi keuangan, produksi, legal, peningkatan kinerja;
     
 
Berdasarkan struktur organisasi Termohon Peninjauan Kembali ((semula Pemohon Banding) terlampiran)) diketahui bahwa dalam struktur organisasi PB terdapat bagian legal-HRD, Finance Accounting, produksi yang terbagi dalam beberapa sub divisi seperti planning, food ingredients, food products dan technical center.
 
Bahwa dengan demikian sebenarnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak membutuhkan jasa manajemen dari PT EPK karena fungsi-fungsinya telah dilakukan sendiri;
     
  Bahwa selain itu berdasarkan LPP diketahui dari analisis fungsional dan analisis resiko yang dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak ditemukan adanya fungsi manajemen yang dilakukan oleh PT Estipura Kencana kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Adapun fungsi-fungsi yang disebutkan diatas:
    1.
Menyusun kebutuhan keuangan dan anggaran untuk kelompok.
Tidak terdapat bukti apakah fungsi ini dilakukan guna kebutuhan/kepentingan pemegang saham (PT Estipura Kencana) atau Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Kalau untuk kepentingan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) apakah tidak terjadi pengulangan fungsi. Dalam hal Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga melakukannya;
    2. Menyimpan dan mengamankan data akuntansi Terjadi duplikasi fungsi dimana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga melakukan fungsi tersebut;
    3. Menyimpan data statistik dan laporan keuangan Terjadi duplikasi fungsi dimana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga melakukan fungsi tersebut;
     
  bahwa dari uraian diatas dapat disimpulkan telah terjadi duplikasi dari jasa yang telah dilakukan oleh PT EPK, sehingga biaya ini tidak dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto;
     
 
Bahwa hal ini sesuai dengan OECD TP Guidelines 7.11 yang menyatakan:
“In general, no intra-group service should be found for activities undertaken by one group member that merely duplicate a service that another group member is performing for itself”
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa:
 
Pembebanan biaya yang disebut oleh WP sebagai “Manajemen Fee” merupakan pembayaran dividen kepada pemegang saham sehingga tidak boleh dibebankan sebagai biaya sesuai dengan UU PPh Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 (a).
   
  Bahwa penelitian selanjutnya adalah apakah jasa ini telah benar-benar dilakukan ataukah tidak
 
bahwa dari pembahasan atas jenis jasa yang dilakukan diketahui bahwa jasa-jasa tersebut termasuk dalam jasa manajemen, namun untuk jasa manajemen sesuai SE-08/PJ.222/1984 “Yang dimaksud jasa manajemen ialah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dalam balas jasa berupa imbalan manajemen ("management fee").” diperlukan bukti kedatangan dan keikutsertaan pemberi jasa pada manajemen PB, dengan demikian harus dibuktikan bukti kedatangan, bukti lengkap rincian waktu dan saat kegiatan dilakukan, bukti adanya kegiatan, dan hasil pekerjaan,
 
bahwa dalam Putusan aquo terdapat daftar ringkasan penyerahan jasa manajemen berupa jasa yang diberikan, no invoice, no faktur pajak, bukti potong PPh Ps 23, jumlah pembayaran jasa, lingkup kegiatan jasa, laporan kegiatan, tempat dan waktu kegiatan dilakukan, dan deskripsi pekerjaan. Namun demikian tidak terdapat bukti berupa surat tugas dimana berisi orang yang ditugaskan untuk melakukan jasa dari PT EPK, ataukah orang/pegawai Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang bertugas menerima jasa beserta berita acara pelaksanaan jasa;
     
 
Bahwa dengan demikian tidak terdapat bukti yang yang menunjukkan bahwa terdapat pegawai PT EPK yang ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen, namun demikian walaupun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat memberikan rincian jasa tetap saja tidak menjadi sebab dapat dikurangkannya biaya tersebut dari penghasilan bruto karena biaya ini karena telah terbukti terdapat duplikasi dari pelaksanaan jasa;
     
  Penentuan besarnya biaya jasa manajemen:
 
Bahwa Berdasarkan keterangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada proses keberatan pembayaran management fee kepada pemegang saham, yaitu PT Estipura Kencana, berdasarkan persentase penjualan produk dengan perincian sebagai berikut:
    1. 4% untuk penjualan produk MSG and others;
    2. 0,4% untuk produk Masako;
    3. 0,8% untuk produk Sajiku;
    4. 0,8% untuk produk Saori,
       
 
Berdasarkan agreement yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) perubahan ke empat) diketahui persentase manajemen fee sbb:
    1. 4% dari harga jual net MSG
    2. 0.5% dari harga jual net SAJIKU
    3. 0.4% dari harga jual net MASAKO
    4. 0.8% dari harga jual net SAORI 
     
 
Bahwa metode penetapan harga yang dipakai Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah atas dasar perjanjian saja, tidak didapatkan informasi lebih lanjut dasar penentuan cost-nya, apakah telah arm’s length ataukah belum.
 
Bahwa karena transaksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus dapat menunjukkan Transfer Pricing documentation atas harga yang telah ditetapkan namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan Transfer Pricing documentation atas pembebanan tersebut sehingga tidak dapat diakui perhitungan pembebanan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
     
 
Bahwa metode penentuan harga menggunakan persentase atas penjualan net tidak wajar digunakan untuk transaksi jasa manajemen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan alasan sebagai berikut:
    1. jasa yang diberikan tidak berhubungan langsung dengan penjualan, hal ini diperkuat dengan analisis fungsional dan resiko oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sbb:
      Sesuai dengan analisis fungsional yang dibuat WP PT Estipura Kencana melakukan fungsi:
        a. Menyusun kebutuhan keuangan dan anggaran untuk kelompok
        b. Menyimpan dan mengamankan data akuntansi
        c. Menyimpan data statistik dan laporan keuangan
         
      Sesuai dengan analisis resiko yang dibuat WP PT Estipura Kencana tidak menanggung resiko:
        a. Pemasaran
        b. Piutang Pelanggan
        c. Persediaan
        d. Jaminan Produk
        e. Kapasitas Produk 
    2.
metode persentase penjualan cocok dengan pembebanan atas royalty, namun PT EPK tidak juga berhak atas royalty karena tidak ada intangible property yang dialihkan;
    Dengan demikian pembebanan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas jasa manajemen tidak mempunyai dasar pembebanan yang jelas, formulasi penghitungan nilai jasa management fee yang dihitung berdasarkan persentase penjualan produk, tidak menunjukkan ciri pemberian jasa yang dihitung dari upah penyelesaian suatu permasalahan (project/case based);
     
  Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa sebenarnya terjadi duplikasi pelaksanaan jasa sehingga sehingga tidak seharusnya dibebankan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
     
  Bahwa dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak dapat menunjukkan secara konkret bahwa biaya tersebut Biaya yang layak untuk dibayar, oleh karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai suatu perusahaan membutuhkan jasa management tersebut dan layak menjadi beban perusahaan (willing to pay) karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah mempunyai fungsi-fungsi tersebut/terjadi duplikasi;
   
12.6.
Bahwa sebagai tambahan dasar koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berikut disampaikan buku “Konsep dan aplikasi cross border transfer pricing untuk tujuan perpajakan” dengan Editor: Darussalam, S.E., Ak., Msi., LLM Int. Tax dan Danny Septriadi, S.E., M.Si, LLM Int. Tax sebagai berikut:
 
Menurut OECD guidelines, dalam melakukan analisis transfer pricing intra group services terdapat dua pokok permasalahan sebagai berikut:
 
apakah intra group services benar-benar telah dilakukan atau diserahkan oleh pemberi jasa
  berapa harga pasar wajar yang dapat dibebankan oleh pemberi jasa atas pemberian intragroup services.
 
Alat uji IGS
Untuk mengetahui apakah IGS yang dilakukan oleh antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa telah benar benar dilakukan atau diserahkan adalah tergantung dari apakah aktivitas tersebut memberikan manfaat ekonomis atau meningkatkan nilai jual bagi si penerima jasa atau tidak. Untuk mengetahuinya dapat diketahui dengan 2 pertanyaan sbb:
  apakah perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam situasi yang sama (comparable circumstances) bersedia untuk membayar atas penyerahan jasa jika dilakukan oleh perusahaan lain yang tidak mempunyai hubungan isttimewa? Atau;
  apakah perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa tersebut akan melakukan sendiri aktivitas jasa (inhouse) tersebut;
 
Jika jawabannya tidak maka aktivitas IGS tersebut tidak sesuai dengan prinsip harga pasar wajar;
IGS yang perlu mendapat perhatian:
 
shareholder activities
Perlu dilakukan analisis yang mendalam ketika perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa melakukan aktivitas penyerahan jasa kepada lebih dari satu perusahaan yang tergabung dalam perusahaan afiliasi mereka. Adakalanya IGS tetap harus dilakukan meskipun dalam anggota afiliasi sebenarnya tidak memerlukan jasa tersebut (tidak bersedia membayar jika merupakan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Jenis jasa ini umumnya dilakukan untuk kepentingan melindungi kepemilikan para pemegang saham atas perusahaan afiliasinya (shareholder’s activities”) jenis jasa seperti ini seharusnya tidak dibenarkan atau tidak diperkenankan untuk dibebankan kepada penerima jasa;
 
duplicational services
Duplicational services antar perusahaan afiliasi tidak dapat dibenarkan. Akan tetapi OECD Guidelines memberikan pengecualian terhadap situasi berikut:
    1. jika hanya dilakukan untuk sementara waktu, seperti ketika perusahaan multinasional sedang melakukan reorganisasi untuk mensentralisasi fungsi-fungsi manajemen. 
    2. jika dilakukan untuk meminimalkan kesalahan pengambilan keputusan dengan cara mendapatkan second opinion atas masalah yang sama;
    3.
on call services
Perusahaan induk dapat memberikan jasa keuangan, jasa manajemen, teknis, konsultasi hukum atau perpajakan kepada afiliasinya yang mana harus selalu tersedia setiap saat ketika diperlukan. “On call services” ini dapat diterima jika pihak yang mempunyai hubungan istimewa bersedia untuk membayar “standby charges” untuk memperhatikan ketersediaan jasa tersebut saat dibutuhkan. Sebagai contoh adalah pembiayaan retainer fee oleh perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa kepada firma hukum untuk memberikan konsultasi hukum dan bantuan hukum saat sengketa di pengadilan;
 
Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh perusahaan afiliasi melalui on call services perlu dilihat jasa yang sebenarnya telah digunakan dalam kurun waktu beberapa tahun. Atau dengan kata lain masalah perlu atau tidaknya “on call services” tidak dapat diputuskan hanya dengan meneliti pada tahun dimana timbulnya beban “on call services”;
    4. substance over form principle
   
12.7.
Bahwa sehubungan dengan pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa pada tahun 2007 dan 2008 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah membagikan dividen dan jasa manajemen bukan merupakan dividen kepada para pemegang sahamnya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sbb:
 
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh mendefinisikan dividen sebagai berikut....Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. 
 
Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan”;
 
penjelasan Pasal 9 ayat(1) huruf f Undang-undang PPh disebutkan contoh dividen terselubung sebagai berikut:
“…..Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya;
 
Bahwa berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
    1. Bahwa pada dasarnya definisi dividen menurut Undang-Undang PPh tidak hanya meliputi pembayaran atau pembagian laba kepada pemegang saham yang diumumkan atau dicatat sebagai “dividen”, namun meliputi pula pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung;
    2. Bahwa jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa dianggap sebagai dividen.
    3.
Bahwa Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU PPh menyebutkan
“Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.” Lebih lanjut, di dalam penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh disebutkan ”Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya”;
    4. Bahwa berdasarkan Penjelasan tersebut secara jelas disebutkan bahwa pada hakikatnya seluruh biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang merupakan objek pajak adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, namun hanya terbatas pada biaya-biaya yang tidak melebihi kewajaran. Dengan demikian, apabila terdapat biaya-biaya yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan atas biaya yang dibayarkan tersebut jumlahnya melebihi kewajaran, maka jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Koreksi biaya ini di dalam ilmu perpajakan sering dikenal sebagai primary adjustment;
    5. Bahwa selanjutnya, sebagai koreksi lanjutan atas primary adjustment tersebut, sebagaimana disebutkan pada contoh di penjelasan Pasal 9 ayat(1) huruf f, jumlah yang melebihi kewajaran tersebut dianggap sebagai dividen. Koreksi di dalam ilmu perpajakan sering dikenal sebagai secondary adjustment;
    6. Bahwa Primary dan secondary adjustment tersebut telah secara jelas telah disebutkan di dalam Undang-undang PPh dan bukan merupakan suatu pengenaan pajak berganda (double taxation) sesuai Undang-Undang PPh karena pada hakikatnya pembayaran yang melebihi kewajaran dapat dianggap sebagai dividen, sehingga perlakuan perpajakannya disamakan dengan pembagian dividen. Sebagaimana telah diketahui, dividen tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (sesuai pasal 9 ayat( 1) huruf a dan dividen juga merupakan penghasilan bagi penerimanya (sesuai Pasal 4 UU PPh);
   
12.8.
Bahwa sehubungan dengan alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Majelis dalam membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) bahwa tidak ada isu transfer pricing karena di pihak lawan transaksi telah diakui sebagai penghasilan dan menghasilkan lebih bayar, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat:
  Bahwa atas penghasilan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) baik berupa manajemen fee maupun manajemen fee yang dikoreksi menjadi dividen tetap harus dilaporkan di SPT PPh Badannya sebesar Rp33.736.045.003;
  Bahwa berdasarkan SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing menyebutkan bahwa “Perlu ditegaskan pula bahwa Transfer Pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (Negara yang tidak memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut, Undang-Undang perpajakan kita menganut azas materiil (substance over form rule)”;
  Bahwa dengan demikian dalam sengketa sehubungan dengan transaksi afiliasi, Majelis harus tetap meneliti apakah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) membutuhkan fungsi tersebut ataukah tidak, dan berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak membutuhkan jasa manajemen karena dalam divisinya telah melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, dalam hal ini telah terjadi duplikasi, tidak didasarkan pada apakah lawan transaksi telah melaporkan sebagai penghasilan ataukah belum karena sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UU PPh segala bentuk penghasilan harus dilaporkan sebagai penambah dasar pengenaan pajak;
     
12.9. Bahwa dari uraian diatas dapat dibuktikan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan fakta dan ketentuan Pasal 6 ayat 1 (a) dan Pasal 9 ayat 1 (a) Undang-undang PPh;
     
  11.
Bahwa dalam surat banding dan keberatan Termohon Peninjauan kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa jumlah pajak yang lebih bayar adalah sebesar Rp117.452.171 sedangkan Majelis memutus sengketa dengan menghitung jumlah pajak yang lebih bayar sebesar Rp3.346.807.208 sehingga dengan demikian Majelis telah ultra petita karena mengabulkan lebih dari yang dituntut oleh Termohon Peninjauan kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat Bandingnya, dengan penjelasan dan rincian dalam tabel sebagai berikut: 
 
       
    Bahwa ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau memutus melebihi dari pada yang diminta. Ketentuan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut (petitum). Ketentuan HIR merupakan hukum acara yang berlaku di pengadilan perdata di Indonesia. Bahwa ultra petita dilarang, Majelis Hakim hanya menentukan, adakah hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pihak itu dapat membenarkan tuntutan hukum mereka. Majelis Hakim tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain, dan tidak boleh memberikan lebih dari yang diminta;
       
    Oleh karena itu, atas amar pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012 yang telah menetapkan Lebih Bayar sebesar (Rp3.346.807.208,00) sebagaimana tersebut diatas merupakan suatu keputusan banding yang telah melebihi dari sesuatu yang disengketakan (ultra petita) sehingga tidak sesuai dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP dan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak; 
       
  12.
Bahwa terkait pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) bahwa pembayaran jasa manajemen kepada PT EPK sebenarnya adalah pembayaran dividen, dapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kutipkan pendapat Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.40047/PP/M.V/16/2012 tanggal 12 September 2012 (Putusan terlampir) yang terkait dengan Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012 sebagai berikut:
 
halaman 36 alinea ke-3
“bahwa ketentuan dalam PP Nomor 143 Tahun 2000 memberikan hak kepada pihak yang terpungut untuk meminta kembali PPN yang telah dibayarkannya apabila terjadi kesalahan pungut oleh pihak pemungut...”.
 
Bahwa berdasarkan pernyataan tersebut secara tersirat Majelis Hakim mengakui menyimpulkan bahwa biaya jasa manajemen sebenarnya merupakan pembayaran dividen dalam hal ini dividen terselubung yang seharusnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya;
     
  13. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo sehubungan dengan koreksi pembebanan biaya usaha lainnya atas jasa manajemen yang dikoreksi menjadi dividen terselubung Sebesar Rp33.736.045.003,00 tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.40046/PP/M.V/15/2012 tanggal 12 September 2012 sehubungan dengan koreksi pembebanan biaya usaha lainnya atas jasa manajemen yang dikoreksi menjadi dividen terselubung Sebesar Rp33.736.045.003,00 harus dibatalkan;.
       

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-659/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 November 2010 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun 2007 Nomor: 00011/206/07/092/09 tanggal 11 September 2009, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.001.681.4.092-000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih bayar sebesar Rp3.346.807.208,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi positif biaya usaha lainnya atas jasa manajemen yang merupakan dividen terselubung sebesar Rp33.736.045.003,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa dividen terselubung yang telah dilakukan pemeriksaan, pengujian dan diputus serta diberikan pertimbangan hukum oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan atas Putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi lebih dibayar sebesar Rp3.346.807.208,00 dengan perincian sebagai berikut: 

 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 4 Desember 2017, oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Yosran, S.H., M.Hum Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Kusman, S.IP., S.H., M.Hum, Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. 
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Yosran, S.H., M.Hum
Ketua Majelis:
ttd.
Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Kusman, S.IP., S.H., M.Hum
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

2089/B/PK/PJK/2017