1. Koreksi biaya pegawai sebesar Rp 549.550.004,00; Bahwa angka I dan 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 02/PJ.31/1996 tanggal 6 Mei 1996 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap PT. Jamsostek ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
“1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995, Perusahaan Perseroan PT. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (PT ASTEK) diubah namanya menjadi Perusahaan Perseroan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT JAMSOSTEK) dan ditetapkan sebagai Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1993, yang meliputi programprogram:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan;
4. Oleh karena penunjukan PT. JAMSOSTEK selaku Penyelenggara Program Jaminan Hari Tua berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995, maka perlakuan Pajak Penghasilan terhadap PT JAMSOSTEK berkenaan dengan penyelenggaraan program Jaminan Hari Tua disamakan dengan perlakuan terhadap Dana Pensiun yang telah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan;
Bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi ;
“Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi ;
“Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja”;
1.1. Biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070,00 bahwa menurut Terbanding, biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070 merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 sedangkan menurut Pemohon Banding, biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070,00 yang ditanggung oleh Pemohon Banding bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21;
Bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006, biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070,00 yang ditanggung oleh Pemohon Banding bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21, dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp 175.601.070,00 tidak dapat dipertahankan;
1.2. Iuran Pensiun Karyawan sebesar Rp 367.690.893,00 bahwa menurut Terbanding, Iuran Pensiun Karyawan sebesar Rp 367.690.893,00 merupakan Tunjangan Iuran Pensiun dan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21, sedangkan menurut Pemohon Banding Iuran Pensiun Karyawan sebesar Rp 367.690.893 yang ditanggung Pemohon Banding bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21;
Bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006, Iuran Pensiun Karyawan yang ditanggung Pemohon Banding sebesar Rp 367.690.893,00 bukan merupakan objek PPh Pasal 21, dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp 367.690.893,00 tidak dapat dipertahankan;
1.3.Biaya Jamsostek untuk Karyawan Honorer sebesar Rp 6.258.041,00 bahwa menurut Terbanding, biaya Jamsostek untuk Karyawan Honorer sebesar Rp 6.258.041,00 merupakan objek PPh Pasal 21, sedangkan menurut Pemohon Banding biaya Jamsostek untuk Karyawan Honorer yang ditanggung Pemohon Banding sebesar Rp 6.258.041,00 bukan merupakan objek PPh Pasal 21;
Bahwa menurut Majelis biaya Jamsostek Karyawan Honorer yang ditanggung oleh Perusahaan sebesar Rp 6.258.041,00 bukan merupakan objek PPh Pasal 21, dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp 6.258.041,00 tidak dapat dipertahankan;
Bahwa menurut Pemohon Banding, biaya Tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 sudah dimasukkan dalam Biaya Usaha, namun menurut Terbanding biaya Tantiem belum dimasukkan dalam Biaya Usaha sehingga terdapat koreksi sebesar Rp 283.184.371,00;
Bahwa Tantiem sebesar Rp 283.184.370,00 diperoleh dari Laporan Laba Rugi Pemohon Banding mengenai Penggunaan Laba yang isinya antara lain berbunyi bahwa “Berdasarkan RUPS yang dilaksanakan tanggal 30 Mei 2006 yang telah diaktakan Nomor 25 tanggal 31 Mei 2006 dari Andalia Farida, S.H., Notaris di Jakarta, diputuskan bahwa laba setelah pajak untuk tahun 2005 dan 2004 dibagikan sebagai berikut:
|
2005 |
|
Rp |
- Dividen |
3.044.231.981,00 |
- Tantiem |
283.184.370,00 |
- Dana social |
141.592.185,00 |
- Cadangan khusus |
849.553.111,00 |
- Cadangan umum |
2.761.047.610,00 |
|
7.079.609.257,00 |
Bahwa menurut Terbanding, dalam proses penelitian keberatan, Pemohon Banding tidak memberikan perincian atas Biaya Pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 sehingga Terbanding belum dapat meyakini bahwa Tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 adalah bagian dari Biaya Pegawai sebesar Rp 11.339,836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21-nya;
Bahwa menurut Majelis, objek PPh Pasal 21 cfm Terbanding berdasarkan hasil penelitian terhadap Neraca, Laporan Rugi Laba dan bukti-bukti transaksi adalah sebesar Rp 15.736.677.364; Bahwa Tantiem sebesar Rp 283,184.371,00 diluar jumlah biaya pegawai sebesar Rp 11.339.826.647,00;
Bahwa Pemohon Banding dapat menunjukkan bahwa atas Tantiem sebesar Rp 283.184.370,00 telah dipotong dan disetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21-nya, dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp 283.184.371,00 tidak dapat dipertahankan;
- Koreksi Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00;
Bahwa menurut Pemohon Banding Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 sudah dimasukkan ke dalam Biaya Usaha, namun menurut Terbanding Pesangon belum dimasukkan di dalam Biaya Usaha, sehingga terdapat koreksi sebesar Rp 257.675.779,00;
Bahwa berdasarkan Laporan Laba Rugi pada perkiraan Biaya Usaha terdapat perkiraan Biaya Usaha sebesar Rp 11.646.366.430,00;
Bahwa menurut Terbanding dari Biaya Usaha sebesar Rp 11.646.366.430,00 yang merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 hanya sebesar Rp 11.339.836.647,00;
Bahwa menurut Terbanding, dalam proses penelitian keberatan, Pemohon Banding tidak memberikan perincian atas Biaya Pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 sehingga Terbanding belum dapat meyakini bahwa Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 adalah bagian dari Biaya Pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21-nya;
Bahwa menurut Majelis, objek Pajak Penghasilan Pasal 21 cfm Terbanding berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Neraca, Laporan Rugi Laba dan bukti-bukti transaksi adalah sebesar Rp 15.736.677.369,00; Bahwa Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 di luar jumlah Biaya Pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00;
Bahwa Pemohon Banding dapat menunjukkan bahwa atas Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 telah dipotong dan disetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21-nya, dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp 257.675.779,00 tidak dapat dipertahankan;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan terhadap kesimpulan dan pendapat yang disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan tersebut di atas, dengan argument atau penjelasan yang dapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan sebagai berikut:
4.1. Bahwa dasar hukum yang digunakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terkait dengan sengketa peninjauan kembali ini adalah sebagai berikut:
- Pasal 69, Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 91 huruf e UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
- Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 21 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh);
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE02/PJ.31/1996;
- Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-160/PJ.42/2003 Pasal 69, Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 91 huruf e UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
- Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 21 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh);
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE02/PJ.31/1996;
- Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-160/PJ.42/2003;
4.2. Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 mengatur:
Pasal 4 ayat (1) huruf a:
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
Pasal 21 ayat (1) :
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan;
4.3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali ( semula Terbanding) tidak setuju dengan pendapat Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070,00 dan Biaya Jamsostek untuk Karyawan Honorer sebesar Rp 6.258.041,00 dengan pertimbangan sebagai berikut :
- Bahwa dalam persidangan ini Majelis memerintahkan kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan uji bukti terhadap dokumen yang diberikan, padahal pendapat Majelis tersebut belum dapat diakui kebenarannya tanpa adanya pengujian bukti dan transaksi yang mendalam dan tanpa adanya pengakuan para pihak yang bersengketa;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengungkapkan data, fakta dan pendapat dalam persidangan atas sengketa ini antara lain:
-Bahwa selanjutnya dalam angka 4 huruf b Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-160/PJ.42/2003 tanggal 24 Maret 2003 tentang Penegasan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan diatur bahwa "pembayaran iuran Jamsostek oleh perusahaan merupakan iuran pensiun atau tunjangan hari tua yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan tetapi bukan merupakan penghasilan bagi karyawan, sedangkan pembayaran iuran Jaminan Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan merupakan iuran yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dan merupakan penghasilan bagi karyawan ";
- Bahwa berdasarkan penelitian terhadap data dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa jurnal voucher, perincian iuran jamsostek, dan bukti transfer bank ke pihak PT. Jamsostek, dapat diyakini memang Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan pembayaran iuran jamsostek ke PT. Jamsostek, akan tetapi, dari bukti-bukti tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) belum dapat meyakini bahwa biaya jamsostek tersebut benar-benar merupakan pembayaran untuk iuran Program Jaminan Hari Tua yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam angka 6 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.31/1996 tanggal 6 Mei 1996;
-Bahwa sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa pembayaran iuran jamsostek yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak PT. Jamsostek benar-benar merupakan pembayaran untuk iuran Program Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam angka 6 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE02/PJ.31/1996 tanggal 6 Mei 1996, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat untuk tetap mempertahankan koreksi positif Pemeriksa atas biaya jamsostek sebesar Rp 175.601.070,00 dan sebesar Rp 6.258.041,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf b Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-160/ PJ.42/2003 tanggal 24 Maret 2003 tentang Penegasan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan;
- Berdasarkan data, fakta dan pernyataan yang diungkapkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut di atas, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan dengan bukti-bukti yang memadai sesuai dengan alasannya bahwa pembayaran iuran jamsostek yang dilakukan kepada pihak PT. Jamsostek benar-benar merupakan pembayaran untuk iuran Program Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam angka 6 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE02/PJ.31/1996 tanggal 6 Mei 1996, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Jamsostek Karyawan sebesar Rp 175.601.070,00 dan Biaya Jamsostek untuk Karyawan Honorer sebesar Rp 6.258.041,00 sudah benar;
- Bahwa dasar hukum yang dijadikan alasan untuk tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh Majelis yaitu Pasal 7 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 adalah tidak ada, sehingga dasar hukum yang dikemukakan Majelis salah. Menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) seharusnya atas sengketa ini sesuai dengan Pasal 7 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 yang menyatakan “Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja”;
4.4. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dengan pendapat Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Iuran Pensiun Karyawan sebesar Rp 367.690.893,00 dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dalam persidangan terungkap iuran pensiun karyawan ditanggung oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengungkapkan data, fakta dan pendapat dalam persidangan atas sengketa ini antara lain:
- bahwa dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 Tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi diatur bahwa penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah "penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun";
- bahwa dengan memperhatikan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa biaya iuran pensiun sebesar Rp 367.690.893,00 merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21, oleh karenanya, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat untuk mempertahankan koreksi positif Pemeriksa atas biaya iuran pensiun sebesar Rp 367.690.893,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 21;
- Bahwa dasar hukum yang dijadikan alasan untuk tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh Majelis yaitu Pasal 7 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 adalah tidak ada, sehingga dasar hukum yang dikemukakan Majelis salah. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa seharusnya dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 sehingga iuran pensiun sebesar Rp 367.690.893,00 merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Iuran Pensiun Karyawan sebesar Rp 367.690.893,00 sudah benar;
4.5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)) tidak setuju dengan pendapat Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dalam persidangan ini Majelis memerintahkan kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan uji bukti terhadap dokumen yang diberikan, padahal pendapat Majelis tersebut belum dapat diakui kebenarannya tanpa adanya pengujian bukti dan transaksi yang mendalam dan tanpa adanya pengakuan para pihak yang bersengketa;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengungkapkan data, fakta dan pendapat dalam persidangan atas sengketa ini antara lain:
- bahwa menurut Pemeriksa, berdasarkan pemeriksaan terhadap audit report Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diperoleh objek Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371,00;
- bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), objek Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371, telah dipotong dan disetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 nya;
- bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan perincian atas biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) belum dapat meyakini bahwa biaya tantiem sebesar Rp. 283.184.371,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya;
- bahwa sepanjang tidak adanya data yang dapat membuktikan bahwa biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat untuk tetap mempertahankan biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 21;
- Berdasarkan data, fakta tersebut di atas, menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan dengan bukti-bukti yang memadai sesuai dengan alasannya bahwa biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas biaya tantiem sebesar Rp 283.184.371,00 sudah benar;
4.6. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dengan pendapat Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dalam persidangan ini Majelis memerintahkan kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan uji bukti terhadap dokumen yang diberikan, padahal pendapat Majelis tersebut belum dapat diakui kebenarannya tanpa adanya pengujian bukti dan transaksi yang mendalam dan tanpa adanya pengakuan para pihak yang bersengketa;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengungkapkan data, fakta dan pendapat dalam persidangan atas sengketa ini antara lain:
- bahwa menurut Pemeriksa Pajak, berdasarkan pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diperoleh objek Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa biaya pesangon sebesar Rp 257.675.779,00;
- bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), objek Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa biaya pesangon sebesar Rp 257.675.779,00, telah dipotong dan disetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 nya;
- bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan perincian atas biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) belum dapat meyakini bahwa pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya;
- bahwa sepanjang tidak adanya data yang dapat membuktikan bahwa pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat untuk tetap mempertahankan biaya pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 21;
- Berdasarkan data, fakta tersebut di atas, menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan dengan bukti-bukti yang memadai sesuai dengan alasannya bahwa pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 adalah bagian dari biaya pegawai sebesar Rp 11.339.836.647,00 yang telah telah dipotong dan disetorkan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 nya, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pesangon sebesar Rp 257.675.779,00 sudah benar;
4.7. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alterampartem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
4.8. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 Undang-Undang Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan;
4.9. Berdasarkan hal tersebut, maka nyata-nyata pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak berdasar sama sekali, salah dalam menentukan dasar hukum dan tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
4.10. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyatanyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51909/PP/M.XB/10/2014 tanggal 16 April 2014 harus dibatalkan;
VI. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.51909/PP/M.XB/10/2014 tanggal 16 April 2014 yang menyatakan :
mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP350/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 21 April 2009 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2006 Nomor 00002/201/06/073/08 tanggal 12 Februari 2008, atas nama: PT Asuransi Jasa Tania, NPWP: 01.105.014.3- 073.000, alamat Jalan Teuku Cik Ditiro Nomor 14, Jakarta Pusat 10350, sehingga perhitungan pajak adalah sebagaimana tersebut di atas, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya Permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-350/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 21 April 2009, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2006 Nomor 00002/201/06/073/08 tanggal 12 Februari 2008 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 01.105.014.3- 073.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp86.646.468,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
- Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp1.090.410.154,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah diperiksa dan diputus sudah tepat dan benar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Jo Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan Jo Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006 Jo KEP 545/PJ/2000;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;