Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Status : Tidak Diketahui

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1994/B/PK/PJK/2017


DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
Peni Hirjanto, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Dayat Pratikno, jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3.
Farchan Ilyas, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Syukron, jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2357/PJ./2016, tanggal 17 Juni 2016;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PT AXIS TELEKOM INDONESIA c.q. PT XL Axiata, Tbk, beralamat di Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot E4-7 Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan, Kuningan Timur, Jakarta 12950 (dahulu beralamat di Menara Axis Dea Tower Complex, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan Barat Kav. E.4.3 Nomor 2, Kuningan Timur, Jakarta 12950), dalam hal ini diwakili oleh Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin, selaku Direktur PT Axis Telekom Indonesia;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-69565/PP/M.XIB/16/2016, tanggal 30 Maret 2016, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 058/XLA/Fin/Tax/VII/2014 tanggal 14 Juli 2014, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-862/WPJ.07/2014 tanggal 25 April 2014 (Keputusan Keberatan), yang Pemohon Banding terima pada tanggal 29 April 2014, di mana Terbanding menolak permohonan keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011 Nomor 00252/207/11/058/13 tanggal 10 Juni 2013;

bahwa adapun Surat Banding Pemohon Banding buat dengan sistematika seperti di bawah ini untuk memenuhi ketentuan pengajuan banding ke Pengadilan Pajak:
A.
Pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding;
B.
Latar belakang atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dan pokok sengketa yang diajukan banding;
C.
Alasan banding; dan
D.
Penghitungan pajak terutang menurut Pemohon Banding
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
A.
Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
 
1.
bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP), menyatakan sebagai berikut:
“Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);”

bahwa selanjutnya Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyatakan sebagai berikut:
“Banding diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;”

bahwa Surat Banding dalam bahasa Indonesia Pemohon Banding ajukan terhadap Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
bahwa Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang KUP menyatakan sebagai berikut:
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut;”

bahwa Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;”

bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
bahwa Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;”

bahwa Pemohon Banding mengajukan surat permohonan banding ini hanya atas 1 (satu) Keputusan Keberatan, yaitu Keputusan Terbanding Nomor KEP-862/WPJ.07/2014 tanggal 25 April 2014. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
bahwa Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima Surat Keputusan yang dibanding;”

bahwa Pemohon Banding mencantumkan alasan-alasan yang jelas atas permohonan banding ini. Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan banding diterima pada tanggal 29 April 2014. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
bahwa Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Pada Surat Banding dilampirkan salinan keputusan yang akan dibanding;”

bahwa Pemohon Banding melampirkan fotokopi Keputusan Keberatan bersamaan dengan Surat Banding ini. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
bahwa Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen);”

bahwa sehubungan dengan persyaratan banding di atas, dimana pajak yang terutang berdasarkan perhitungan Pemohon Banding adalah sebesar Rp727.257.178,00 dan Pemohon Banding telah membayar sejumlah Rp727.257.178,00, dengan demikian permohonan banding ini telah memenuhi syarat berdasarkan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), Pasal 36 ayat (1), (2), (3)dan (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu sudah sepatutnya Surat Banding ini diterima oleh Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
B.
Latar Belakang Koreksi yang Dilakukan oleh Terbanding dan Pokok Sengketa yang Diajukan Banding
 
bahwa sebagai bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim, dapat Pemohon Banding jelaskan secara kronologi proses terbitnya Keputusan Keberatan tersebut, sebagai berikut:
 
1.
bahwa sebagai hasil akhir pemeriksaan pajak tahun 2011 yang dilakukan oleh KPP PMA Lima, KPP PMA Lima telah menerbitkan SKPKB PPN Masa Pajak Februari 2011 atas nama Pemohon Banding dengan rincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa adapun rincian koreksi objek PPN yang dijadikan dasar SKPKB PPN sesuai rincian di atas adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
bahwa Pemohon Banding tidak dapat menyetujui koreksi positif sebesar Rp357.247.959.123,00 sebagai objek PPN dan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp111.139.175,00. Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dalam Surat Keberatan Nomor 28/AXIS/FA-TAX/IX/2013 tanggal 3 September 2013;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
bahwa atas permohonan keberatan terhadap SKPKB PPN tersebut, Terbanding menerbitkan Keputusan Keberatan yang menolak permohonan keberatan Pemohon Banding. Berdasarkan Keputusan Keberatan tersebut, Terbanding menambah jumlah koreksi DPP PPN atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri menjadi sebesar Rp357.378.280.809,00 sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp61.388.532.100,00 dengan rincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-Undang KUP, dengan ini mengajukan permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-862/WPJ.07/2014 tanggal 25 April 2014 tersebut. Adapun pokok sengketa dalam Surat Banding adalah koreksi atas promosi pulsa sebesar Rp357.378.280.809,00 dan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp111.139.175,00;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
C.
Alasan Banding
 
1.
Koreksi Promosi Pulsa dengan Nilai Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp357.378.280.809,00
 
 
i.
Menurut Terbanding
 
 
 
bahwa Terbanding melakukan koreksi positif atas promosi pulsa sebesar Rp357.247.959.123,00 yang kemudian pada saat proses keberatan koreksi tersebut ditambah menjadi sebesar Rp357.378.280.809,00 dengan alasan koreksi pada saat proses pemeriksaan adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4, pemberian cuma-cuma yang diberikan Pemohon Banding dalam bentuk promosi pulsa kepada distributor merupakan objek PPN;

bahwa sedangkan alasan Terbanding pada saat proses keberatan adalah sebagai berikut:
 
 
 
1)
bahwa berdasarkan penelitian terhadap Invoice Pemohon Banding, diketahui fakta sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
bahwa Invoice yang diterbitkan oleh Pemohon Banding adalah merupakan dokumen sumber yang berisi keterangan atas suatu transaksi yang telah dilakukan oleh Pemohon Banding;
 
 
 
 
b)
bahwa Invoice Pemohon Banding didukung oleh dokumen berupa purchase order, delivery note, kwitansi dan bukti pembayaran sehingga transaksi sebagaimana tersebut dalam Invoice terbukti telah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
 
 
 
 
c)
bahwa berdasarkan fisik Invoice, diketahui tidak tercantum keterangan bahwa angka dalam Invoice adalah estimasi;
 
 
 
 
d)
bahwa berdasarkan Invoice terbukti adanya penyerahan Pulsa Promosi (Promotion Pulse) dari Pemohon Banding kepada pembeli, demikian pula pada Delivery note juga terbukti adanya penyerahan Pulsa Promosi (Promotion Pulse) dari Pemohon Banding kepada pembeli;
 
 
 
 
e)
bahwa berdasarkan Invoice diketahui bahwa besarnya pulsa promosi yang diberikan dari Pemohon Banding kepada pembeli untuk Masa Pajak Februari 2011 adalah sebesar Rp357.378.280.809,00;
 
 
 
2)
bahwa berdasarkan penelitian terhadap Faktur Pajak diketahui:
 
 
 
 
a)
bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pemohon Banding adalah merupakan bukti pungut PPN;
 
 
 
 
b)
bahwa atas penyerahan pulsa promosi dalam dokumen berupa Invoice sebagaimana diuraikan pada angka 1), telah tercantum dalam Faktur Pajak;
 
 
 
 
c)
bahwa berdasarkan fisik Faktur Pajak, diketahui tidak tercantum keterangan bahwa angka dalam Faktur Pajak adalah estimasi;
 
 
 
 
d)
bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 23, Pasal 11 ayat (1) dan (2) dan Pasal 13 ayat (1) dan (1a) Undang-Undang PPN, maka Pemohon Banding mengakui adanya penyerahan pulsa promosi ke pembeli;
 
 
 
 
e)
bahwa berdasarkan Faktur Pajak diketahui bahwa besarnya pulsa promosi yang diberikan dari Pemohon Banding kepada pembeli untuk Masa Pajak Februari 2011 adalah sebesar Rp357.378.280.809,00;
 
 
 
3)
bahwa berdasarkan penelitian atas SAP diketahui:
 
 
 
 
a)
bahwa Pemohon Banding menyelenggarakan pembukuan elektronik dengan SAP;
 
 
 
 
b)
bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan Tujuan Lain Dalam Rangka Keberatan, diketahui bahwa Sistem SAP Pemohon Banding telah memenuhi unsur internal control yang baik dan menyajikan data dan informasi yang handal;
 
 
 
 
c)
bahwa berdasarkan sistem SAP, diketahui bahwa besarnya pulsa promosi yang diberikan dari Pemohon Banding kepada pembeli untuk Masa Pajak Februari 2011 adalah sebesar Rp357.378.280.809,00;
 
 
 
4)
bahwa berdasarkan penelitian sebagaimana diuraikan pada angka 1), 2) dan 3) tersebut di atas, maka penyerahan pulsa promosi dari Pemohon Banding kepada pembeli untuk Masa Pajak Februari 2011 adalah sebesar Rp357.378.280.809,00 terbukti bukan estimasi;
 
 
 
5)
bahwa berdasarkan penelitian atas Invoice, Faktur Pajak dan SAP sebagaimana diuraikan di atas di atas, terbukti telah terjadi penyerahan pulsa promosi dari Pemohon Banding kepada pembeli sebesar nilai yang tercantum dalam Invoice, Faktur Pajak dan SAP;
 
 
 
6)
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur bahwa saat terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;
 
 
 
7)
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 23, Pasal 11 ayat (1) dan (2) dan Pasal 13 ayat (1) dan (1a) Undang-Undang PPN, dengan diterbitkannya Faktur Pajak atas penyerahan pulsa promosi oleh Pemohon Banding, maka penyerahan pulsa promosi dimaksud terbukti telah terjadi;
 
 
 
8)
bahwa berdasarkan penelitian terhadap Faktur Pajak dan Invoice, diketahui bahwa penyerahan pulsa promosi mendapat diskon 100% dari nilai penyerahan pulsa promosi tersebut. Dengan kata lain, tidak ada pembayaran atas penyerahan pulsa promosi tersebut;
 
 
 
9)
bahwa arti kata cuma-cuma adalah tidak perlu pembayaran; tidak dikenakan (dipungut) bayaran; gratis (KBBI; 2007; hal 223). Dengan demikian, pemberian cuma-cuma berarti merupakan pemberian yang tidak dikenakan/dipungut bayaran/gratis;
 
 
 
10)
bahwa oleh karena itu, penyerahan pulsa promosi yang mendapatkan diskon 100% dari nilai penyerahan pulsa promosi merupakan pemberian cuma-cuma;
 
 
 
11)
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPN dan Penjelasannya, penyerahan pulsa promosi yang mendapatkan diskon 100% dari nilai penyerahan pulsa promosi bukan merupakan potongan harga, tetapi merupakan pemberian cuma-cuma JKP sehingga pencantuman Potongan Harga dalam Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pemohon Banding adalah tidak benar.
 
 
 
12)
bahwa dengan demikian pencantuman potongan harga dalam Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN beserta Penjelasannya;
 
 
 
13)
bahwa sesuai dengan Berita Acara Pembahasan Pokok Sengketa Perpajakan antara Tim Peneliti Keberatan dengan Pemohon Banding, Nomor BA-2589/WPJ.07/BD.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013, diketahui bahwa:

bahwa atas pertanyaan Tim Peneliti, “Diskon muncul agar tidak kena PPN atau kenapa?,” Pemohon Banding menjawab:
“Kita tidak kenakan PPN karena pemahaman kita terhadap suatu promosi ini adalah seperti yang tadi saya jelaskan, misalnya jadi kita jual barang 12.000 tapi kita terima uang dari konsumen cuma 10.000 dari pelanggan sehingga yang 2.000 itu adalah diskon yang kita berikan kepada pelanggan. Kita berpandangan seperti itu;

Dulu pandangan kita pada saat 2011 pandangan kita seperti itu, tapi setelah kita berdiskusi dengan pemeriksaan pada saat pemeriksaan, kita akhirnya sepaham bahwa pulsa promosi ini adalah pemberian cuma-cuma. Dan kalau seandainya dikenakan PPN pun, ya kita sendiri setuju;”

bahwa berdasarkan jawaban Pemohon Banding tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Pemohon Banding telah mengakui bahwa pulsa promosi merupakan pemberian cuma-cuma. Pemohon Banding juga setuju jika atas pemberian pulsa cuma-cuma dikenakan PPN;
 
 
 
14)
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas pengkategorian pulsa promosi sebagai potongan harga dalam Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pemohon Banding tidak berlaku;
 
 
 
15)
bahwa berdasarkan penelitian atas Invoice, Faktur Pajak dan SAP sebagaimana diuraikan pada tanggapan atas keberatan Pemohon Banding angka 1 tersebut di atas, terbukti telah terjadi penyerahan pulsa promosi dari Pemohon Banding kepada pembeli sebesar nilai yang tercantum dalam Invoice, Faktur Pajak dan SAP;
 
 
 
16)
bahwa dari penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi objek sengketa, diketahui bahwa uraian pada kolom Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang diserahkan yang tercantum dalam Faktur Pajak, sama dengan uraian pada kolom Deskripsi yang tercantum dalam Invoice;
 
 
 
17)
bahwa berdasarkan fisik Invoice dan Faktur Pajak, diketahui tidak tercantum keterangan bahwa angka dalam Invoice dan Faktur Pajak adalah estimasi;
 
 
 
18)
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 23, Pasal 11 ayat (1) dan (2) dan Pasal 13 ayat (1) dan (1a) Undang-Undang PPN, dengan diterbitkannya Faktur Pajak atas penyerahan pulsa promosi maka Pemohon Banding mengakui adanya penyerahan pulsa promosi ke pembeli, penyerahan tersebut terutang PPN dan wajib dibuatkan Faktur Pajak;
 
 
 
19)
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka penyerahan JKP yang dicantumkan dalam Faktur Pajak telah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya;
 
 
 
20)
bahwa berdasarkan penelitian atas Invoice, Faktur Pajak dan SAP sebagaimana diuraikan pada tanggapan atas keberatan Pemohon Banding angka 1 tersebut di atas, diketahui bahwa nilai aktual penyerahan pulsa promosi dari Pemohon Banding kepada pembeli sebesar nilai yang tercantum dalam Invoice, Faktur Pajak dan SAP;
 
 
 
21)
bahwa atas pengakuan Pemohon Banding, yakni nilai aktual pemakaian pulsa promosi selama tahun 2011 sebesar Rp41.560.953.815,00, Pemohon Banding tidak dapat menyampaikan bukti pendukung. Kemudian Pemohon Banding menyampaikan data, yang menurut Pemohon Banding sebagai pemberian pulsa sebesar Rp53.622.081.877,00 dengan bukti pendukung berupa data yang berasal dari data ekstrak (sistem Commvault);
 
 
 
22)
bahwa data pemakaian pulsa promosi aktual sebesar Rp41.560.953.815,00 dan pemberian pulsa sebesar Rp53.622.081.877,00 yang Pemohon Banding sampaikan, merupakan rincian pulsa promosi kepada pelanggan akhir (end user), sementara koreksi DPP PPN terkait penyerahan pulsa promosi dari Pemohon Banding kepada pembeli (distributor). Dengan demikian, data dan bukti yang diserahkan oleh Pemohon Banding tidak dapat membantah fakta yang terdapat pada Invoice, Faktur Pajak dan SAP.
 
 
 
23)
bahwa terhadap data ekstrak Pemohon Banding dimaksud, Tim Pemeriksa tujuan lain dalam rangka keberatan telah melakukan pengujian/assesment atas integritas dan konsistensi data sistem Commvault Pemohon Banding, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
bahwa pada Data Detail Bonus dibandingkan Data Sampel Bonus terdapat ketidak-konsistenan dalam hal frekuensi dan jumlah total pemberian bonus pulsa;
 
 
 
 
b)
bahwa pada “Data reload vs Bonus” dibandingkan Data Detail Bonus terdapat ketidak-konsistenan yakni terdapat data detail bonus yang tidak terdapat di “Data reload vs Bonus”;
 
 
 
 
c)
bahwa terdapat business rule yang tidak terpenuhi;
 
 
 
24)
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka data yang berasal dari sistem Commvault tidak dapat digunakan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ii.
Alasan Pemohon Banding
 
 
 
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Terbanding sebesar Rp357.378.280.809,00 dengan alasan bahwa tidak ada pemberian cuma-cuma pulsa promosi yang diberikan kepada distributor seperti yang dianggap oleh Terbanding. Adapun apabila yang dimaksud Terbanding adalah pemberian pulsa promosi secara cuma-cuma kepada konsumen akhir, nilai koreksi Terbanding merupakan nilai estimasi maksimum pulsa promosi. Adapun nilai pulsa promosi yang sesungguhnya yang diberikan Pemohon Banding ke konsumen adalah sebesar Rp3.636.285.891,00 dan dari sejumlah tersebut yang digunakan digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen adalah Rp3.084.154.217,00;

bahwa perlu kiranya Pemohon Banding sampaikan bahwa apabila nilai estimasi maksimum pulsa promosi dianggap sebagai nilai pulsa aktual yang dinikmati konsumen Pemohon Banding, maka secara tidak langsung Terbanding beranggapan bahwa penghasilan Pemohon Banding dalam tahun 2011 adalah Rp6.934.637.972.917,00 padahal jumlah neto penghasilan Pemohon Banding yang telah diaudit oleh akuntan publik (PricewaterhouseCoopers) pada tahun 2011 adalah Rp1.459.380.104.000 dan Pulsa promosi yang diberikan kepada pelanggan selama tahun 2011 adalah sebesar Rp48.747.347.161,00 di mana dari sejumlah tersebut pemakaian aktual pulsa promosi selama tahun 2011 adalah sebesar Rp41.560.953.815,00;

bahwa di bawah ini Pemohon Banding uraikan secara lebih rinci dasar dan alasan banding Pemohon Banding termasuk gambaran mengenai mekanisme promosi pulsa, nilai pulsa promosi yang sesungguhnya digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen yang tercatat dalam pembukuan dan catatan komputer Pemohon Banding dan landasan hukum atas banding Pemohon Banding;
 
 
 
1)
Mekanisme Promosi Pulsa dan Pencatatannya dalam Faktur Pajak
 
 
 
 
bahwa secara garis besar, Peredaran Usaha yang diperoleh oleh Pemohon Banding dari usaha kartu pra-bayar terbagi dalam dua jenis, yaitu:
 
 
 
 
a)
Peredaran usaha dari penjualan Kartu Perdana (starter pack);
 
 
 
 
b)
Penjualan pulsa isi ulang;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa dalam usaha kartu pra-bayar, Pemohon Banding menerima pembayaran sebelum jasa telekomunikasi diberikan atau digunakan oleh konsumen. Pemohon Banding memberikan diskon yang terbagi dalam dua jenis diskon, yaitu:
 
 
 
 
a)
Diskon yang diberikan kepada mitra dealer atau agen pengecer (“distributor”);
 
 
 
 
b)
Diskon yang diberikan kepada konsumen akhir/konsumen kartu Axis (selanjutnya Pemohon Banding sebut “promosi pulsa”);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa Pemohon Banding mencatat kedua jenis diskon tersebut dalam Faktur Pajak penjualan pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor. Nilai promosi pulsa (diskon jenis kedua di atas) yang tertulis dalam Faktur Pajak yaitu sebesar Rp357.378.280.809,00 merupakan nilai estimasi maksimum pulsa promosi;

bahwa untuk lebih jelasnya Pemohon Banding berikan ilustrasi mekanisme pencatatan diskon jenis ke dua tersebut atau pulsa promosi di Faktur Pajak sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
Promosi pulsa yang diberikan pada tahun 2011:

bahwa Pemohon Banding menjual kartu perdana (starter pack) kepada distributor (dalam contoh ini, harganya Rp2.000,00 per kartu perdana). Di dalam kartu perdana tersebut terdapat promosi pulsa yang ditawarkan ke konsumen Pemohon Banding yang membeli kartu perdana tersebut. Promosi pulsa hanya akan diperoleh konsumen pada saat konsumen Pemohon Banding melakukan pengisian ulang pulsa atas nomor kartu tersebut;

bahwa pulsa promosi atau diskon tersebut diberikan pada saat pengisian ulang pulsa sampai dengan maksimal 10 (sepuluh) kali pengisian ulang dengan nilai maksimal pulsa promosi sebesar Rp30.000,00 setiap kali pengisian ulang. Sebagai contoh, apabila konsumen membeli voucher seharga Rp10.000,00 kemudian dia mengisi pulsanya (dengan cara prosedur yang tertera dalam voucher pulsa), maka konsumen itu mendapat pulsa Rp12.000,00 (yang terdiri dari pulsa pokok Rp10.000,00 dan pulsa promosi Rp2.000,00 sehingga total pulsa yang diperolehnya adalah Rp12.000). Promosi pulsa berlaku sampai maksimal 10 kali pengisian dan pada saat pembelian pulsa ke-11 dan seterusnya, konsumen tidak mendapat lagi promosi pulsa. Pengisian ulang untuk mendapatkan promosi pulsa tersebut hanya dapat dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan dan pulsa promosi yang diperoleh konsumen mempunyai masa kedaluwarsa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
bahwa nilai yang dicantumkan di dalam Faktur Pajak sebagai diskon (jenis ke dua) pada saat penjualan kartu perdana adalah estimasi maksimum pulsa promosi yang dapat dinikmati oleh konsumen jika konsumen melakukan pengisian ulang pulsa dengan jumlah maksimal pengisian ulang, yaitu di atas Rp100.000,00 setiap pengisian ulang selama 10 kali pengisian ulang pertama. Sehingga, total pulsa promosi maksimumnya adalah sebesar Rp300.000,00 (Rp30.000,00 x 10 kali pengisian ulang) untuk setiap kartu perdana yang dijual. Pencatatan diskon di Faktur Pajak dapat Pemohon Banding simulasikan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c)
bahwa pencantuman diskon atas promosi pulsa tersebut di Faktur Pajak (dalam hal ini Rp300.000) hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat penjualan kartu perdana. Adapun pada saat penjualan pulsa isi ulang (pada saat penjualan voucher) dimana pulsa promosi mulai dapat digunakan, diskon sudah tidak dicantumkan lagi di Faktur Pajak yang dikeluarkan pada saat penjualan voucher isi ulang. Hal ini dikarenakan pada saat penjualan pulsa isi ulang, Pemohon Banding tidak mengetahui apakah konsumen membeli pulsa isi ulang untuk nomor Axis yang mendapat promosi pulsa tersebut atau untuk nomor atau kartu yang sudah tidak terdapat promosi pulsa. Seperti halnya yang telah Pemohon Banding sebutkan bahwa promosi pulsa tersebut dapat digunakan hanya untuk pengisian pulsa maksimal 10 kali, dengan demikian untuk pengisian yang ke 11 dan seterusnya sudah tidak terdapat promosi pulsa yang ditawarkan tersebut. Dengan demikian pencantuman nilai promosi pulsa Pemohon Banding lakukan pada saat penjualan kartu perdana. Dengan perkataan lain, voucher yang sama dapat memberikan pulsa promosi dan dapat pula tidak memberikan pulsa promosi karena hal ini tergantung dari jenis kartu perdananya;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d)
bahwa dalam proses keberatan, Pemohon Banding telah sampaikan dokumen-dokumen pendukung mengenai pencatatan diskon di Faktur Pajak sebesar Rp357.378.280.809,00 tersebut, yang diantaranya adalah dokumen yang menjadi dasar perhitungan promosi pulsa tersebut yaitu Decision Document diantaranya Decision Document Nomor DD-076-MKT-IX-2010. Dari dokumen ini akan terlihat dengan jelas dan dengan mudah dapat ditelusuri bahwa nilai sebesar Rp357.378.280.809,00 merupakan nilai estimasi maksimum pulsa promosi dan bukan merupakan nilai pulsa promosi yang sesungguhnya digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2)
Tidak Ada Penyerahan Pulsa Promosi Pada Saat Penjualan Kartu Perdana.
 
 
 
 
bahwa berdasarkan uraian mengenai mekanisme pemberian promosi pulsa di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada penyerahan atau pemberian cuma-cuma pulsa promosi pada saat penjualan kartu perdana yang mana Faktur Pajaknya mencatat nilai estimasi maksimum promosi pulsa sebagai diskon. Landasan hukum mengenai hal ini, Pemohon Banding uraikan sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
Dasar Hukum
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), mengatur sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
(1)
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
 
 
 
 
 
 
 
a.
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
 
 
 
 
 
b.
impor Barang Kena Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
c.
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
 
 
 
 
 
d.
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 
 
 
 
 
 
 
e.
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 
 
 
 
 
 
 
f.
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
g.
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
 
 
 
 
 
 
 
h.
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 1 butir 7 Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa “Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 11 ayat (1) butir c Undang-Undang PPN menyebutkan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
(1)
“Terutangnya pajak terjadi pada saat:
 
 
 
 
 
 
 
c.
Penyerahan Jasa Kena Pajak;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa selanjutnya Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN menyebutkan:
“Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak berwujud atau Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
Penyerahan Pada Saat Penjualan Kartu Perdana.
 
 
 
 
 
bahwa seperti dapat dilihat dalam uraian mengenai promosi pulsa di poin 1 di atas, pada saat penjualan kartu perdana, hanya ada satu penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding yaitu penyerahan penjualan kartu perdana, yang pada dasarnya merupakan pembayaran dimuka atas jasa telekomunikasi yang akan diberikan oleh Pemohon Banding;

bahwa adapun penyerahan pulsa promosi baru terjadi pada saat pulsa promosi tersebut digunakan oleh konsumen setelah konsumen mengisi ulang kartunya sesuai dengan ketentuan promosi yang berlaku setelah konsumen membeli voucher isi ulang dari distributor/agen;

bahwa berdasarkan Pasal 11 ayat (1) butir c dan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN, terutangnya pajak adalah pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak dan dalam hal pembayaran diterima terlebih dahulu terutangnya PPN adalah pada saat penerimaan pembayaran. Adapun pada saat promosi pulsa ditampilkan di Faktur Pajak atas penjualan kartu perdana sebagai diskon secara faktual belum terjadi penyerahan maupun pembayaran atas pulsa promosi tersebut;

bahwa dengan demikian merujuk pada Pasal 11 Undang-Undang PPN, maka pemungutan PPN yang Pemohon Banding lakukan pada saat penjualan kartu perdana sudah sesuai dengan Undang-Undang PPN, yaitu dengan DPP PPN sebesar harga kartu perdana dikurangi dengan diskon yang diberikan kepada distributor;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3)
Pengkategorian Promosi Pulsa sebagai Potongan Harga/Diskon Tidak Melanggar Undang-Undang PPN yang Berlaku
 
 
 
 
a)
Dasar Hukum
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 1 butir 17 Undang-Undang PPN:
“Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa selanjutnya Pasal 1 butir 19 Undang-Undang PPN menyatakan bahwa:
“Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa lebih lanjut diatur dalam Lampiran II Peraturan Dirjen Pajak Nomor. PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 sebagaimana diubah dengan Nomor PER-56/PJ/2010 mengenai Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak butir 6:
“Potongan harga-diisi dengan total nilai potongan harga Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan, dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN menetapkan bahwa:
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
 
 
 
 
 
 
a.
Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
 
 
 
 
 
 
b.
Nama, alamat dan nomor Pokok Wajib Pajak pembeli barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
 
 
 
 
 
 
c.
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan harga;
 
 
 
 
 
 
d.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
 
 
 
 
 
 
e.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
 
 
 
 
 
 
f.
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan
 
 
 
 
 
 
g.
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
Penjelasan Promosi Pulsa adalah Potongan Harga/Diskon
 
 
 
 
 
bahwa penjualan pulsa melalui kartu perdana dan pulsa isi ulang di industri telekomunikasi memiliki karakteristik unik. Dalam hal ini, penyedia jasa telekomunikasi, yaitu Pemohon Banding, melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa telekomunikasi tersebut kepada konsumen prabayar setelah konsumen membeli kartu perdana dan/atau voucher isi ulang. Namun demikian, konsumen tidak membeli kartu perdana dan/atau voucher isi ulang tersebut langsung dari Pemohon Banding, melainkan membelinya dari distributor.

Pemohon Banding menjual kartu perdana dan voucher isi ulang kepada distributor bukan langsung kepada konsumen; bahwa dari ilustrasi di atas, pulsa promosi sebetulnya merupakan pengurangan tarif dasar pulsa sehingga dapat dikategorikan sebagai potongan harga untuk kebutuhan pencatatan dalam Faktur Pajak. Dalam hal ini, konsumen membeli voucher, katakanlah seharga Rp100.000,00 dan pada saat melakukan pengisian ulang, konsumen tersebut mendapat pulsa senilai Rp130.000 apabila dihitung dengan menggunakan tarif dasar. Atau dengan kata lain, pulsa senilai Rp130.000 dijual dengan harga Rp100.000,00 dan demikian selisihnya merupakan potongan harga;

bahwa dalam hal transaksi di atas adalah transaksi yang bukan merupakan industri yang mempunyai keunikan khusus maka penyajian di Faktur Pajak adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa akan tetapi dikarenakan bahwa Industri Telekomunikasi mempunyai sifat yang unik dan pada faktanya transaksi penjualan pulsa melalui sarana kartu perdana dan kartu isi ulang melibatkan dua penerima diskon yang berbeda, yaitu transaksi dengan distributor dan transaksi dengan konsumen akhir. Potongan Penjualan atau promosi pulsa tersebut sebenarnya adalah potongan harga yang diperoleh konsumen akhir pada saat pengisian ulang dilakukan. Akan tetapi penyajian diskon tersebut tidak mungkin disajikan pada saat penjualan voucher isi ulang kepada distributor, karena voucher tersebut bisa dibeli oleh pemilik kartu perdana dengan promosi pulsa atau tidak dengan promosi pulsa;

bahwa dengan demikian dalam rangka memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang PPN dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 sebagaimana diubah dengan Nomor PER-56/PJ/2010 bahwa potongan harga harus disajikan ke dalam Faktur Pajak maka penyajian potongan harga di Faktur Pajak, Pemohon Banding sajikan pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor, dikarenakan pada saat tersebut adalah satu-satunya waktu yang dimungkinkan untuk Pemohon Banding menyajikan potongan harga atas pulsa promosi. Adapun promosi pulsa tersebut dicantumkan dalam nilai maksimum pulsa promosi yang dapat diperoleh konsumen;

bahwa dalam hal ini, ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN tidak ada yang dilanggar. Ketentuan ini pada dasarnya adalah ketentuan mengenai informasi minimal yang harus ada dalam Faktur Pajak, yang berarti informasi lainnya dapat saja disajikan dalam Faktur Pajak tanpa membuat Faktur Pajak tersebut menjadi cacat. Lebih lanjut dalam Pasal 1 Undang-Undang PPN, disebutkan bahwa “Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak …;” Dalam hal ini, Faktur Pajak yang dibuat pada saat penjualan kartu perdana telah mencerminkan jumlah PPN yang seharusnya dipungut dan memenuhi ketentuan informasi minimal dalam Faktur Pajak, oleh karenanya Faktur Pajak tersebut telah dibuat sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4)
DPP PPN Pulsa Promosi sebagai Pemberian pemberian cuma-cuma
 
 
 
 
bahwa kembali Pemohon Banding tegaskan bahwa nilai pulsa promosi sejumlah Rp357.378.280.809,00 yang menjadi dasar koreksi Terbanding adalah nilai estimasi maksimum pulsa promosi yang dihitung dengan asumsi bahwa seluruh pembeli kartu perdana akan mengisi ulang kartunya dengan nilai maksimal pengisian ulang (yaitu sebesar Rp100.000,00 atau lebih) dalam 10 kali pengisian ulangnya. Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundangan undangan PPN, DPP PPN atas pemberian cuma-cuma adalah nilai penggantian setelah dikurangi laba kotor, yang dalam hal ini merujuk pada pemakaian aktual pulsa promosi. Pemohon Banding sajikan di bawah ini kutipan peraturan perundangan-undangan PPN yang memberikan dasar bahwa koreksi berdasarkan nilai estimasi maksimum pemberian cuma-cuma tidak mempunyai landasan hukum karena seharusnya DPP PPN pemberian cuma-cuma didasarkan pada jumlah yang nyata-nyata diberikan atau pemakaian atau konsumsi aktual;
 
 
 
 
a)
Konsep Penyerahan Jasa Telekomunikasi
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN mengatur bahwa “PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;”
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 1 butir 7 Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa “Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak;”
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa “Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak berwujud atau Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;”
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 1 butir 19 Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa “Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;”
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 17 ayat (5) PP Nomor 1 Tahun 2012 menyatakan “Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi pada saat:
 
 
 
 
 
 
-
harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
 
 
 
 
 
 
-
kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau …;”
 
 
 
 
 
bahwa Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2011 tanggal 3 Agustus 2011 memberikan contoh mengenai jasa telekomunikasi yang menyatakan bahwa saat penyerahan sama dengan saat penggunaan jasa telekomunikasi oleh pelanggan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut:
 
 
 
 
 
bahwa penyerahan jasa telekomunikasi dikaitkan dengan pencatatan piutang, pengakuan penghasilan atau penerbitan faktur penjualan;
 
 
 
 
 
bahwa DPP PPN dikaitkan dengan jumlah yang dibayar atau seharusnya dibayar karena pemanfaatan (dalam hal ini pemakaian pulsa);
 
 
 
 
 
bahwa contoh dalam SE-50 menegaskan bahwa saat penyerahan adalah sama dengan saat penggunaan;
 
 
 
 
 
bahwa PPN terhutang pada saat pembayaran apabila terjadi sebelum penyerahan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
Landasan Hukum Mengenai DPP PPN Pemberian Cuma-Cuma
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 17 ayat (5) PP Nomor 1 Tahun 2012 menyatakan: “Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi pada saat … mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak;”
 
 
 
 
 
bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK/03/2010, dinyatakan bahwa DPP PPN atas pemberian cuma-cuma adalah Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
 
 
 
 
 
bahwa Pasal 1 butir 19 Undang-Undang PPN menyebutkan: “Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;”
 
 
 
 
 
bahwa Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2011 tanggal 3 Agustus 2011 memberikan contoh mengenai jasa telekomunikasi yang menyatakan bahwa saat penyerahan sama dengan saat penggunaan jasa telekomunikasi oleh pelanggan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa dari aturan di atas dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut:
 
 
 
 
 
bahwa DPP PPN didasarkan pada nilai penggantian yang dikaitkan dengan jumlah yang seharusnya dibayar karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak;
 
 
 
 
 
bahwa dalam hal ini, apabila memang pulsa promosi seharusnya dibayar oleh konsumen, tentunya pelanggan hanya akan mau membayar sejumlah yang telah digunakannya dan hal ini merupakan hal yang lazim dalam jasa telekomunikasi;
 
 
 
 
 
bahwa jumlah sebesar Rp357.378.280.809,00 yang dijadikan dasar koreksi Terbanding merupakan nilai estimasi maksimum pulsa promosi dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan dasar koreksi berdasarkan peraturan perundang-undangan PPN;
 
 
 
 
 
bahwa pasal-pasal dan aturan yang Pemohon Banding kutip di atas menjelaskan bahwa seharusnya DPP PPN pemberian cuma-cuma seharusnya merujuk pada pemakaian pulsa promosi yang aktual;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5)
Pemakaian Aktual Pulsa Promosi
 
 
 
 
bahwa tabel di bawah ini meringkaskan transaksi pengisian ulang aktual pada tahun 2011 berdasarkan rentang pengisian ulang dalam promosi pulsa:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen, yaitu sebesar 73%, melakukan pengisian ulang sebesar di bawah Rp10.000,00 dan tidak memperoleh pulsa promosi. Sekitar 22% melakukan pengisian ulang antara Rp10.000,00 sampai Rp19.000 dan hanya 5% saja konsumen yang melakukan pengisian ulang sebesar atau di atas Rp20.000. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai aktual dari pulsa promosi yang dapat digunakan oleh konsumen adalah jauh di bawah nilai pulsa promosi yang tercantum dalam Faktur Pajak yang dikeluarkan pada saat penjualan kartu perdana, karena memang, nilai promosi dalam Faktur Pajak tersebut mengasumsikan bahwa seluruh konsumen melakukan isi ulang sebesar Rp100.000,00 atau lebih sebanyak 10 kali untuk mencerminkan transparansi dalam pemberian pulsa promosi;
 
bahwa angka-angka di bawah ini Pemohon Banding ekstrak dari database Pemohon Banding secara harian mengenai transaksi pulsa promosi yang diperoleh konsumen-konsumen Pemohon Banding selama tahun 2011;
 
 
 
 
 
Sumber: Database IT Axis
 
bahwa jumlah aktual pulsa promosi yang diberikan ke konsumen pada bulan Januari 2011 adalah sebesar Rp3.636.285.891,00 jauh lebih kecil daripada Rp357.378.280.809,00 yang tercantum dalam Faktur Pajak dan hal ini Pemohon Banding dapat jelaskan sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
bahwa selama tahun 2011, 73% transaksi pengisian ulang dilakukan di bawah Rp10.000,00 dan oleh karenanya tidak memperoleh pulsa promosi. Sekitar 22% transaksi pengisian ulang dilakukan dalam kisaran Rp10.000,00 dan Rp19.000,00 yang oleh karenanya konsumen hanya memperoleh pulsa promosi paling tinggi sebesar Rp2.000,00. Hanya sebesar 5% transaksi pengisian ulang dilakukan di atas Rp20.000 dan memperoleh pulsa promosi antara Rp5.000,00 sampai dengan Rp30.000,00;
 
 
 
 
b)
bahwa jumlah transaksi pengisian ulang pulsa di tahun 2011 sebesar Rp192.751.220,00 transaksi termasuk pulsa pengisian ulang atas kartu yang tidak atau tidak lagi memperoleh hak pulsa promosi. Dalam hal ini, tidak semua pengisian ulang sebesar atau di atas Rp10.000,00 mendapat pulsa promosi karena kartu konsumen tidak atau tidak lagi memperoleh manfaat pulsa promosi;
 
 
 
 
c)
bahwa pulsa promosi mempunyai masa aktif. Untuk pulsa promosi sebesar Rp2.000,00 dan Rp5.000,00 masa aktifnya adalah 7 hari. Untuk pulsa promosi Rp15.000,00 dan Rp30.000,00 masa aktifnya 14 hari. Dalam hal ini, pulsa promosi yang ditawarkan pada saat isi ulang tidak seluruhnya dipakai atau dikonsumsi oleh konsumen;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa adapun informasi-informasi tersebut di atas telah diserahkan kepada Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6)
Masalah Pencatatan Pulsa Promosi Dalam Pembukuan
 
 
 
 
bahwa dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Terbanding menyatakan bahwa, “Dengan tidak dicatatnya pemberian promosi pulsa kepada distributor kedalam pembukuan dan dengan penerbitan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku terdapat potensi tidak diketahuinya secara real/nyata berapa promosi pulsa yang diberikan sesuai dengan keputusan perusahaan dalam hal pemberian promosi;”

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan ini. Perlu pemohon Banding tekankan sebelumnya bahwa laporan keuangan Pemohon Banding telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (PricewaterhouseCoopers) dan telah dinyatakan dengan opini wajar tanpa pengecualian dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Standar pembukuan dalam perpajakan diatur dalam Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang KUP dinyatakan bahwa:
“Pembukuan sekurang kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terhutang;”

Dalam penjelasan ayat ini antara lain dinyatakan bahwa “Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain;”

bahwa sampai saat pengajuan Pemohon Banding ini, tidak ada peraturan perundangan perpajakan yang khusus mengatur pencatatan pembukuan atas diskon pulsa atau promosi pulsa oleh karenanya berdasarkan Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang KUP di atas, acuan pencatatannya adalah Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Pembukuan Pemohon Banding telah diaudit oleh akuntan publik dan akuntan publik tersebut berpendapat bahwa pembukuan Pemohon Banding telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia dan telah diaudit berdasarkan tata cara atau prosedur pemeriksaan akuntan publik;

bahwa selanjutnya, pulsa promosi yang dipakai oleh konsumen sebetulnya Pemohon Banding catat dalam sistem komputer Pemohon Banding pada saat terjadinya pemakaian dan dalam operasional Pemohon Banding sehari-hari, Pemohon Banding membuat laporan harian kepada manajemen Pemohon Banding yang salah satu isinya adalah pemakaian pulsa promosi dalam satu hari;

bahwa dalam Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP, dengan jelas dinyatakan bahwa pembukuan dapat diselenggarakan secara elektronik, yang dalam hal ini sistem komputer Pemohon Banding yang salah satunya mencatat pemakaian pulsa promosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembukuan Pemohon Banding;

bahwa pengakuan penghasilan dan diskon didasarkan dari data transaksi dan data yang tersimpan dalam komputer yang termasuk di dalamnya data pemakaian pulsa promosi. Adapun nilai estimasi maksimal pulsa promosi seyogyanya bukan merupakan penghasilan yang Pemohon Banding peroleh karena nilai ini hanyalah nilai estimasi sehingga memang tidak dilakukan pengakuan penghasilan atas nilai estimasi tersebut dalam pembukuan Pemohon Banding;

bahwa mengenai pemakaian aktual pulsa promosi, pembukuan Pemohon Banding memperlakukannya sebagai diskon dan penghasilan Pemohon Banding dalam pembukuan diakui secara neto setelah diskon ini berdasarkan fakta bahwa jumlah neto tersebut merupakan nilai uang yang Pemohon Banding terima dari distributor atau agen Pemohon Banding atas penjualan kartu perdana dan penjualan isi ulang. Kembali Pemohon Banding tekankan bahwa pembukuan Pemohon Banding telah diaudit oleh akuntan publik yang berpendapat bahwa pembukuan Pemohon Banding telah sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku di Indonesia;

bahwa data-data, catatan-catatan pembukuan termasuk di dalamnya yang terekam dalam sistem komputer Pemohon Banding dapat digunakan untuk menghitung pajak terutang. Data pemakaian pulsa promosi yang berupa laporan harian kepada manajemen juga telah Pemohon Banding berikan kepada Terbanding dan hal ini membuktikan bahwa penggunaan aktual pulsa promosi dapat diketahui untuk kebutuhan perpajakan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7)
Tanggapan Pemohon Banding atas Alasan Koreksi Terbanding Pada Saat Proses Keberatan
 
 
 
 
bahwa penelitian yang dilakukan Terbanding pada saat proses keberatan mengabaikan fakta-fakta dan data penting lain yang telah Pemohon Banding sampaikan sepanjang proses keberatan dan pemeriksaan sehingga tentunya kesimpulan penelitian tersebut menjadi tidak benar. Adapun fakta-fakta dan data penting yang telah Pemohon Banding berikan tetapi belum dipertimbangkan oleh Terbanding, sebagai berikut:
 
 
 
 
a)
bahwa mekanisme pulsa promosi yang diberikan tertuang dalam paket promosi yang ditawarkan dan diumumkan kepada pelanggan dan Decision Document yang berisi keputusan manajemen mengenai pulsa promosi ini. Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan bahwa pulsa promosi:
 
 
 
 
 
(1)
diberikan kepada pelanggan (bukan kepada distributor); dan
 
 
 
 
 
(2)
diberikan pada saat pengisian ulang 10 kali pertama oleh pelanggan (bukan distributor);
 
 
 
 
 
dimana pengisian ulang ini hanya dapat dilakukan setelah pelanggan melakukan pembelian voucher isi ulang baik secara elektronik maupun non elektronik. Dokumen-dokumen inilah yang menunjukkan adanya pulsa promosi yang ditawarkan kepada pelanggan dan hanya diberikan apabila pelanggan melakukan isi ulang setelah pelanggan membeli voucher;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
bahwa hubungan kontraktual antara Pemohon Banding dan distributor adalah distributor mendistribusikan kartu perdana Axis dan oleh karenanya distributor bukan pelanggan dan oleh karenanya bukan penerima pulsa promosi. Di dalam lampiran dari kontrak ini, tampak bahwa diskon yang diberikan kepada distributor adalah sebesar Rp500/harga starter pack, yang mana jelas berbeda dengan nilai diskon promosi pulsa yang tercantum pada Invoice dan Faktur Pajak. Setelah membeli dari Pemohon Banding, distributor menjual kartu perdana ke outlet-outlet dan kemudian outlet-outlet menjual kartu perdana tersebut kepada pelanggan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c)
bahwa hubungan kontraktual yang sama antara Pemohon Banding dan distributor mengenai distribusi voucher isi ulang. Dalam hal ini, Pemohon Banding menjual voucher isi ulang ke distributor. Kemudian distributor menjual ke outlet-outlet dan outlet-outlet menjual kepada pelanggan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d)
bahwa terkait dengan praktek pencantuman angka “pulsa promosi” pada Faktur Pajak yang dikeluarkan kepada distributor pada saat penjualan kartu perdana, Pemohon Banding telah berkali-kali memberikan penjelasan baik secara lisan dan tulisan bahwa tujuan pencantuman tersebut hanyalah bersifat “disclosure” saja dan Pemohon Banding sudah tidak melakukannya lagi di tahun berikutnya (tahun 2012). Seperti tertuang pada dokumen yang disebut pada poin 1 sampai dengan 3 di atas, pulsa promosi diberikan kepada pelanggan bukan kepada distributor. Pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor, kartu perdana tersebut belum dibeli dan diaktivasikan oleh pelanggan sehingga tentunya tidak ada pemberian atau penyerahan pulsa promosi pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor karena belum ada pelanggan yang membeli kartu perdana apalagi yang melakukan isi ulang sesuai dengan ketentuan promo;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
e)
bahwa angka “estimasi” pulsa promosi yang terdapat dalam Faktur Pajak dan faktur komersial (yang disimpulkan oleh Terbanding sebagai bukan estimasi) merujuk pada kartu perdana yang dijual kepada distributor (yang kemudian akhirnya dibeli pelanggan) dan kartu perdana tersebut berisi nomor telepon. Dari nomor telepon tersebut dapat ditelusuri dalam sistem IT Pemohon Banding (dimana Terbanding menyimpulkan bahwa sistem IT Pemohon Banding memiliki sistem internal kontrol yang baik dan menghasilkan informasi yang handal) untuk menunjukkan kapan pelanggan melakukan isi ulang dan jumlah pulsa yang pelanggan dapatkan ketika isi ulang yang terdiri dari pulsa pokok dan pulsa promosi, serta jumlah pulsa yang digunakan oleh Pelanggan. Keseluruhan penjelasan atas proses dan data atas hal ini sudah Pemohon Banding berikan seperti berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
f)
bahwa dari dokumen-dokumen di atas misalnya laporan harian “Top Line” kepada manajemen Pemohon Banding.

Dokumen ini berisi di antaranya adalah laporan harian pemakaian “aktual” pulsa promosi, yang tentunya tidak dapat diabaikan begitu saja dalam menyimpulkan bahwa angka pulsa promosi yang di Faktur Pajak “terbukti bukan estimasi;” Laporan Top Line ini diambil dari sistem IT Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
g)
bahwa Terbanding juga telah melakukan testing atas integritas dan keandalan data dan sistem IT Pemohon Banding dan juga telah melakukan check atas fasilitas IT Pemohon Banding, restorasi data dari “tape”, menyaksikan demonstrasi secara “live” atas pengambilan data isi ulang dan pulsa promosi dan melakukan “testing” atas tanggal-tanggal tertentu secara “live” dan ini menghasilkan angka-angka yang akurat mengenai jumlah pulsa promosi yang sebenarnya diberikan kepada pelanggan. Demonstrasi dan testing ini seharusnya dimaksudkan untuk memberikan bukti-bukti berapa jumlah pulsa promosi yang sebenarnya diberikan kepada pelanggan sesuai dengan dokumen-dokumen tersebut di atas. Jumlah pulsa promosi yang sebenarnya ini dapat ditelusuri kembali ke jumlah pulsa promosi yang tercantum dalam Faktur Pajak berdasarkan nomor telepon dari kartu perdana itu sendiri;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
h)
bahwa Pemohon Banding pun telah memberikan 100% rekonsiliasi antara angka “estimasi” yang tercantum di Faktur Pajak dan faktur komersial yang dikeluarkan pada saat penjualan kartu perdana dengan angka pulsa promosi yang tercatat dalam sistem IT Pemohon Banding. Rekonsiliasi ini didasarkan atas nomor telepon kartu perdana yang dijual kepada distributor yang kemudian setelah dibeli oleh pelanggan, pelanggan tersebut melakukan isi ulang pulsa dan mendapatkan pulsa promosi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
i)
bahwa Pemohon Banding pun memberikan semua data isi ulang kepada Terbanding dimana Terbanding dapat menelusuri balik nomor kartu perdana yang melakukan isi ulang kepada nomor kartu perdana yang mendasari nilai “estimasi” dalam faktur komersial dan Faktur Pajak yang dikeluarkan kepada distributor pada saat penjualan kartu perdana tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
j)
bahwa berdasarkan simulasi proses penerbitan Invoice dan Faktur Pajak pada saat kunjungan Terbanding (Tim Pemeriksaan Tujuan Lain) tanggal 20 Januari 2014, penerbitan Invoice dan Faktur Pajak Pemohon Banding dilakukan secara sistematis melalui sistem SAP. Dari simulasi tersebut, seharusnya jelas bagi Terbanding bahwa sistem SAP tersebut telah diprogram sehingga ketika terdapat penjualan kartu perdana promo, sistem SAP akan secara otomatis mencantumkan nilai estimasi maksimum yang mungkin diberikan sebanyak jumlah kartu perdana yang dijual dikali dengan nilai maksimum promosi pulsa yang dapat diberikan (misalnya: dijual kartu perdana promo sebanyak 1000 unit, dengan demikian nilai promosi pulsa yang tercantum adalah 1000 x Rp300.000,00 = Rp300.000.000). Dengan kata lain, pencantuman nilai promosi pulsa maksimum pada SAP adalah nilai estimasi, karena sistem SAP tersebut telah di-design untuk mengakomodasi pencantuman promosi pulsa terkait penjualan kartu perdana. Seharusnya dengan melihat pola dari nilai promosi pulsa yang tercantum pada Faktur Pajak, seharusnya Peneliti dapat memahami hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
 
 
bahwa sangat tidak mungkin kartu perdana yang bernilai Rp2.000/unit mendapat promosi pulsa sebesar Rp300.000. Tentu saja Pemohon Banding sebagai perusahaan yang berorientasi untuk memperoleh profit tidak akan secara cuma-cuma memberikan diskon melebihi harga jual;
 
 
 
 
 
bahwa sangat tidak mungkin seluruh pelanggan Pemohon Banding melakukan pengisian ulang sebesar Rp100.000,00 sampai dengan 10x dalam jangka waktu 3 bulan setelah melakukan aktivasi. (Note: Kedaluwarsa Promosi Pulsa 3 bulan sejak pengaktifan, bukan 1 tahun);
 
 
 
 
 
bahwa sangat tidak mungkin terjadi penyerahan promosi pulsa ke seluruh pelanggan Pemohon Banding dalam 1 tahun dengan nilai yang sama sementara sudah jelas bahwa skema promosi pulsa tersebut telah diatur syarat dan kondisinya tergantung nilai isi ulang yang dilakukan pelanggan dalam arti kata lain apakah mungkin seluruh pelanggan Pemohon Banding melakukan pengisian ulang pulsa dengan nilai yang sama selama 1 tahun;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
k)
bahwa sifat dari angka “pulsa promosi” yang terdapat dalam SAP yang berupa “master file” dan bukan “transaction file” juga tidak dipertimbangkan. Dalam hal ini, “master file” SAP tersebut berisi formula yang tidak berubah (fixed), di mana untuk setiap penjualan satu kartu perdana, SAP akan menghitung secara otomatis pulsa promosi sebesar 10 x Rp30.000,00 untuk setiap kartu perdana yang dijual kepada distributor, dimana 10 merupakan jumlah isi ulang (berapa kali isi ulang) dan Rp30.000,00 merupakan jumlah promosi pulsa untuk isi ulang sebesar Rp100.000,00 atau lebih. Angka ini kemudian mendasari angka pulsa promosi yang tercantum dalam Faktur Pajak dan faktur komersial yang diterbitkan kepada distributor. Apabila angka ini dianggap bukan estimasi maka hal ini berarti bahwa selama tahun 2011, seluruh pelanggan Pemohon Banding melakukan isi ulang minimal Rp100.000,00 selama 10 kali selama masa aktif yaitu 3 bulan setelah aktivasi kartu perdana dan selalu mendapat pulsa bonus sebesar Rp30.000,00 untuk setiap isi ulang. Di lain pihak Terbanding telah mengetahui bahwa berdasarkan sistem IT Pemohon Banding (yang telah dicek keandalannya oleh Terbanding), hanya sebagian kecil saja pelanggan melakukan isi ulang sebesar atau di atas Rp100.000,00. Selain itu, berdasarkan simulasi pada tanggal 20 Januari 2014, jelas bahwa pencatatan pulsa promosi pada SAP terjadi pada saat penerbitan Invoice atas penjualan starter pack promo ke distributor, di mana pada saat itu, starter pack yang dijual tersebut belum aktif sehingga pulsa promosi tersebut tidak akan tercatat dalam Sistem IT Pemohon Banding (CDR). Dengan demikian, semakin memperjelas bahwa angka yang tercantum pada Faktur Pajak merupakan angka estimasi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
l)
bahwa setidak-tidaknya, Terbanding dapat mempertimbangkan bahwa dapat dibuktikan bahwa untuk setiap kartu perdana yang dijual kepada distributor (yang teridentifikasi dari nomor telepon kartu perdana tersebut) akan terdapat dua angka “pulsa promosi” pada tahun 2011 yaitu:
 
 
 
 
 
bahwa angka “pulsa promosi” yang tertera di Faktur Pajak dan faktur komersial pada saat kartu perdana tersebut dijual, dimana angka ini mencerminkan 10 kali isi ulang dengan setiap kali isi ulang selalu Rp100.000,00 atau lebih dan selalu mendapat pulsa promosi sebesar Rp30.000. Angka-angka ini tidak dihasilkan dari proses isi ulang tetapi hasil dari formula yang ada dalam “master file” formula di SAP;
 
 
 
 
 
bahwa angka isi ulang dan angka “pulsa promosi” yang terdapat dalam sistem IT Pemohon Banding (setelah pelanggan tersebut membeli kartu perdana, membeli voucher isi ulang, melakukan isi ulang dan memperoleh pulsa, baik pulsa utama maupun pulsa promosi) beserta ringkasan dan perinciannya dalam setahun telah Pemohon Banding sampaikan kepada Terbanding Keberatan. Bahwa data yang diperoleh dari sistem IT tersebut mencerminkan isi ulang yang bervariasi dan pulsa promosi yang bervariasi pula sesuai dengan mekanisme pulsa promosi yang diumumkan dan ditawarkan dalam paket promosi yang disebarkan kepada pelanggan. Misalnya, apabila isi ulang Rp10.000, maka pelanggan dengan nomor telepon tersebut mendapat pulsa Rp12.000,00 yang terdiri dari pulsa pokok Rp10.000,00 dan pulsa promosi Rp2.000 dan sebagainya. Angka-angka ini berasal dari pengisian ulang yang dilakukan pelanggan yang tercatat dalam sistem IT Pemohon Banding. Sistem IT itu sendiri telah disimpulkan handal oleh Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
m)
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut pendapat Pemohon Banding sudah jelas bahwa angka pulsa promosi yang tercantum dalam Faktur Pajak dan faktur komersial adalah estimasi saja. Adalah tidak masuk akal dan tidak didukung oleh data yang ada apabila angka pulsa promosi yang terdapat di Faktur Pajak dianggap sebagai “terbukti bukan estimasi” sebagaimana kesimpulan Terbanding. Jadi Pemohon Banding sangat tidak mengerti dengan kesimpulan Terbanding dengan menganulir begitu saja seluruh proses pembuktian baik dari segi IT sistem maupun penelusuran dari pulsa promosi aktual ke pulsa promosi estimasi yang telah dilakukan secara mendalam, memakan waktu dan energi baik bagi Pemohon Banding maupun Terbanding yang dibantu oleh tim Pemeriksa khusus baik IT maupun non IT dan dilakukan dengan iktikad baik untuk menghitung berapa seharusnya PPN yang terhutang kepada negara menurut peraturan perundangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
n)
bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan alasan Terbanding yang menyatakan bahwa penyerahan pulsa promosi telah terjadi pada saat penerbitan Faktur Pajak dengan alasan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
bahwa dokumen dan bukti-bukti yang disebutkan dan dijelaskan di atas seharusnya membuktikan bahwa angka pulsa promosi yang tercantum di Faktur Pajak adalah angka estimasi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa dasar hukum Terbanding merujuk kepada Pasal 13 ayat (4) PP Nomor 24 Tahun 2002 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 143 Tahun 2000 di mana peraturan pemerintah ini merujuk kepada Undang-Undang PPN. Sengketa ini terkait dengan Tahun Pajak 2011, yang mana seharusnya Terbanding merujuk kepada Undang-Undang PPN yang berlaku untuk Tahun 2011;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 1 angka 5 dari Undang-Undang PPN, menjelaskan definisi Jasa sebagai berikut:
“Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;”
           
          bahwa berdasarkan definisi tersebut, jasa yang dimaksud dalam Undang-Undang PPN adalah yang didasarkan pada suatu “perikatan” atau “perbuatan hukum;” Pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor, tidak ada perikatan atau perbuatan hukum antara Axis dan pelanggan (pelanggan belum membeli kartu perdana apalagi melakukan isi ulang). Perikatan atau perbuatan hukum yang menjadikan fasilitas, kemudahan atau ketersediaan hak untuk memakai timbul setelah pelanggan membeli kartu perdana dimana dalam perikatan atau perbuatan hukum tersebut, pelanggan hanya akan mendapat pulsa promosi apabila pelanggan melakukan isi ulang dalam jumlah tertentu (sesuai dengan apa yang dipromosikan oleh Pemohon Banding) dan pulsa promosi tersebut hanya dapat dipakai dalam waktu sebelum kedaluwarsa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat penjualan kartu perdana ke distributor tidak ada penyerahan jasa atau penyerahan pulsa promosi. Penyerahan jasa atau penyerahan pulsa promosi baru akan terjadi pada saat pulsa promosi tersebut digunakan oleh pelanggan Pemohon Banding setelah mereka melakukan pengisian ulang. Adapun konsep penyerahan jasa telekomunikasi telah Pemohon Banding uraikan sebelumnya di atas. Apabila distributor dianggap sebagai pelanggan, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai sehubungan dengan pulsa promosi baru akan diberikan apabila distributor melakukan isi ulang (setelah membeli voucher isi ulang) karena memang sifat dari pulsa promosi ini adalah “conditional”, yaitu diberikan apabila pelanggan melakukan isi ulang dalam jumlah tertentu;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
o)
bahwa seperti yang telah Pemohon Banding uraikan di atas, Terbanding seharusnya mempertimbangkan data dan fakta-fakta yang Pemohon Banding berikan sebagai bukti bahwa angka pulsa promosi yang tercantum dalam Faktur Pajak dan faktur komersial adalah angka estimasi maksimal. Dengan demikian pada dasarnya pencantuman dua angka promosi (+ dan -) yang menghasilkan angka “0” bukan berarti ada pulsa promosi yang diberikan secara cuma-cuma pada saat Faktur Pajak yang diterbitkan atas penjualan kartu perdana kepada distributor. Angka tersebut adalah hanyalah untuk kebutuhan “disclosure” saja dan seperti yang yang telah Pemohon Banding uraikan di atas termasuk landasan hukumnya mengenai penerbitan Faktur Pajak tidak ada satu aturan pun yang dilanggar karena jumlah PPN yang dipungut pada saat penjualan kartu perdana sudah benar dan tidak ada persyaratan formal yang terlanggar;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
p)
bahwa Terbanding mengutip hasil wawancara dalam Berita Acara Nomor BA-2589/WPJ.07/BD.05/2013 yang mengindikasikan karyawan Pemohon Banding yang menyetujui bahwa pulsa promosi dikenakan PPN dan dihubungkan dengan pencantuman estimasi pulsa promosi pada Faktur Pajak sebagai diskon telah mengabaikan konteks keseluruhan dalam wawancara tersebut. Jawaban tersebut adalah merujuk pada diskon aktual di mana diberikan contoh, jual barang 12.000 tapi uang yang diterima adalah 10.000, maka diskonnya adalah 2.000 (jelas karyawan yang menjawab dalam hal ini tidak merujuk pada diskon estimasi tetapi merujuk pada diskon pada saat isi ulang oleh pelanggan). Dalam hal ini, karyawan tersebut menyetujui dikenakan PPN apabila PPN tersebut dikenakan atas pulsa promosi aktual sebagai iktikad baik saja dan bukan untuk menyatakan bahwa telah terjadi pemberian pulsa promosi pada saat Faktur Pajak dibuat pada saat penjualan kartu perdana kepada distributor. Dengan demikian keterangan atau jawaban ini tidak dapat dijadikan salah satu alasan untuk menyimpulkan bahwa pengkategorian pulsa promosi sebagai diskon di Faktur Pajak yang dikeluarkan pada saat penjualan kartu perdana ke distributor tidak tepat. Menurut pendapat Pemohon Banding, untuk menentukan apakah Faktur Pajak tersebut sesuai atau tidak dengan peraturan perpajakan yang berlaku, seharusnya Tim Peneliti cukup menelaah apakah ada aturan perpajakan mengenai penerbitan Faktur Pajak ada yang terlanggar apabila dicantumkan nilai pulsa promosi estimasi maksimal yang tidak mempengaruhi nilai DPP PPN. Pemohon Banding telah ulas di atas bahwa menurut analisis Pemohon Banding atas tata cara pembuatan Faktur Pajak, tidak ada ketentuan yang terlanggar dalam penerbitan Faktur Pajak yang dilakukan oleh Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
q)
bahwa Pemohon Banding juga keberatan dengan Terbanding yang menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak dapat menyampaikan data atas pemakaian aktual pulsa promosi. Data pemakaian aktual pulsa promosi selama 1 tahun telah Pemohon Banding sampaikan pada tanggal 25 Oktober 2013;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
r)
bahwa selain itu, Terbanding juga menyatakan bahwa data yang disampaikan Pemohon Banding berupa detail pemberian pulsa promosi kepada pelanggan tidak relevan dengan dasar koreksi Terbanding yang berdasarkan pemberian pulsa promosi kepada distributor. Atas hal ini, sekali lagi Pemohon Banding sampaikan bahwa terdapat bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa pemberian pulsa promosi itu ditujukan kepada pelanggan, bukan kepada distributor (fakta ini telah diabaikan oleh Terbanding) dan Terbanding sendiri telah melakukan penelusuran atas pemberian pulsa promosi aktual ke angka pulsa promosi estimasi yang ada di Faktur Pajak berdasarkan nomor telepon kartu perdana. Pemohon Banding telah uraikan hal ini dengan panjang lebar di atas, antara lain, syarat pemberian pulsa promosi ini tidak tercantum dalam Kontrak antara Pemohon Banding dengan Distributor, tetapi persyaratan tersebut tercantum dalam sampul package kartu perdana (yang mana kartu perdana ini disebarkan dan ditawarkan kepada pelanggan Pemohon Banding, bukan kepada Distributor). Dengan demikian, jelas bahwa data yang diserahkan oleh Pemohon Banding atas pemberian promosi pulsa kepada pelanggan sangat relevan dan jelas bahwa kedua hal tersebut (antara pulsa promosi estimasi di Faktur Pajak dan pulsa promosi yang diberikan ke pelanggan setelah isi ulang) saling terkait dan seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
s)
bahwa untuk membuktikan bahwa data yang diserahkan Pemohon Banding akurat, tepat dan dapat diandalkan, Terbanding (Tim Pemeriksa Tujuan Khusus beserta Tim Penelaah Keberatan), didampingi oleh Tim IT Kantor Pajak (Tim Keberatan DJP) telah melakukan 3 kali kunjungan besar ke kantor Pemohon Banding untuk melaksanakan demo penarikan data dari CDR Axis secara langsung, sampai dengan proses penerbitan Invoice dan Faktur Pajak. Ketiga kunjungan tersebut dilaksanakan pada tanggal sebagai berikut:
 
 
 
 
 
Tanggal 14 November 2013-Demo proses Restorasi, penarikan data dari Database di Menara DEA
 
 
 
 
 
 
bahwa pada proses ini, Tim Keberatan DJP telah memilih 1 tanggal tertentu sebelumnya dan menyaksikan secara langsung proses penarikan data dari Database Axis atas tanggal yang dipilih tersebut sampai menghasilkan total promosi pulsa yang diberikan pada tanggal yang dipilih tersebut;

bahwa hasil dari proses restorasi ini 100% akurat, sesuai dengan summary data yang diserahkan Axis;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tanggal 4 Desember 2013-Demo proses Restorasi, dimulai dari penarikan data dari Tape sampai ke Database di Menara Citra Graha dan Menara DEA
 
 
 
 
 
 
bahwa pada proses ini, Tim Keberatan DJP memilih Tape di Menara Citra Graha, dimana Tape tersebut akan di-restore ke Database Axis. Tim Keberatan DJP memilih tanggal yang akan di-test pada hari yang sama.

Setelah pemilihan Tape, Tim Keberatan DJP menuju ke Menara DEA untuk melakukan proses restorasi (seperti pada poin a) atas tanggal yang baru dipilih tersebut;
 
bahwa hasil dari proses restorasi ini 100% akurat, sesuai dengan summary data yang diserahkan Axis;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tanggal 20 Januari 2014-Demo proses penerbitan Invoice dan Faktur Pajak dengan sistem SAP di Menara DEA
 
 
 
 
 
 
bahwa pada kunjungan ini, Tim Pemeriksa Tujuan Khusus menyaksikan secara langsung proses pembuatan Invoice dan Faktur Pajak dari sistem SAP, di mana dalam proses tersebut, jelas bahwa sistem SAP Axis yang menampilkan nilai maksimal promosi pulsa yang mungkin diberikan kepada Pelanggan Axis (bukan kepada Distributor, walaupun Faktur Pajak ditujukan kepada Distributor). Nilai maksimal promosi pulsa yang tercantum pada Faktur Pajak ini diperoleh dari jumlah starter pack yang dijual dikali dengan nilai maksimal pemberian promosi pulsa per starter pack (i.e. Rp300.000/starter pack);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
t)
bahwa terkait dengan “inkonsistensi” data yang dimaksud Terbanding dalam hal frekuensi dan jumlah total pemberian bonus pulsa, Pemohon Banding telah memberikan penjelasan baik secara lisan (pada saat pemenuhan undangan dari Tim Keberatan DJP di Kantor DJP pada tanggal 26 November 2013) maupun tertulis (berdasarkan email tanggal 27 November 2013 dan 6 Desember 2013). Bahwa inkonsistensi data tersebut terjadi dikarenakan adanya promo lain yang dilakukan Pemohon Banding pada tahun 2011 (selain promo atas kartu perdana) dan pemberian pulsa apabila terdapat keluhan (complain) dari Pelanggan. Bahwa selama diskusi, Terbanding telah memahami hal-hal tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
u)
bahwa selain itu, dikarenakan promosi pulsa ini berkaitan dengan dengan pengisian ulang pulsa (reload) yang dilakukan Pelanggan, sesuai permintaan, Axis telah menyerahkan data reload selama tahun 2011 kepada Tim IT DJP melalui Tim Pemeriksa Tujuan Khusus. Axis juga telah menyandingkan setiap reload (sekitar 15.000.000 transaksi reload) dengan nilai promosi pulsa yang diperoleh untuk setiap transaksi reload;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
v)
bahwa dengan Terbanding yang menolak seluruh permohonan Keberatan Pemohon Banding, Terbanding telah mengabaikan hasil demo proses restorasi yang nyata-nyata menghasilkan angka yang akurat. Bahkan Terbanding menyatakan bahwa sistem Commvault Axis tidak dapat digunakan, padahal hasil demo restorasi yang disaksikan oleh Tim Keberatan DJP menyatakan sebaliknya;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Koreksi Pajak Masukan yang Tidak Dapat Diperhitungkan dengan Nilai Dasar Pengenaan Pajak Sebesar Rp111.139.175,00
 
 
i.
Menurut Terbanding
 
 
 
bahwa Terbanding melakukan koreksi positif atas Pajak Masukan yang tidak dapat diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00 dengan alasan terdapat biaya yang dikeluarkan untuk sewa, pemeliharaan kendaraan yang digunakan untuk pegawai tertentu sehingga Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang PPN dan atas pengeluaran tersebut merupakan sewa kendaraan berupa sedan dan station wagon Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ii.
Alasan Pemohon Banding
 
 
 
bahwa koreksi sebesar Rp111.139.175,00 terdiri dari sewa kendaraan dengan rincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas kredit Pajak Masukan sebesar Rp111.139.175,00. Adapun koreksi sebesar Rp111.139.175,00 merupakan PPN atas sewa kendaraan operasional perusahaan dari vendor PT Serasi Autoraya yang jenis kendaraannya bukan merupakan sedan dan station wagon;

bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN, mengatur bahwa:
“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
 
 
 
c.
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, hanya kendaraan berupa sedan dan station wagon yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan sebagai PPN Masukan. Bahwa jenis kendaraan yang disewa Pemohon Banding dari vendor PT Serasi Autoraya tersebut adalah jenis minibus (Avanza, Xenia dan Innova) dan tidak termasuk jenis sedan maupun station wagon sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN sehingga seharusnya PPN Masukannya dapat dikreditkan;

bahwa atas penjelasan Pemohon Banding tersebut di atas, sejumlah Rp111.139.175,00 merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sehingga koreksi Terbanding seharusnya dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
D.
Perhitungan Pajak Menurut Pemohon Banding
 
bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tersebut di atas, maka Pemohon Banding mohon kepada Pengadilan Pajak agar banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya dengan penghitungan pajak yang seharusnya terutang adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-69565/PP/M.XIB/16/2016, tanggal 30 Maret 2016, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
MENGADILI
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-862/WPJ.07/2014 tanggal 25 April 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011 Nomor 00252/207/11/058/13 tanggal 10 Juni 2013, atas nama: PT Axis Telekom Indonesia c.q. PT XL Axiata, Tbk, NPWP 02.015.460.5-058.000 c.q. 01.345.276.8-092.000, beralamat di Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot E4-7 Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan, Kuningan Timur, Jakarta 12950 (dahulu beralamat di Menara Axis Dea Tower Complex, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan Barat Kav. E.4.3 Nomor 2, Kuningan Timur, Jakarta 12950) sehingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011, dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-69565/PP/M.XIB/16/2016, tanggal 30 Maret 2016, diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal 20 April 2016, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2357/PJ./2016, tanggal 17 Juni 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 18 Juli 2016, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 21 April 2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 19 Mei 2017;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
 
1.
Koreksi positif Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti, dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.69565/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 30 Maret 2016 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
 
1.
Bahwa koreksi positif Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00 berasal dari terdapatnya Pajak Masukan terkait perolehan mobil Avanza, Xenia, dan Innova yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali merupakan station wagon sehingga Pajak Masukan yang disengketakan tidak dapat dikreditkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali mengajukan permohonan Keberatan dengan alasan bahwa mobil terkait Pajak Masukan yang disengketakan bukan merupakan station wagon, melainkan merupakan minibus;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Dengan demikian sengketa Peninjauan Kembali ini merupakan sengketa yang bersifat yuridis fiskal, terdapat perbedaan apakah mobil yang disewa oleh Termohon Peninjauan Kembali, yang Pajak Masukan atasnya disengketakan, merupakan station wagon atau minibus;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
 
 
4.1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:

Pasal 76
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).

Pasal 78
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.

Pasal 84 ayat (1)
Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
 
 
 
f.
pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN):

Pasal 9 ayat (8)
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
 
 
 
c.
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.3.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Angkutan Sewa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas pokok sengketa Peninjauan Kembali ini sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo antara lain berbunyi sebagai berikut:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN, mengatur bahwa: "Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
 
 
c.
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;"
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, hanya kendaraan berupa sedan dan station wagon yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan sebagai PPN Masukan;

bahwa jenis kendaraan yang disewa Pemohon Banding dari vendor PT Serasi Autoraya tersebut adalah jenis minibus (Avanza, Xenia, dan Innova) dan tidak termasuk jenis sedan maupun station wagon sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN, sehingga PPN Masukannya dapat dikreditkan;

bahwa atas hal tersebut di atas, Pajak Masukan sejumlah Rp111.139.175,00 merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sehingga koreksi Terbanding dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.69565/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 30 Maret 2016 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Bagian V angka 5 di atas dengan alasan sebagai berikut:
 
 
6.1.
Bahwa berdasarkan alasan banding dan pertimbangan Majelis Hakim, mobil berjenis Avanza, Xenia, dan Innova yang atas Pajak Masukannya disengketakan bukan merupakan station wagon sebagaimana dasar koreksi Pemohon Peninjauan Kembali, melainkan minibus;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.2.
Bahwa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian minibus adalah sebagai berikut:

kendaraan bus yang ukurannya lebih kecil dari bus pada umumnya sehingga jumlah penumpang yang dapat diangkutnya juga lebih sedikit;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.3.
Bahwa pengertian station wagon berdasarkan Pasal 1 angka 8 huruf c Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 mengatur sebagai berikut:
Station wagon adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (mempunyai kepala, tidak mempunyai bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 3, 4 atau 5 pintu), di mana tempat barang tersebut ditutup dengan sistem hatchback dan atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat duduk maksimum 8 (delapan) orang, tidak termasuk pengemudi (contoh gambar 3);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.4.
Bahwa berdasarkan pengertian tersebut di atas, penggolongan kendaraan yang disengketakan sebagai minibus menurut Termohon Peninjauan Kembali dan Majelis Hakim pada dasarnya dapat meliputi juga pengertian station wagon karena pengertian minibus lebih bersifat luas dan umum, sedangkan pengertian station wagon lebih bersifat spesifik dan khusus;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.5.
Bahwa dengan demikian, penggolongan kendaraan yang disengketakan sebagai minibus tersebut tidak dapat serta merta mengabaikan pengertian station wagon berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.6.
Bahwa sebagai pertimbangan, berdasarkan contoh gambar station wagon pada situs Wikipedia adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa gambar model pertama di atas adalah sedan yang memiliki 3 bagian ruang (ruang mesin, kabin penumpang, dan bagasi barang), model kedua adalah station wagon yang memiliki 2 bagian ruang (ruang mesin dan kabin penumpang/barang), dan model ketiga adalah hatchback;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.7.
Bahwa berdasarkan penjelasan dalam situs Wikipedia tersebut, station wagon adalah varian sedan dengan perpanjangan atap ke arah belakang meliputi ruang penumpang/barang dan akses daerah belakang tidak dengan tutup bagasi, melainkan dengan pintu tambahan (pintu ke-3 atau ke-5);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.8.
Bahwa secara umum dalam dokumen-dokumen publik, kendaraan yang disengketakan lazimnya dikategorikan sebagai station wagon, sebagai contoh antara lain sebagaimana terdapat dalam:
 
 
 
a.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KM.6/WKN.09/2013 tentang Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia c.q. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak Dan Gas Bumi Cepu;
 
 
 
b.
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 144 Tahun 2008 tentang Status Penggunaan Barang Milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada Badan/Dinas/Biro/UPTDi Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
 
 
 
c.
Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Jombang Tahun 2014 dan 2013;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.9.
Bahwa berdasarkan uraian di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa kendaraan merk Avanza, Xenia dan Innova adalah kendaraan station wagon sebagaimana dimaksud dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN dengan pertimbangan sebagai berikut:
 
 
 
a.
Bahwa penggolongan kendaraan yang disengketakan sebagai minibus menurut Termohon Peninjauan Kembali dan Majelis Hakim pada dasarnya dapat meliputi juga pengertian station wagon sehingga penggolongan tersebut tidak dapat serta merta mengabaikan pengertian station wagon berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001;
 
 
 
b.
Bahwa secara umum dalam dokumen-dokumen publik, kendaraan yang disengketakan lazimnya dikategorikan sebagai station wagon;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa kendaraan yang disengketakan termasuk dalam pengertian station wagon sehingga Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.10.
Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas telah jelas bahwa koreksi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali atas Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00 sudah tepat karena Pajak Masukan yang disengketakan atas sewa kendaraan berupa station wagon tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amar pertimbangan dan amar putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi atas Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00, tidak sesuai dan bertentangan dengan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN, sehingga melanggar ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dan oleh karenanya diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.69565/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 30 Maret 2016 harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.69565/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 30 Maret 2016 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-862/WPJ.07/2014 tanggal 25 April 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011 Nomor 00252/207/11/058/13 tanggal 10 Juni 2013, atas nama: PT Axis Telekom Indonesia c.q. PT XL Axiata, Tbk, NPWP 02.015.460.5-058.000 c.q. 01.345.276.8-092.000, beralamat di Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Lot E4-7 Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan, Kuningan Timur, Jakarta 12950 (dahulu beralamat di Menara Axis Dea Tower Complex, Kawasan Mega Kuningan, Jalan Mega Kuningan Barat Kav. E.4.3 Nomor 2, Kuningan Timur, Jakarta 12950), sehingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011, dihitung kembali menjadi sebagaimana tersebut di atas (halaman 2), adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-862/WPJ.07/2014, tanggal 25 April 2014, mengenai keberatan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak Februari 2011, Nomor 00252/207/11/058/13, tanggal 10 Juni 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.015.460.5-058.000 c.q. 01.345.276.8-092.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp61.224.046.120,00 adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp111.139.175,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa Koreksi Positif Pajak Masukan sebesar Rp111.139.175,00 yang telah dilakukan pemeriksaan, pengujian dan diputus serta diberikan pertimbangan hukum oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan atas Putusan Pengadilan Pajak a quo, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp61.224.046.120,00 dengan perincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 14 November 2017, oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Is Sudaryono, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Dr. H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1994/B/PK/PJK/2017