|
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
|
1.
|
Dadang Suwarna, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
2.
|
Dayat Pratikno, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
3.
|
Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
4.
|
Dhiyah Rosalina, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
|
|
|
|
|
|
|
Keempatnya beralamat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-3022/PJ./2015 tanggal 1 September 2015;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
|
|
|
|
|
|
|
|
MELAWAN
|
|
|
|
|
|
|
|
PT. LAING OROURKE INDONESIA, berkedudukan di Wisma GKBI Lantai 39 Suite 12 Jalan Jenderal Sudirman Nomor 28, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat;
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 18 Mei 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
|
RINGKASAN POSITA BANDING
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan permohonan Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 30 November 2012 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009;
|
|
Ketentuan Formal:
|
Permohonan Banding ini Pemohon Banding ajukan sesuai dengan:
|
1.
|
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut "Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan"), menyatakan sebagai berikut:
"Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan ....";
Selanjutnya Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut "Undang-Undang Pengadilan Pajak") menyatakan sebagai berikut:
"Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak";
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
"Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut";
Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan";
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)";
Pemohon Banding mengajukan permohonan Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 30 November 2012 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 dan atas kekurangan pembayaran pajak telah dilunasi berdasarkan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Keputusan Terbanding Nomor KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 30 November 2012, kemudian Pemohon Banding mengajukan banding melalui surat Pemohon Banding ini. Dengan demikian pengajuan surat permohonan Banding ini masih dalam jangka waktu yang disyaratkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak karena masih dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya Surat Keputusan Keberatan yang diajukan Banding;
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh undang-undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
|
|
|
|
|
|
|
|
Perhitungan Keputusan Penolakan Permohonan Keberatan:
Perhitungan menurut Keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
Koreksi Terbanding dan Pokok Sengketa;
|
Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan koreksi positif sebesar Rp8.265.479.845,00 berasal dari koreksi Peredaran Usaha yang bersifat final sebesar USD869,867.00;
|
|
|
|
|
|
|
|
Alasan Banding:
|
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dan mengajukan banding atas koreksi Terbanding tersebut di atas dengan alasan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
Menurut Pemohon Banding:
|
Koreksi Pemeriksa atas Objek Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) sebesar USD869,867.00 berasal dari koreksi peredaran usaha, yang merupakan merupakan akibat dan perubahan jumlah dalam akun Pemohon Banding, yaitu akun "Revenue Effect Bontang";
Perusahaan Pemohon Banding sejak tanggal 20 Februari 2006 perusahaan Pemohon Banding mengikat perjanjian Joint Operation Agreement dengan pihak PT. Petrosea, Tbk untuk mendirikan Kerja Sama Operasi ("KSO") dengan nama Petrosea-LOR Indonesia Joint Operation ("PLIJO");
Secara pembukuan, Pemohon Banding melakukan perhitungan Penghasilan Final yang akan diperoleh dan KSO yang menjadi porsi perusahaan, berdasarkan ketentuan tersebut, Pemohon Banding mencatat Pendapatan Final dan bukti potong yang merupakan porsi Penghasilan Final perusahaan dan KSO untuk Tahun 2009 ialah sebesar USD10,298,929.62 dengan detail sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
Adapun koreksi Terbanding yang menggunakan jurnal penyesuaian dalam melakukan penghasilan final yang semula diperkirakan sebesar USD11,168,797.00 karena masih merupakan perkiraan sedangkan jumlah seharusnya adalah USD10,298,929.62. Penyesuaian yang Pemohon Banding lakukan telah sesuai dengan prinsip perpajakan untuk PPh Final untuk Jasa Konstruksi yang menganut prinsip "Cash Basis";
Dengan demikian, maka koreksi atas Peredaran Usaha yang dilakukan Terbanding harus dibatalkan;
Perhitungan Yang Seharusnya Menurut Pemohon Banding;
Perhitungan yang seharusnya menurut Pemohon Banding adalah:
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 18 Mei 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011, atas nama: PT. Laing Orourke Indonesia, NPWP: 01.070.933.5-059.000, beralamat di Wisma GKBI Lt. 39 Suite 12 Jalan Jendral Sudirman No. 28, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat sehingga besarnya Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 dihitung kembali sebagaimana perhitungan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 18 Mei 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 12 Juni 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-3022/PJ./2015 tanggal 1 September 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 4 September 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 4 September 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 24 Juni 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak mengajukan Jawaban sesuai surat yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut Nomor: TKM-53/PAN.Wk/2016 tanggal 10 Februari 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
|
|
|
|
|
|
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
I.
|
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
|
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2) Rp8.265.479.845,00, yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
II.
|
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
|
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 18 Mei 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
|
|
1.
|
Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 26 sampai dengan halaman 27, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa sengketa yang terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp8.265.479.845,00, (Jumlah Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding sebesar Rp116.602.757.351, sedangkan menurut Pemohon Banding sebesar Rp108.337.277.506,00), yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel Nilai Sengketa atas Dasar Pengenaan Pajak
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa berdasarkan Surat Uraian Banding a quo alasan Terbanding melakukan Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp8.265.479.845,00 pada pokoknya sebagai berikut;
|
|
|
◾ |
Koreksi objek PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dilakukan oleh Pemeriksa adalah terkait koreksi peredaran yang bersifat final sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
◾ |
Atas koreksi sebesar USD869.867,38 tersebut di atas kemudian dikurskan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan Kurs Menteri Keuangan per tanggal 31 Desember 2009 sebesar Rp9.502,00 per USD1.00 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1397/KM.1/2009 tanggal 28 Desember 2009. Sehingga Koreksi objek PPh Pasal 4 ayat (2) adalah sebesar Rp8.265.479.845,00 (Rp9.502,00/USD1.00 x USD869,867.38);
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
◾ |
Bahwa Pemohon Banding melaporkan penghasilan yang bersifat final sebesar USD10,298,929.62 dengan asumsi bahwa Pemohon Banding hanya melaporkan obyek PPh Pasal 4 Ayat (2) berdasarkan bukti potong yang diterbitkan ketika terjadi pembayaran meskipun penghasilan yang bersifat final berdasarkan catatan dalam buku besar adalah sebesar USD11,168,797.00. Pemohon Banding menyatakan bahwa hal ini telah sesuai dengan prinsip perpajakan untuk PPh Final untuk Jasa Konstruksi yang menganut sistem "Cash Basis";
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa alasan Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding telah Pemohon Banding jelaskan sebagaimana Surat Banding a quo, Penjelasan Tertulis sebagai pengganti Surat Bantahan a quo, Bantahan Tertulis Tambahan Nomor LOR1-04/I/2014 tanggal 7 Februari 2014, bantahan tertulis tambahan Nomor LORI-08/111/2014 tanggal 7 Maret 2014, bantahan tertulis akhir N 14/V/2014 tanggal 7 Mei 2014 serta penjelasan lisan Pemohon Banding dalam persidangan;
Bahwa selanjutnya Terbanding dalam Penjelasan Tertulis Akhir Nomor S-2474/PJ.07/2014 tanggal 9 Mei 2014 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Pemohon Banding pada proses pemeriksaan tidak menyampaikan laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia meski telah diminta secara patut sampai dengan peringatan kedua. Oleh karena itu, sesuai Pasal 26A Ayat (4) UU KUP, meskipun dokumen tersebut telah disampaikan pada saat keberatan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Laporan Keuangan Tahun 2009 dan 2008 PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia karena laporan tersebut diterbitkan tanggal 21 Maret 2011 sementara SKPKB Pasal 4 Ayat (2) Masa Pajak Januari-Desember 2009 Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011. Artinya dokumen tersebut bukanlah dokumen yang memang belum ada pada saat proses pemeriksaan berlangsung;
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2) Rp8.265.479.845,00 berkaitan dengan koreksi Peredaran Usaha-Penghasilan Final di PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar USD869,867.00 yang juga disidangkan di Pengadilan Pajak dengan Nomor sengketa 15-068653-2009. Dengan demikian, penyelesaian sengketa pada perkara a quo mengikuti penyelesaian pada perkara dengan Nomor sengketa 15-068653-2009;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa Pemohon Banding, PT. Laing Orourke Indonesia yang dahulu bernama PT. Barclay Mowlem Indonesia mengikat perjanjian "Joint Agreement" dengan PT. Petrosea Tbk untuk mendirikan "Kerjasama Operasi" (KSO) dengan pembagian masing-masing 50% dan KSO berakhir di Tahun 2009;
Bahwa KSO berdasarkan audit report yang disampaikan oleh Pemohon Banding menerima penghasilan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas menurut Majelis penghasilan yang seharusnya diterima Pemohon Banding adalah 50% x USD74,206,551.00 yaitu sebesar USD37,103,275.50;
Bahwa penghasilan KSO sebesar tersebut diatas adalah berasal dari "Project Bontang Coal Terminal Upgrade" berupa jasa konstruksi dengan pajak final;
Bahwa koreksi Terbanding sebesar USD869,867.38 adalah berdasarkan catatan Pemohon Banding pada buku besar yaitu sebesar USD11,168,797.00 sedangkan Pemohon Banding hanya melaporkan penghasilan yang bersifat final sebesar USD10,298,929.62;
Bahwa menurut Pemohon Banding koreksi Terbanding menggunakan jurnal penyesuaian yang semula diperkirakan sebesar USD11,168,797 tetapi sesuai Trial Balance dan GL adalah USD10,298,929.62;
Bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti potong dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 dengan jumlah DPP sebesar USD37,101,542.92;
Bahwa Majelis berpendapat dengan membandingkan bukti potong tersebut dengan penghasilan yang diterima Pemohon Banding pada Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 terdapat selisih kurang sebesar USD1,732.58 (USD37,103,275.50 dikurangi USD37,101,542.92) atau dalam rupiah sebesar Rp16.462.975,16;
Bahwa tidak terdapat bukti Pemohon Banding menerima penghasilan yang bersifat final selain dari Project Bontang Coal Terminal Upgrade;
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan hal sebagai berikut;
Pasal 6 Ayat (1):
Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa;
Bahwa berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 a quo serta mempertimbangkan fakta dalam persidangan Majelis berkesimpulan atas koreksi Terbanding sebesar Rp8.265.479.845,00 dipertahankan Majelis sebesar Rp16.462.975,00 sedangkan sisanya sebesar Rp8.249.016.870,00 tidak dipertahankan;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
2.1.
|
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain menyebutkan:
|
|
|
|
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim;
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.2.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, antara lain menyebutkan:
|
|
|
|
Pasal 26A Ayat (4):
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
Pasal 28 Ayat (5), (7) dan (11):
|
|
|
|
(5)
|
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas;
|
|
(7)
|
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
|
|
(11)
|
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan;
|
|
|
|
|
|
|
Penjelasan Pasal 28 ayat (5):
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
|
|
|
a.
|
stelsel pengakuan penghasilan;
|
|
b.
|
tahun buku;
|
|
c.
|
metode penilaian persediaan; atau
|
|
d.
|
metode penyusutan dan amortisasi;
|
|
|
|
|
|
|
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai;
Penjelasan Pasal 28 ayat (7):
Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 29. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan;
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perUndang-Undang perpajakan menentukan lain;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.3.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, antara lain menyebutkan:
|
|
|
|
Pasal 4 ayat (1):
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun ...;
Penjelasan Pasal 4 ayat (1):
Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum;
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan pajak penghasilan dalam Tahun Berjalan, antara lain menyebutkan:
|
|
|
|
Pasal 4:
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk:
|
|
a.
|
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak;
|
|
b.
|
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
|
|
|
|
|
|
|
Penjelasan Huruf b dan huruf c:
Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, baik penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan atau pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) maupun penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan, telah diperhitungkan dalam tarif pajak ataupun norma penghitungan yang berlaku untuk penghasilan tersebut Oleh karena itu, biaya-biaya tersebut tidak boleh lagi dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan berdasarkan tarif umum;
|
|
|
|
|
|
|
2.5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, antara lain menyebutkan:
|
|
|
|
Pasal 6 ayat (1):
Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa;
|
|
|
|
|
|
|
2.6.
|
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Tahun 1994, antara lain menyatakan:
Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan - PSAK;
Paragraf 22:
Untuk mencapai tujuannya laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat, kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi;
PSAK 1 - Penyajian Laporan Keuangan;
Dasar Akrual;
Paragraf 24:
Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas;
Paragraf 25:
Ketika akuntansi berdasarkan akrual digunakan entitas mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan, dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsur- unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan;
PSAK 23 - Pendapatan:
Penjualan Barang;
Paragraf 13 Penjualan Barang:
Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
(a)
|
perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
|
|
(b)
|
perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
|
|
(c)
|
jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
|
|
(d)
|
besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
|
|
(e)
|
biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal;
|
|
|
|
|
|
|
Penjualan Jasa;
Paragraf 19:
Bila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil suatu transaksi dapat diestimasi dengan andai bila seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:
|
|
|
|
(a)
|
jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
|
|
(b)
|
besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
|
|
(c)
|
tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan
|
|
biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Bahwa atas pertimbangan Majelis Hakim tersebut pada point 1, maka Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
3.1.
|
Bahwa pokok sengketa adalah Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp8.265.479.845,00, jumlah Dasar Pengenaan Pajak menurut Pemohon Peninjauan Kembali sebesar Rp116.602.757.351, sedangkan menurut Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp108.337.277.506,00;
|
|
|
|
|
|
3.2.
|
Bahwa Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp8.265.479.845,00 adalah objek PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali berkaitan dengan Koreksi Peredaran Usaha-Penghasilan Final di PPh Badan Tahun Pajak sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa atas koreksi sebesar USD869.867,38 tersebut di atas kemudian dikurskan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan Kurs Menteri Keuangan per tanggal 31 Desember 2009 sebesar Rp9.502,00 per USD1.00 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1397/KM.1/2009 tanggal 28 Desember 2009. Sehingga Koreksi objek PPh Pasal 4 Ayat (2) adalah sebesar Rp8.265.479.845,00 (Rp9.502,00/USD 1.00 x USD869,867.38);
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan yang bersifat final sebesar USD10,298,929.62 dengan asumsi bahwa Termohon Peninjauan Kembali hanya melaporkan obyek PPh Pasal 4 Ayat (2) berdasarkan bukti potong yang diterbitkan ketika terjadi pembayaran meskipun penghasilan yang bersifat final berdasarkan catatan dalam buku besar adalah sebesar USD11,168,797.00. Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa hal ini telah sesuai dengan prinsip perpajakan untuk PPh Final untuk Jasa Konstruksi yang menganut sistem "Cash Basis";
|
|
|
|
|
|
|
3.3.
|
Bahwa Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2) Rp8.265.479.845,00 berkaitan dengan koreksi Peredaran Usaha-Penghasilan Final di PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar USD869,867.00 yang juga telah diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Maka dengan demikian, penyelesaian sengketa pada perkara a quo mengikuti penyelesaian pada perkara dengan koreksi Peredaran Usaha-Penghasilan Final di PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar USD869,867.00 yang telah diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
|
|
|
|
|
|
3.4.
|
Bahwa jenis usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah Konstruksi Gedung dan Bangunan Sipil (KLU-45200) yang mengakui penghasilan final sebesar USD11,168,797.00, namun jumlah yang dilaporkan hanya sebesar USD10,298,929.62. Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa nilai USD11,168,797.00 merupakan nilai yang Termohon Peninjauan Kembali catat sebelum mendapatkan konfirmasi dan perhitungan dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia, sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi Termohon Peninjauan Kembali mencatat penghasilan final secara Cash Basis yaitu sebesar USD10,298,929.62;
|
|
|
|
|
|
3.5.
|
Bahwa dari data yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali berupa Trial Balance dan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 serta Laporan Keuangan (sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009), diketahui bahwa peredaran usaha yang bersifat final secara komersial adalah sebesar USD11,168,797.00, sedangkan yang telah dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 adalah sebesar USD10,298,929.62. Dengan demikian, terdapat peredaran usaha yang bersifat final yang belum dilaporkan sebesar USD869.867.00;
|
|
|
|
|
|
3.6.
|
Bahwa berdasarkan perjanjian "Joint Operation Agreement" tanggal 20 Februari 2006, PT Petrosea Tbk. dan PT Barclay Mowlem Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (sekarang bernama PT. Laing Orourke Indonesia) mengikat perjanjian untuk Joint Operation atau Kerja Sama Operasi pada PL JO Petrosea Barclay Mowlem. Pembagian prosentase keuntungan yang menjadi hak masing-masing anggota JO ada pada Pasal 2 Angka 2.1 yaitu sebesar 50%;
|
|
|
|
|
|
3.7.
|
Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa dalam Kontrak JO tidak terdapat nilai kontrak yang disepakati, namun hanya terdapat proporsi, jenis proyek dan lokasinya. Dokumen utama yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai kontrak adalah laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem yang telah diaudit;
|
|
|
|
|
|
3.8.
|
Bahwa berdasarkan tanggapan Termohon Peninjauan Kembali di persidangan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-61411/PP/M.XIA/16/2015 halaman 74 paragraf 3, penghasilan final tersebut merupakan pendapatan Termohon Peninjauan Kembali yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dimana pemberi kerja atau pemilik proyek adalah PT. Indominco Mandiri. Sesuai dengan perjanjian, Termohon Peninjauan Kembali akan mendapatkan proporsi sebesar 50%. Nilai penghasilan yang akan diterima Termohon Peninjauan Kembali secara akurat diperoleh dari bukti potong pemberi kerja dan perhitungan yang sesuai dengan Laporan Keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem yang telah di audit;
|
|
|
|
|
|
3.9.
|
Bahwa untuk penghasilan Termohon Peninjauan Kembali yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dari Tahun 2007-2009, telah dipotong Pajak Penghasilan. Berikut ini daftar bukti potong yang Termohon Peninjauan Kembali terima dari PT Indominco Mandiri:
|
|
|
|
|
|
|
Akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali belum atau tidak seluruhnya memperhitungkan penghasilan yang Termohon Peninjauan Kembali peroleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem, karena berdasarkan Laporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2006 diketahui Termohon Peninjauan Kembali memperoleh penghasilan dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem yang telah dipotong/dipungut Pajak Penghasilan. Berikut ini adalah daftar bukti potong yang Termohon Peninjauan Kembali terima dari PT Indominco Mandiri yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2006 oleh Termohon Peninjauan Kembali:
Daftar Bukti Potong Yang Pemohon Banding Terima Dari PT Indominco Mandiri Tahun 2006 Yang Dilaporkan Pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2006
|
|
|
|
|
|
3.10.
|
Berdasarkan bukti potong/pungut yang diterima dari PT Indominco Mandiri dan telah dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2006-2009, dapat diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah memperoleh penghasilan dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dari Tahun 2006-2009. Sedangkan bukti dan keterangan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali pada persidangan menyatakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem hanya dari Tahun 2007-2009. Dengan demikian tidak ada niat baik Termohon Peninjauan Kembali untuk mengungkapkan bukti dan keterangan sebenarnya atas penghasilan yang diperoleh PL JO Petrosea Barclay Mowlem dalam persidangan;
|
|
|
|
|
|
3.11.
|
Bahwa berdasarkan bukti potong/pungut yang Termohon Peninjauan Kembali terima dan laporkan pada Laporan SPT Tahunan Badan Tahun 2006-2009 dari PT Indominco Mandiri sehubungan dengan penghasilan yang Termohon Peninjauan Kembali peroleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dari Tahun 2006-2009, terdapat data sebagai berikut:
|
|
*)
|
Dasar Pengenaan Pajak untuk Tahun 2006 sebesar USD1,573,082,00 dan Pajak Penghasilan yang dipotong sebesar Rp434.242.768,00 bersumber dan laporan SPT Tahunan Badan Tahun 2006 yang dilaporkan oleh Pemohon Banding.
|
|
**)
|
Terbanding tidak punya akses untuk memperoleh dan belum memiliki laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006, sehingga tidak diketahui jumlah besar Dasar Pengenaan Pajak.
|
|
|
|
|
|
3.12.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak punya akses untuk memperoleh laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006. Maka berdasarkan bukti potong/pungut yang Termohon Peninjauan Kembali terima dan laporkan pada Laporan SPT Tahunan Badan Tahun 2006-2009 dari PT Indominco Mandiri dan laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2007-2009 dapat dijelaskan sebagai berikut:
|
|
*) |
Dasar Pengenaan Pajak untuk Tahun 2006 sebesar USD1,573,082.00 dan Pajak Penghasilan yang dipotong sebesar Rp434.242.768,00 bersumber dari laporan SPT Tahunan Badan Tahun 2006 yang dilaporkan oleh Pemohon Banding.
|
|
**) |
Terbanding tidak punya akses untuk memperoleh dan belum memiliki laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006, sehingga tidak diketahui jumlah besar Dasar Pengenaan Pajak.
|
|
|
|
|
|
3.13.
|
Bahwa dalam buku yang berjudul "Century 21 Accounting: First- Year Course" edisi keenam dengan penulis: Ross, K.E., Hanson, R.D., Gilbertson, C.B., Lehman, M.W., & Swanson, R.M., (1995) dijelaskan:
|
|
|
|
|
✓ |
Source Document is a business paper from which information is obtained for a journal entry. Each transaction is described by a source document that proves that the transaction did occur;
|
|
✓ |
Objective Evidence;
|
|
|
|
A source document is prepared for each transaction;
|
|
-
|
Only business transactions that actually occur are recorded and the amounts must be accurate and true;
|
|
-
|
One way to check the accuracy of accounting records is to check the original business papers containing details (check, sales invoice, receipt, memorandums, tapes);
|
|
-
|
Every entry must be supported by a business paper that can be verified;
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa dalam akuntansi, bukti transaksi merupakan dokumen sumber dan syarat mutlak dalam melakukan pencatatan transaksi. Kegunaan utama dari bukti transaksi adalah sebagai bukti tertulis dan juga merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan suatu transaksi. Jika suatu pencatatan tidak didukung dengan bukti tertulis yang sah dan kuat, maka kebenaran atas transaksi tersebut diragukan;
Bahwa dalam proses akuntansi untuk membuat laporan keuangan yang menjadi dokumen sumber atau bukti dasar transaksi secara umum antara lain surat perjanjian, kuitansi, faktur, cek, invoice, nota dan bukti transaksi lainnya. Sumber dokumen atau bukti dasar transaksi berupa surat perjanjian atau memorandum, kuitansi, faktur, cek, invoice, nota dan bukti transaksi lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga harus menjelaskan transaksi yang terjadi dan transaksi tersebut bisa diverifikasi ke dokumen sumber untuk kebenarannya sehingga tidak terdapat perbedaan antara dokumen sumber tersebut yaitu tidak terdapat perbedaan antara surat perjanjian dengan kuitansi atau dengan faktur atau dengan cek atau dengan bukti transaksi lainnya;
|
|
|
|
|
|
|
3.14.
|
Bahwa pada mulanya Termohon Peninjauan Kembali melakukan pencatatan berdasarkan perkiraan yaitu sebesar USD11,168,797.00, kemudian Termohon Peninjauan Kembali melakukan perhitungan ulang Dasar Pengenaan Pajak atau nilai kontraknya setelah menerima bukti potong. Dalam akuntansi untuk melakukan pencatatan transaksi harus ada dokumen sumber yang menjadi syarat mutlak, antara lain surat perjanjian, kuitansi, faktur, cek, invoice, nota dan bukti transaksi lainnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga dapat menjelaskan transaksi yang terjadi dan transaksi tersebut bisa diverifikasi ke dokumen sumber untuk kebenarannya. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan antara dokumen sumber. Termohon Peninjauan Kembali melakukan pencatatan transaksi pendapatan yaitu Revenue Effect Bontang sebesar USD11,168,797.00, sudah tentu ada syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu dokumen sumber yang menjadi dasar pencatatan baik itu surat perjanjian, kuitansi, faktur, cek, invoice, nota dan bukti transaksi lainnya. Selaras dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan pada PSAK 23 - Pendapatan Penjualan Jasa Paragraf 19 bahwa pencatatan transaksi pendapatan yaitu Revenue Effect Bontang sebesar USD11,168,797.00 harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil suatu transaksi dapat diestimasi dengan andai bila seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:
|
|
a.
|
jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
|
|
b.
|
besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
|
|
c.
|
tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan
|
|
d.
|
biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal;
|
|
|
|
|
|
3.15.
|
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali atas pembukuan Termohon Peninjauan Kembali sebagaimana dalam halaman 4 Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-00223/WPJ.07/KP.0905/RIK.SIS/2011 tanggal 4 Oktober 2011 dan penjelasan lisan Termohon Peninjauan Kembali di persidangan pada Putusan Pengadilan Pajak a quo halaman 69 paragraf 1, diketahui bahwa pembukuan Termohon Peninjauan Kembali didasarkan pada secara metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual. Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP, Stelsel Akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya dibayar secara tunai;
Bahwa pembukuan Termohon Peninjauan Kembali berdasarkan pada metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual, dimana berdasarkan PSAK, dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Prinsip akrual yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 28 ayat (5) dan ayat (7) serta penjelasannya UU KUP sama dengan yang dimaksud dalam PSAK 23 Paragraf 13 dan Paragraf 19 maupun Paragraph 22 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan-PSAK;
Bahwa ketika transaksi atas pemberian jasa telah dicatat oleh Termohon Peninjauan Kembali sebagai Revenue Effect Bontang sebesar USD11,168,797.00 dalam pembukuan secara komersial, maka secara nyata-nyata pula diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali telah memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh, sehingga telah terutang pula PPh. Oleh karena itu, peredaran usaha yang seharusnya dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 adalah sama dengan pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (General Ledger dan Trial Balance) maupun dengan yang yang telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Komersial yaitu sebesar USD11,168,797.00;
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali melakukan jurnal balik dan membukukan penghasilan sebesar bukti potong yang sebelumnya transaksi Revenue Effect Bontang sebesar USD11,168,797.00 kemudian menjadi sebesar USD10,298,929.62 sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, yang menyatakan bahwa:
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
|
|
|
a.
|
Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran,dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak;
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa secara akuntansi Termohon Peninjauan Kembali menggunakan metode Accrual Basis namun pada saat pengisian SPT, Termohon Peninjauan Kembali mengikuti bukti potong PPh final. Termohon Peninjauan Kembali melakukan jurnal balik untuk mencatat transaksi Revenue Effect Bontang hanya berdasarkan dokumen sumber berupa bukti potong/pungut PPh final yang benar-benar telah diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali untuk Tahun 2009 bukan berdasarkan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca sesuai pada PSAK 1 - Penyajian Laporan Keuangan Paragraf 19 sehingga tidak menggambarkan keadaan sebenarnya penghasilan yang diperoleh oleh Termohon Peninjauan Kembali pada Tahun 2009 sesuai metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual;
|
|
|
|
|
|
3.16.
|
Bahwa berdasarkan bukti, fakta dan keterangan di persidangan diketahui terdapat beda waktu pengakuan dan pelaporan atas penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali. Hal ini juga dipertegas dengan Putusan Pengadilan Pajak PUT-61411/PP/M.XIA/16/2015 pada halaman 66 sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia untuk Tahun 2007 pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007 sebesar USD2,299,879.00 sedangkan berdasarkan bukti potong/pungut yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali selama Tahun 2007 sebesar USD7,758,601.05, untuk Tahun 2008 pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008 sebesar USD24,730,684.89 sedangkan berdasarkan bukti potong/pungut yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali selama Tahun 2008 sebesar USD19,044,012.26 sehingga terdapat beda waktu pengakuan dan pelaporan atas penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali;
|
|
|
|
|
|
3.17.
|
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali menyatakan secara konsisten untuk melaporkan penghasilan berdasarkan bukti potong/pungut yang diterima dari penghasilan yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia akan tetapi dalil atau pernyataan Termohon Peninjauan Kembali tidak sesuai dengan kebenaran karena berdasarkan SPT Tahunan Badan Tahun 2007-2008, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39691/PP/M.XVI/15/2012, data dan keterangan Termohon Peninjauan Kembali dalam persidangan dapat diketahui:
|
|
**) |
Penghasilan Berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39691/PP/M.XVI/15/2012; |
|
|
|
|
|
3.18.
|
Termohon Peninjauan Kembali mengakui dan menyetujui penghasilan untuk Tahun 2007 sebesar USD2,298,889.00 sesuai Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39691/PP/M.XVI/15/2012, akan tetapi seharusnya penghasilan yang diterima dan dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali berdasarkan bukti potong/pungut sebesar USD7,758,601.05. Untuk Tahun 2008 Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan sebesar USD24,730,684.99, akan tetapi penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali berdasarkan bukti potong/pungut sebesar USD19,044,012,26, sehingga dari data dan fakta tersebut jelas tidak benar secara konsisten Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan berdasarkan bukti potong/pungut;
Bahwa selain tidak konsisten dalam melaporkan penghasilan yang diperoleh, Termohon Peninjauan Kembali juga tidak ada niat baik dan patuh untuk melaporkan penghasilan yang diperoleh sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini terlihat jelas bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39691/PP/M.XVI/15/2012 Termohon Peninjauan Kembali mengakui dan menyetujui penghasilan untuk Tahun 2007 sebesar USD2,298,889.00 sedangkan bukti dan fakta sebenarnya penghasilan yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali seharusnya sebesar USD7,758,601.05. Tentunya tindakan Termohon Peninjauan Kembali yang tidak melaporkan penghasilan untuk Tahun 2007 yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya menyebabkan kerugian pada pendapatan Negara;
|
|
|
|
|
|
|
3.19.
|
Bahwa dapat diketahui berdasarkan uraian tersebut diatas sebagai berikut:
|
|
◾ |
Pembukuan Termohon Peninjauan Kembali dengan metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual;
|
|
◾ |
Terdapat beda waktu pengakuan dan pelaporan atas penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali;
|
|
◾ |
Ketidak konsistenan Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan berdasarkan bukti potong/pungut;
|
|
◾ |
Jurnal balik untuk mencatat transaksi Revenue Effect Bontang hanya berdasarkan dokumen sumber berupa bukti potong/pungut PPh final yang benar-benar telah diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali untuk Tahun 2009 bukan berdasarkan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca;
|
|
◾ |
Tidak ada niat baik dan patuh Termohon Peninjauan Kembali untuk melaporkan penghasilan yang diperoleh sesuai dengan keadaan sebenarnya;
|
|
|
|
|
|
3.20.
|
Dengan pembukuan metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual, terdapat beda waktu pengakuan dan pelaporan atas penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali. Terdapat ketidak konsistenan Termohon Peninjauan Kembali dalam melaporkan penghasilan berdasarkan bukti potong/pungut. Dokumen sumber hanya berupa bukti potong/pungut PPh final yang benar-benar telah diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali untuk Tahun 2009. Untuk melakukan transaksi jurnal balik bukan berdasarkan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca, maka jurnal balik yang dilakukan tersebut tidak dapat diandalkan dan diakui karena tidak sesuai dengan teori dalam akuntansi, perlakuan akuntansi yang berlaku secara umum dan tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan;
|
|
|
|
|
|
3.21.
|
Bahwa transaksi pencatatan pendapatan (revenue) oleh Termohon Peninjauan Kembali sebagai Revenue Effect Bontang pada Tahun 2009 sebesar USD11,168,797.00 dalam pembukuan secara komersial, maka secara nyata-nyata pula diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali telah memperoleh penghasilan pada tahun 2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh, sehingga telah terutang pula PPh. Oleh karena itu, peredaran usaha yang seharusnya dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 adalah sama dengan pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (General Ledger dan Trial Balance) maupun dengan yang yang telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Komersial yaitu sebesar USD11,168,797.00 bukan sebesar USD10,298,929.62.
berdasarkan bukti potong/pungut PPh final yang benar-benar telah diterima oleh Pemohon Banding untuk Tahun 2009 karena terdapat beda waktu pengakuan dan pelaporan atas penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali membukukan penghasilan sesuai bukti potong, tidak konsisten Termohon Peninjauan Kembali melaporkan penghasilan berdasarkan bukti potong/pungut, dan pembukuan Termohon Peninjauan Kembali dengan metode Accrual Basis atau Stelsel Akrual;
|
|
|
|
|
|
|
3.22.
|
Bahwa peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 adalah sebesar USD10,298,929.62 yang merupakan penghasilan yang telah dipotong PPh Final (telah mendapat bukti potong) oleh pengguna jasa, dimana pemotongan PPh Final 4 ayat (2) tersebut didasarkan pada metode "Cash Basis". Hal itu bertentangan dengan Pasal 28 ayat (5) dan ayat (7) serta penjelasannya UU KUP, PSAK 23 paragraf 13 dan paragraf 19 maupun paragraph 22 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan-PSAK serta Pasal 4 ayat (1) UU PPh;
|
|
|
|
|
|
3.23.
|
Bahwa menurut Majelis Hakim pada halaman 74 Putusan Pengadilan Pajak PUT-61411/PP/M.XIA/16/2015 yang menyebutkan: penghasilan yang seharusnya diterima Pemohon Banding adalah 50% x USD74,206,551.00 yaitu sebesar USD37,103,275.50, Pemohon Peninjauan kembali menanggapi sebagai berikut:
|
|
◾ |
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah memperoleh penghasilan dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dari Tahun 2006-2009 bukan atau tidak seperti bukti dan keterangan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali pada persidangan yang menyatakan penghasilan yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem hanya dari Tahun 2007-2009;
|
|
◾ |
bahwa penghasilan yang seharusnya diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali belum atau tidak dapat diketahui pasti besarnya, akan tetapi penghasilan yang diterima Termohon Peninjauan Kembali lebih besar USD37,103,275.50. Pemohon Peninjauan kembali belum atau tidak dapat mengetahui dan menghitung penghasilan yang seharusnya diterima Termohon Peninjauan Kembali karena tidak punya akses untuk memperoleh laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006. Dapat dijelaskan penghasilan yang diperoleh Pemohon Banding sebagai berikut:
|
|
|
**)
|
Terbanding tidak punya akses untuk memperoleh dan belum memiliki laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006, sehingga tidak diketahui jumlah besar penghasilan |
|
|
|
|
|
3.24.
|
Bahwa penghasilan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia atau Kerja Sama Operasi tersebut di atas adalah berasal dari Project Bontang Coal Terminal Upgrade berupa jasa konstruksi yang untuk Tahun 2006-2008 dengan pajak tidak atau non final (Pajak Penghasilan Pasal 23) dan untuk Tahun 2009 dengan pajak final (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2);
|
|
|
|
|
|
3.25.
|
Bahwa atas pendapat Majelis Hakim pada halaman 33 Putusan Pengadilan Pajak PUT-61412/PP/M.XIA/16/2015 yang menyebutkan: bahwa Majelis berpendapat dengan membandingkan bukti pungut tersebut dengan penghasilan yang diterima Pemohon Banding pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 terdapat selisih kurang sebesar USD1,732.58 (USD37,103,275.50 dikurangi USD37,101,542.92) atau dalam rupiah sebesar Rp16.462.975,16, Pemohon Peninjauan Kembali menanggapi sebagai berikut:
|
|
◾ |
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah memperoleh penghasilan dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem dari Tahun 2006-2009 bukan atau tidak seperti bukti dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding pada persidangan yang menyatakan penghasilan yang diperoleh dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem hanya dari Tahun 2007-2009;
|
|
◾ |
Bahwa tidak ada niat baik Termohon Peninjauan Kembali untuk mengungkapkan bukti dan keterangan sebenarnya atas penghasilan yang diperoleh PL JO Petrosea Barclay Mowlem dalam persidangan;
|
|
◾ |
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan pendapat Majelis Hakim karena penghasilan yang seharusnya diterima Termohon Peninjauan Kembali berdasarkan bukti potong/pungut yang diterima dan dilaporkan Pemohon Banding pada Tahun 2006 sampai dengan 2009 adalah sebesar USD38,674,624.00;
|
|
◾ |
Bahwa penghasilan yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali dari PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit belum atau tidak dapat diketahui dengan pasti karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat mengetahui dan menghitung penghasilan yang seharusnya diterima Termohon Peninjauan Kembali, karena Pemohon peninjauan Kembali tidak punya akses untuk memperoleh laporan keuangan PL JO Petrosea Barclay Mowlem Indonesia yang telah diaudit untuk Tahun 2006. Akan tetapi dapat diketahui bahwa penghasilan yang diterima Termohon Peninjauan Kembali lebih besar USD37,103,275.50;
|
|
◾ |
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan pendapat Majelis Hakim yang berpendapat terdapat selisih sebesar USD1,732.58 (USD37,103,275.50 dikurangi USD37,101,542.92) karena data-data dan bukti-bukti yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim belum lengkap atau tidak benar;
|
|
|
|
|
|
3.26.
|
Bahwa atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-61411/PP/M.XIA/16/2015 yang atas Koreksi Positif atas Peredaran Usaha yang bersifat final sebesar USD869,867.38 yang sebesar USD868,134.80 tidak dipertahankan sedangkan sisanya sebesar USD1,732.58 dipertahankan, atas koreksi yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim sebesar USD868,134.80 diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Dengan demikian penyelesaian sengketa pada perkara a quo mengikuti penyelesaian pada perkara dengan Koreksi Positif atas Peredaran Usaha yang telah diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa putusan Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali tidak didasarkan pada fakta dan data yang terungkap pada saat sidang banding serta ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa putusan yang diambil Majelis telah menyalahi ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak sehingga diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 29 April 2015 harus dibatalkan;
|
|
|
|
|
|
|
|
III.
|
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.61412/PP/M.XIA/25/2015 tanggal 18 Mei 2015 yang menyatakan:
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011, atas nama: PT Laing Orourke Indonesia, NPWP: 01.070.933.5-059.000, beralamat di Wisma GKBI Lt. 39 Suite 12 Jalan Jendral Sudirman No. 28, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat sehingga besarnya Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 yang masih harus dibayar menjadi sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-2242/WPJ.07/2012 tanggal 26 November 2012, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009 Nomor 00025/240/09/059/11 tanggal 5 Oktober 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.070.933.5-059.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp1.422.402,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
|
a.
|
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Rp8.265.479.845,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo tidak terdapat bukti Pemohon Banding menerima penghasilan yang bersifat final dari Project Bontang Coal Terminal Upgrade, maka secara substansial yang telah diperiksa, diputus dan diadili oleh Majelis Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan juncto Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;
|
b.
|
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp1.422.402,00 dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
|
|
|
|
|
|
|
|