Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1815/B/PK/PJK/2017

 

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190; Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. CATUR RINI WIDOSARI, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. BUDI CHRISTIADI, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. DANI KOESWORO, jabatan Pj. Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. FRANSISCA WARASTUTI, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190, 
 
 berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2083/PJ./2013 tanggal 30 September 2013;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali; 
 

MELAWAN

 
PT. ASSOCIATED BRITISH BUDI, tempat kedudukan di Jalan HR Rasuna Said Kav. C - 6, Wisma Budi Lantai 8 - 9, Karet, Jakarta Selatan, 12920;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali; 
 
MAHKAMAH AGUNG TERSEBUT;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Bahwa bersama ini Pemohon Banding jelaskan sehubungan dengan Surat Terbanding Nomor: S-456/WPJ.07/2010 tanggal 30 April 2010 menolak keberatan Surat Pemohon Banding Nomor: 01/ABB-P/IX/09 tanggal 16 September 2009 atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor: 00010/204/07/057/09 tanggal 29 Juni 2009 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat dengan penjelasan, bahwa menurut Terbanding telah terjadi Saldo Tambahan Modal pada Tahun 2004 sebagai akibat pengalihan utang Pemegang Saham dan Bunga Pinjaman yang dikonversi dan belum dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan perhitungan sebagai berikut:
 
 
Bahwa Terbanding telah keliru dalam Tambahan Modal yang telah dikonversi menjadi modal tersebut dengan penjelasan:
 
Bahwa sehubungan Pemeriksaan Tahun 2007 tersebut dan sesuai dengan Laporan Keuangan Tahun 2007 yang telah diaudit oleh Kantor akuntan Publik Kanaka Puradiredja, Robert Yogi, Suhartono, tidak terdapat Konversi atau penambahan Modal seperti yang telah dikoreksi oleh Terbanding;
 
Bahwa Penambahan Modal yang dimaksud Terbanding telah terjadi pada tahun 2004 dan telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak PMA Empat dan dengan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor: 135/WPJ.07/KP.0505/2006 tanggal 9 Maret 2006;
 
Bahwa Penambahan Modal dari pinjaman Pemegang Saham terjadi pada Tahun 2004 sesuai dengan Circular Resolution Of Shareholders Of PT Associated British Budi dengan perincian sebagai berikut:
 
 
Bahwa jumlah Pinjaman Pemegang Saham tersebut dipindahkan sebagai penambahan modal seperti yang tertulis dalam Audit Report Tahun 2004 Pemohon Banding yang dikeluarkan oleh Kantor Akuntan Johan Malonda Astika & Rekan pada halaman 12;
 
Bahwa menurut Terbanding dalam memeriksa SPT Pajak Penghasilan Badan Tahun 2007 dalam Audit Report Tahun 2007 Pemohon Banding yang dikeluarkan oleh Kantor Akuntan Kanaka Puradiredja, Robert Yogi, Suhartono pada halaman 24 terdapat Penambahan Modal dengan perincian seperti dalam butir 3 di atas, dan terdapat bunga sebesar Rp2.490.520.598,00 pada British Sugar Oversea Indonesia Pte.Ltd (Pemegang Saham Luar Negeri) yang menurut Terbanding terdapat utang Bunga Luar Negeri yang menjadi Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 pada tahun 2004 yang belum dibayarkan (terutang pajak);
 
Bahwa menurut Pemohon Banding bahwa utang luar negeri dari pemegang saham (British Sugar Overseas Indonesia Pte.ltd) benar terdapat utang pokok dan bunga, di mana untuk utang Bunga sebesar Rp2.490.520.598,00 tersebut yang menurut Terbanding merupakan koreksi Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Bunga Luar Negeri yang terutang pajak, Terbanding tidak memperhatikan hal lain yang tercantum dalam Audit Report Pemohon Banding Tahun 2007 yang sama dalam halaman 24, jelas tercantum Pinjaman Perusahaan dari ABBI dan BAJ di Tahun 1998, di mana pinjaman tersebut tidak kena bunga (Non Interest Bearing Loan) sejak 1 Januari 2000 dan hal yang sama tercantum pula dalam Audit Report Tahun 2004 halaman 11 dengan demikian tidak terdapat beban atau pencadangan bunga atas pinjaman pemegang saham (ABBA dan BAJ) terhitung sejak 1 Januari 2000 dan utang bunga kepada Pemegang Saham yang tertulis dalam Audit Report Tahun 2004 dan 2007 dan seperti yang dimaksud Terbanding telah terjadi sebelum Tahun 2000, sehingga untuk Tahun 2004 tidak terdapat objek pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 dan 23 atas bunga kepada Pemegang Saham (ABBA dan BAJ) yang harus dikoreksi oleh Terbanding;
 
Bahwa menurut Pemohon Banding seperti yang tertulis dalam Audit Report Tahun 2007 dan 2004 tersebut Terbanding tidak memperhatikan Klausul Perjanjian Kredit dengan Bank Mandiri yang salah satu syaratnya adalah bahwa Pinjaman dari Pemegang Saham tidak dikenakan bunga sebagaimana mestinya (The Non-Interest Bearing Loans From ABBI and BAJ);
 
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas Terbanding telah keliru melakukan koreksi atas utang bunga yang telah dikonversi menjadi penambahan modal pada Tahun 2004 dan atas utang bunga tersebut sebagai objek pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang pada Tahun 2004, untuk itu Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00010/204/07/057/09 Masa Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp338.710.802,00 tanggal 29 Juni 2009 tersebut dan agar dapat ditinjau kembali menjadi NIHIL;
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut: Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-456/WPJ.07/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 Nomor: 00010/204/07/057/09 tanggal 29 Juni 2009 atas nama PT Associated British Budi NPWP: 01.071.537.3.057-000, beralamat di Wisma Budi Lantai 8 - 9, Jalan HR Rasuna Said Kav. C - 6, Karet, Jakarta Selatan, 12920 dengan perhitungan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 17 Juli 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 September 2013 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 10 Oktober 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 10 Oktober 2013;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 30 Januari 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali sebagaimana Surat Keterangan Tidak Menyerahkan Kontra Memori Peninjauan Kembali Nomor TKM-756/PAN.Wk/2016 tanggal 30 Desember 2016;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima.
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
 
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal dan/atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan fakta yang terungkap dalam persidangan, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), yaitu:
"Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
  e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;"
   
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013, atas nama: PT. Associated British Budi (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 11 Juli 2013 dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 23 Juli 2013 sesuai dengan Surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 201307230333.
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
     
III.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
Koreksi Positif atas Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00;
   
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi dasar hukum bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terkait koreksi a quo adalah;
  1.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahan-perubahannya menyebutkan bahwa:
Pasal 26 ayat (1)
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Pemohon Banding luar negeri setelah bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
    a. Deviden;
    b. Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    e. Hadiah dan penghargaan;
    f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
     
  2.
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan menyebutkan bahwa:
Pasal 8 ayat (4)
Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu;
 
Penjelasan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan menyebutkan bahwa:
 
Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan seperti (gaji dan deviden), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti royalty, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya) atau saat tertentu lainnya.Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir pembayaran;
     
  3.
P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) antara Indonesia Singapura (Tax Treaty between Indonesia-Singapore), yaitu:
Pasal 11
   
Interest arising in a Contracting State and paid to a resident of the other Contracting State may be taxed in that other State;
    Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut;
     
  4.
Paragraf 13 Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas yang menyatakan bahwa Penambahan modal disetor dicatat berdasarkan:
    (a) Jumlah uang yang diterima;
    (c) Besarnya tagihan yang timbul atau utang yang dikonversi menjadi modal;
       
  5.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Pasal 76
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
 
Pasal 78
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
 
Bahwa atas dasar tersebut di atas, bersama ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)sampaikan keberatan-keberatan atas pertimbangan hukum Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013, sebagai berikut:
 
Keberatan terhadap tidak dipertahankannya Koreksi Positif atas Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
 
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) keberatan terhadap Putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas koreksi Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim pada:
 
Halaman 48 alinea 3:
Bahwa berdasarkan fakta persidangan, alat bukti berupa Laporan Keuangan Tahun 2007 yang diaudit Kantor Akuntan Publik Kanaka Puradiredja, Circular Resolution of Shareholder PT. Associated British Budi, Perjanjian Kredit dengan Bank Mandiri dan Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham Tahun 2004, dan Amendment of Loan Agreement (Perjanjian pinjaman dari ABBI dan BAJ Tahun 1998 Majelis menilai konversi dimaksud terjadi Tahun 2004;
 
Halaman 48 alinea 5:
Bahwa berdasarkan alat bukti yang merupakan audit report Tahun 2007 dan Perjanjian Kredit tanpa bunga dari Bank Mandiri, bahwa Majelis menilai memang benar berdasarkan penjelasan dalam audit report/financial statements for the years ended December 31 , 2004 and 2003 and for the Period From April 23, 1996 (Inception Date) Through December 31, 2004 and Independent Auditor’s Report Kantor AKuntan Johan Malonda Astika & Rekan (a member of Nexia International) pada angka 11 Subordinated Loan ABB Indonesia (Formally British Sugar Overseas Indonesia Pte, Ltd), Singapore (ABBI) (USD3,338,744 dan F 127,162 in 2003 = Rp30.180 milyar), PT. Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) (USD925,123 in 2003 = Rp7.831 milyar) jumlah seluruhnya Rp38.011 milyar;
 
Halaman 48 alinea 6:
Berdasarkan Loan Agreement Dated 1998 The Loan Have Become non-interest Bearing Loans Since January 1,2000 membuktikan bahwa atas pinjaman dari pemegang saham sejak 1 Januari 2000 tidak dikenakan bunga;
 
Halaman 49 alinea 1:
Bahwa dengan demikian konversi utang ke modal Tahun 2004 tersebut adalah nilai dari pokok pinjamannya saja tanpa ditambah dengan beban bunga, oleh karena itu tidak ada objek PPh Pasal 26 pada tahun 2004 atas pinjaman dari pemegang saham. Oleh karena itu dugaan Terbanding ada objek PPh Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; Berdasarkan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, bersama ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan hal-hal sebagai berikut:
    i.
Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598, yang berasal dari hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan tahun 2007 di mana terdapat pengalihan utang pemegang saham yang dikonversi menjadi modal yang disetujui dalam rapat pemegang saham pada tanggal 14 Januari 2004 sebesar USD2.538.744,36. Atas utang tersebut termasuk pula bunga pinjaman ke pemegang saham yang belum dikenakan Objek PPh Pasal 26 dengan perhitungan sebagai berikut:
 
       
    ii. Bahwa berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), diperoleh fakta sebagai berikut:
      a. Laporan Audit masih mencantumkan konversi utang menjadi modal yang belum dibuatkan aktanya dalam Paid in Capital sehingga konversi tersebut masih terbawa di tahun 2007. Atas konversi utang tersebut termasuk juga bunga pinjaman kepada pemegang saham yang oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) belum dikenakan PPh Pasal 26.
      b.
Bahwa selama proses keberatan, terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah diminta untuk melengkapi dokumen dan keterangan untuk memperkuat sanggahannya dengan Surat Permintaan Penjelasan dan Pembuktian Tertulis (permintaan pertama) Nomor: S-3685/WPJ.07/BD.0504/2009 tanggal 14 Oktober 2009.
 
Bahwa sampai dengan batas waktu yang ditentukan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) belum memenuhi permintaan data dan dokumen, kemudian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kembali melakukan permintaan data/dokumen kedua melalui Surat Nomor S-4202/WPJ.07/BD.0501/2009 tanggal 13 November 2009. Namun sampai dengan waktu yang ditetapkan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga belum memberikan respon. Atas hal ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membuat Berita Acara Tidak Memberikan Data/Dokumen melalui Surat Nomor BA-2274/WPJ.07/BD.0501/2009 tanggal 11 Desember 2009.
 
Kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga telah dikirimkan Permintaan Keterangan melalui Surat Nomor S-4499/WPJ.07/BD.0501/2009 tanggal 1 Desember 2009 dan ditanggapi oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada tanggal 10 Desember 2009 dengan hadir memenuhi undangan dan memberikan data. Data-data yang diperlihatkan dan dipinjamkan untuk memproses permohonan keberatan meliputi:
 
         
      c. Bahwa selama proses keberatan, untuk memperjelas materi sengketa, kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga sudah dikirimkan Permintaan Keterangan melalui Surat Nomor S-4499/WPJ.07/BD.0501/2009 tanggal 1 Desember 2009. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan respon melalui Surat Jawaban Nomor 05/ABB/X11/09 tanggal 10 Desember 2009 yang diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula) Terbanding pada tanggal 15 Desember 2009, yang menyatakan:
        1) Sehubungan dengan pemeriksaan Tahun 2007 dan sesuai dengan Laporan Keuangan Tahun 2007 yang telah diaudit KAP Kanaka Puradiredja tidak terdapat konversi atau penambahan modal seperti yang telah dikoreksi oleh Terbanding. Penambahan modal yang dimaksud Terbanding telah terjadi di Tahun 2004 dan telah diperiksa oleh KPP PMA Empat dengan SP3 Nomor: PRINT-135/WPJ.07IKP.0505I2006 tanggal 9 Maret 2006 (terlampir copy).
        2)
Latar belakang dan peruntukan pinjaman menjadi penambahan modal yang terjadi di Tahun 2004 adalah sesuai dengan Circular Resolution of Shareholder of PT. Associated British Budi dengan perincian sebagai berikut:
 
           
         
Dalam keterangannya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa benar terdapat utang pokok dan bunga dari pemegang saham (British Sugar Overseas Indonesia Pte., Ltd), di mana untuk utang Bunga sebesar Rp2.490.520.598 yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) merupakan koreksi objek pajak PPh Pasal 26 atas Bunga ke Luar Negeri;
 
utang bunga tersebut berasal dari Pinjaman Perusahaan dari ABB dan PT Budi Acid Jaya (BAJ) di Tahun 1998, di mana pinjaman tersebut tidak kena bunga (Non interest bearing loan) sejak 1 Januari 2000 dan hal yang sama tercantum pula dalam Audit Report Tahun 2004 hal 11 (fotocopy terlampir). Dengan demikian tidak terdapat beban atau pencadangan bunga atas Pinjaman Pemegang Saham (ABB dan PT BAJ) terhitung sejak 1 Januari 2000 dan utang bunga kepada Pemegang Saham yang tertulis dalam Audit Report Tahun 2004 dan 2007 dan seperti yang dimaksud Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah terjadi sebelum Tahun 2000, sehingga untuk Tahun 2004 tidak terdapat objek pajak PPh Pasal 26 dan PPh Pasal 23 atas bunga kepada pemegang saham yang harus dikoreksi oleh pemeriksa.
 
Dalam suratnya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan penjelasan atas kronologis pemberian pinjaman dari pemegang saham beserta mutasi atas pokok dan bunga pinjaman yang terjadi dari awal sampai dengan akhir tahun 2007 sampai dengan Konversi Pinjaman Pemegang saham menjadi penyertaan modal.
         
      d. Berdasarkan penelitian atas dokumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa Laporan Keuangan yang diaudit oleh KAP Johan Malonda Astika & Rekan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2004 dan KAP Kanaka Puradireja dan Rekan yang berakhir 31 Desember 2007 diketahui hal-hal sebagai berikut:
        1)
Dari penelitian Neraca Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk tahun yang berakhir 2007 diketahui terdapat Paid in Capital dalam komponen ekuitas Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan perincian sebagai berikut:
 
           
        2)
Dari penelitian Neraca Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Tahun 2004 diketahui terdapat kenaikan Paid in Capital dalam komponen ekuitas Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di Tahun 2004 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan perincian sebagai berikut:
 
           
        3)
Dari penelitian Neraca Laporan Keuangan di Tahun 2004 juga diketahui terdapat penurunan Subordinated Loan dalam komponen kewajiban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di Tahun 2004 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan perincian sebagai berikut:
 
           
        4)
Dalam penjelasan point 11 Laporan Audit Tahun 2004 disebutkan bahwa per 31 Desember 2003 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memiliki utang subordinasi kepada ABB Indonesia Pte. Ltd, Singapore (sebelumnya bernama British sugar Overseas Indonesia Pte. Ltd) senilai Rp30.180 juta atau setara dengan USD3,338,744 dan GBP 127,162. Disamping itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga memiliki utang subordinasi senilai Rp7,831 juta atau setara dengan USD925,123. Posisi utang subordinasi tahun 2003 ditabelkan
 
           
        5) Dalam point yang sama juga disebutkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mendapatkan pinjaman dari ABB Indonesia Pte. Ltd Singapore (ABBI) dan PT Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) di tahun 1998. Pinjaman tersebut menjadi tidak terutang bunga sejak 1 Januari 2000.
           
        6) Berdasarkan Amendement of the Loan Agreement tertanggal 31 Desember 2003 ABBI dan BAJ sepakat untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran pokok dan bunga dengan masing-masing total USD3,338 juta dan USD925 ribu menjadi 31 Desember 2005.
           
        7) Di Tahun 2004 perusahaan membayar pokok pinjaman sebesar USD800 ribu dan GBP 56 ribu ke ABB Indonesia Pte. Ltd Singapore (ABBI). Berdasarkan Circular Resolution of Stockholders tertanggal 14 Januari 2004, pemegang saham sepakat untuk mereklasifikasi Subordinated Loan sejumlah USD3,463 juta dan BP 72 ribu setara dengan Rp29.965 Milyar ke Paid In Capital. Namun resolusi Pemegang Saham tersebut belum diaktakan sehingga reklasifikasi tersebut masuk ke Additional Paid In Capital.
           
        8)
Dalam point 12 dan 16 Audit Laporan Keuangan dijelaskan mengenai detail Pemegang saham Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan "Nature Transaction with Related Parties" disebutkan terdapat keterkaitan antara Pemohon Banding, ABB Indonesia Pte. Ltd Singapore (ABBI) dan PT Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) sebagaimana tertulis:
 
         
      e. Berdasarkan penelitian atas dokumen yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa kontrak/perjanjian utang piutang antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pemegang sahamnya diperoleh kronologis sebagai berikut:
       
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan 57 dari total 62 set kontrak perjanjian "Short Term Loan Agreement".
        Berdasarkan penelitian kontrak tersebut tidak diketahui tanggal kontrak ditandatangani, sehingga jangka waktu kontrak pun tidak diketahui dengan pasti. Hal ini terkait dengan pengakuan beban bunga yang terutang.
        Klaim Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa pinjaman dimulai tahun 1998 dan bunga terutang timbul untuk periode 1998 sampai dengan 2000. Hal ini tidak dapat diverifikasi ke dokumen kontraknya.
        Bukti pendukung lainnya berupa voucher journal pengakuan pencatatan biaya bunga dalam buku besar biaya bunga dan Buku Besar utang Bunga serta laporan keuangan tahun 1998 sampai dengan 2000 tidak tersedia saat keberatan. Ketiadaan dokumen pendukung ini menyebabkan tidak diketahui secara pasti kapan sebenarnya biaya bunga dibebankan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam pembukuannya.
       
    iii. Bahwa berdasarkan data dan fakta tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyimpulkan bahwa:
      a. Bahwa Koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 timbul dari hasil pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Tahun 2007, yaitu dalam komponen Paid in Capital di mana terdapat pengalihan utang pemegang saham yang dikonversi menjadi modal yang disetujui dalam Rapat Pemegang Saham pada tanggal 14 Januari 2004 sebesar USD2.538.744,36. Atas utang tersebut termasuk pula bunga pinjaman ke pemegang saham yang belum dikenakan Objek PPh Pasal 26;
      b. Bahwa paragraf 13 PSAK Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas menyatakan bahwa Penambahan modal disetor dicatat berdasarkan:
        (a)
Jumlah uang yang diterima;
        (c) Besarnya tagihan yang timbul atau utang yang dikonversi menjadi modal;
        Bahwa sesuai PSAK, dalam transaksi konversi utang menjadi modal (debt to equity swap) terdapat dua macam transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu: Transaksi pelunasan utang dan Transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas. Dengan demikian, atas Akun Paid in Capital dalam Laporan Keuangan Tahun 2007, merupakan seluruh tagihan/utang yang muncul yang menjadi beban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), meliputi pokok dan bunganya yang dikonversi menjadi Modal;
      c.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), berdasarkan Circular Resolution of Stockholders (RUPS) tertanggal 14 Januari 2004, pemegang saham sepakat untuk mereklasifikasi Subordinated Loan sejumlah USD3,463 juta dan BP 72 ribu setara dengan Rp29.965 Milyar ke Paid In Capital, namun resolusi Pemegang Saham tersebut belum diaktakan.
      d. Bahwa dengan demikian, pada dasarnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), telah mengakui memang terdapat utang bunga sebesar Rp2.490.520.598 yang menurutnya terjadi di Tahun 1998 sampai dengan 2000, di mana pinjaman tersebut tidak kena bunga (Non Interest Bearing Loan) sejak 1 Januari 2000.
      e. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), tidak dapat memberikan penjelasan atas kronologi pemberian pinjaman dari pemegang saham beserta mutasi atas pokok dan bunga pinjaman yang terjadi dari awal sampai dengan akhir Tahun 2007 sampai dengan Konversi Pinjaman Pemegang saham menjadi penyertaan modal.
      f.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahan-perubahnnya menyebutkan atas penghasilan bunga, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Pemohon Banding luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
 
Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan menyebutkan bahwa: Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
 
Dalam memori penjelasan dinyatakan bahwa batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukan Pada saat terjadinya pembayaran. Walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran.
 
Pasal 11 P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) antara Indonesia Singapura (Tax Treaty between Indonesia-Singapore), menyatakan:
Interest arising in a Contracting State and paid to a resident of the other Contracting State may be taxed in that other State"
Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut;
         
      g. Bahwa berdasarkan penelitian atas kontrak/perjanjian utang piutang antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dengan pemegang sahamnya ABB Indonesia Pte. Ltd, Singapore (sebelumnya bernama British sugar Overseas Indonesia Pte. Ltd) diketahui:
        Seluruh kontrak pemberian pinjaman yang dipinjamkan saat keberatan tersebut tidak tercantum tanggal kontrak mulai berlaku atau tanggal kontrak ditandatangani sehingga Klaim Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), yang menyatakan bahwa pinjaman dimulai Tahun 1998 dan bunga terutang timbul untuk periode 1998 sampai dengan 2000 tidak dapat diverifikasi ke dokumen kontraknya.
        Tidak tercantumnya tanggal kontrak mulai berlaku atau tanggal kontrak ditandatangani juga menyebabkan waktu pengakuan beban bunga yang terutang yang ditentukan dari tanggal jatuh tempo tidak dapat diukur dengan pasti
       
Bukti pendukung lainnya berupa voucher journal pengakuan/pencatatan biaya bunga dalam buku besar biaya bunga dan Buku Besar utang Bunga serta Laporan Keuangan Tahun 1998 sampai dengan 2000 tidak tersedia saat keberatan. Ketiadaan dokumen pendukung ini menyebabkan tidak diketahui secara pasti kapan sebenarnya biaya bunga dibebankan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dalam pembukuannya sehingga tidak dapat diketahui saat terutangnya penghasilan itu sendiri.
 
Bahwa dengan demikian, pernyataan Pemohon Banding bahwa bahwa bunga terutang di Tahun 1998 sampai dengan Tahun 2000 tidak dapat dibuktikan.
         
      h.
Bahwa atas pernyataan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), bahwa konversi utang menjadi Modal terjadi pada Tahun 2004, di mana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), telah diperiksa oleh KPP PMA Empat, yang sama dengan KPP yang memeriksa Tahun 2007, dan telah mengeluarkan produk hukum dengan tidak terdapat koreksi Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 untuk periode Januari s.d. Desember 2004, adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta.
 
Berdasarkan penelitian terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak Tahun 2004 dan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa pemeriksaan Tahun 2004 tidak pernah melakukan pemeriksaan atas objek PPh Pasal 26 dengan tidak adanya Surat Ketetapan Pajak atas PPh Pasal 26 seperti SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) ataupun SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil). Hasil Pemeriksaan tahun 2004 dan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan adalah SKPLB PPh Badan, SKPKB PPh Pasal 21, SKPN PPh Pasal 23, SKPKB PPN dan STPPPN.
         
      i. Bahwa bantahan atas pernyataan Majelis sebagai berikut:
        1)
Atas pendapat Majelis yang menyatakan:
 
Bahwa berdasarkan fakta persidangan, alat bukti berupa Laporan Keuangan Tahun 2007 yang diaudit Kantor Akuntan Publik Kanaka Puradiredja, Circular Resolution of Shareholder PT. Associate British Budi, Perjanjian Kredit dengan Bank Mandiri dan Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham Tahun 2004, dan Amendment of Loan Agreement (Perjanjian pinjaman dari ABBI dan BAJ Tahun 1998 Majelis menilai konversi dimaksud terjadi Tahun 2004;
 
Bahwa berdasarkan alat bukti yang merupakan audit report Tahun 2007 dan Perjanjian Kredit tanpa bunga dari Bank Mandiri, bahwa Majelis menilai memang benar berdasarkan penjelasan dalam audit report/financial statements for the years ended December 31, 2004 and 2003 and for the Period From April 23, 1996 (Inception Date) Through December 31, 2004 and Independent Auditor’s Report Kantor Akuntan Johan Malonda Astika & Rekan (a member of Nexia International) pada angka 11 Subordinated Loan ABB Indonesia (Formally British Sugar Overseas Indonesia Pte, Ltd), Singapore (ABBI) (USD3,338,744 dan F 127,162 in 2003 = Rp30.180 milyar), PT. Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) (USD925,123 in 2003 = Rp7.831 milyar) jumlah seluruhnya Rp38.011 milyar;
 
Bahwa atas pendapat Majelis tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa terjadinya konversi utang pemegang saham menjadi modal pada tanggal 14 Januari 2004 karena telah disetujui oleh RUPS. Bahwa sesuai PSAK, jumlah yang dikonversi menjadi modal adalah seluruh tagihan utang termasuk bunga yang seharusnya dibayar yang dikonversi ke modal tersebut. Bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, maka atas bunga tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 26 pada saat terutang.
 
Bahwa berdasarkan bukti yang diperlihatkan dalam pemeriksaan pajak oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 tidak dapat dibuktikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga atas kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 dimaksud merupakan kewajiban yang belum dipenuhi oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding),yang tetap dapat ditagih oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui koreksi pajak di Tahun 2007;
           
        2)
Atas pendapat Majelis yang menyatakan bahwa: Berdasarkan Loan Agreement Dated 1998 The Loan Have Become non-interest Bearing Loans Since January 1, 2000 membuktikan bahwa atas pinjaman dari pemegang saham sejak 1 Januari 2000 tidak dikenakan bunga;
 
Adalah pernyataan yang berlawanan dengan pendapat Majelis yang menyatakan:
Bahwa dengan demikian konversi utang ke modal Tahun 2004 tersebut adalah nilai dari pokok pinjamannya saja tanpa ditambah dengan beban bunga, oleh karena itu tidak ada objek PPh Pasal 26 pada tahun 2004 atas pinjaman dari pemegang saham. Oleh karena itu dugaan Terbanding ada objek PPh Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
 
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa menurut Pendapat Majelis, pinjaman menjadi tidak dikenakan bunga sejak 1 Januari 2000.
 
Bahwa melihat simpulan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) bahwa dalam kontrak pinjaman tersebut tidak diketahui tanggal kontrak ditandatangani, sehingga jangka waktu kontrak pun tidak dapat diketahui, maka sesuai dengan klaim Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), bahwa pinjaman dimulai tahun 1998, artinya Majelis juga mengakui terdapat bunga pinjaman yang terutang PPh Pasal 26 oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), karena terjadi sebelum 1 Januari 2000.
 
Bahwa sesuai Paragraf 13 (c) PSAK Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas, Additional Paid In Capital dicatat berdasarkan besarnya tagihan yang timbul atau utang yang dikonversi menjadi Modal.
 
Sehingga pernyataan Majelis yang menyatakan dengan demikian konversi utang ke modal Tahun 2004 tersebut adalah nilai dari pokok pinjamannya saja tanpa ditambah dengan beban bunga, adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan PSAK, karena dalam PSAK jelas-jelas tidak disebutkan bahwa pencatatan Additional Paid in Capital adalah hanya pokok pinjamannya saja.
 
Bahwa Additional Paid In Capital merupakan komponen Ekuitas/Modal dalam Neraca. Bahwa dalam Paragraf 49 PSAK tentang Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan antara lain menyatakan Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
          a.
Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
          b. Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
          c. Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
         
Dengan demikian komponen-komponen yang termasuk dalam Neraca, termasuk Additional Paid in Capital,merupakan peristiwa yang terjadi di masa lalu yang akan terus terbawa di masa depan. Sehingga pendapat Majelis yang menyatakan bahwa pinjaman menjadi tidak dikenakan bunga sejak 1 Januari 2000, artinya Majelis dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), juga mengakui bahwa terdapat bunga pinjaman yang terutang sebelum Tahun 2000.
 
Bunga pinjaman tersebut termasuk komponen Additional Paid in Capital yang akan terbawa dalam laporan Neraca sampai dengan tahun dilakukannya konversi.
 
Sehingga pernyataan Majelis yang menyatakan: konversi utang ke modal Tahun 2004 tersebut adalah nilai dari pokok pinjamannya saja tanpa ditambah dengan beban bunga, menjadi terbantahkan.
         
      iv. Bahwa dengan demikian, atas koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan ketentuan dalam PSAK, Pasal 26 UU PPh dan ketentuan dalam Tax Treaty Indonesia-Singapura. Sehingga atas pendapat Majelis yang telah membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak yang menyatakan Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
         
      Dengan demikian putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku dan melanggar ketentuan dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 tersebut harus dibatalkan.
   
V.
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.45844/PP/M.XVI/13/2013 tanggal 25 Juni 2013 yang menyatakan:
  Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-456/WPJ.07/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 Nomor 00010/204/07/057/09 tanggal 29 Juni 2009 atas nama PT Associated British Budi NPWP: 01.071.537.3.057-000 menjadi sebagaimana perhitungan di atas;
  Adalah tidak benar serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-456/WPJ.07/2010 tanggal 30 April 2010, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari - Desember 2007 Nomor: 00010/204/07/057/09 tanggal 29 Juni 2009, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.071.537.3.057-000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Nihil adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp2.490.520.598,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berasal dari Loan Agreement Dated 1998 The Loan Become non-interest Bearing Loans Since Januari 1, 2000 yang membuktikan bahwa atas pinjaman dari pemegang saham sejak 1 Januari 2000 tidak dikenakan bunga, maka atas konversi utang ke modal Tahun 2000 adalah meniadakan kas atau pendapatan. Lagi pula Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah menyampaikan bukti-bukti yang cukup memadai berikut Laporan Keuangan telah diperiksa, diputus dan diadili oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan Putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Nihil (Rp0,00); dengan perincian sebagai berikut:
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 6 November 2017 oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., CN., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Agus Budi Susilo, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., CN.
Ketua Majelis:
ttd.
Dr. H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Agus Budi Susilo, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1815/B/PK/PJK/2017