Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1795/B/PK/PJK/2016


DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
Dadang Suwarna, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Dayat Pratikno, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3.
Farchan Ilyas, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Anndy Dailami, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3322/PJ./2015, tanggal 29 September 2015;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
 
 
 
PT CATERPILLAR INDONESIA, beralamat di Jalan Raya Narogong KM 19 Cileungsi, Bogor 16820;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015, tanggal 29 Juni 2015,yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa pada tanggal 25 Agustus 2011 Terbanding telah menerbitkan SKPLB PPh Badan Nomor 00184/406/09/055/11 tertanggal 25 Agustus 2011 untuk Tahun Pajak 2009 sebesar USD63,232.00 dengan perincian sebagai berikut:
 
Tabel 1 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa pada tanggal 23 November 2011, Pemohon Banding mengajukan Surat Keberatan dengan Surat Nomor 01/SKPLB/CIPT/XI/2011 tertanggal 23 November 2011 kepada Terbanding atas SKPLB PPh Badan Nomor 00184/406/09/055/11 tertanggal 25 Agustus 2011;

Bahwa menanggapi Surat Keberatan tersebut,Terbanding menerbitkan Surat Keputusan Nomor KEP-2131/WPJ.07/2012. Dalam Keputusan Keberatan tersebut Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Pemeriksa dalam SKPLB PPh Badan Tahun 2009. Berdasarkan Surat Keputusan Keberatan tersebut, diperoleh perhitungan pajak terutang yang lebih dibayar adalah sebagai berikut:
 
Tabel 2 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dasar dan Alasan Permohonan Banding
Dasar Hukum Permohonan Banding
Bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Lebih lanjut dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur bahwa Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut;

Bahwa Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut "UU Pengadilan Pajak") mengatur bahwa Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Lebih lanjut Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan";

Bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan surat banding atas Keputusan Keberatan yang diterbitkan Terbanding tersebut, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Oleh karena itu sudah sepatutnya Surat Banding ini dapat diterima oleh Pengadilan Pajak;
 
Alasan Banding Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), terdapat hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan antara Pemohon Banding dengan Caterpillar SARL Singapore dan dengan PT Trakindo Utama;

Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan, Pemohon Banding menyatakan dalam lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009, bahwa terdapat transaksi afiliasi tetapi tidak didukung dengan dokumen/pencatatan oleh Pemohon Banding. Bahwa apa yang tercatat dalam lampiran SPT Tahunan PPh Badan yang menyatakan bahwa transaksi afiliasi menggunakan metode cost plus tidak didukung dengan dokumen pencatatan sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) PP 80 Tahun 2007. Berdasarkan TP Documentation for Fiscal Year 2009 (yang tidak dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan keberatan sesuai dengan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), metode yang dipakai adalah Transactional Net Margin Method (TNMM). Hal ini mengindikasikan bahwa Pemohon Banding tidak konsisten dan tidak menerapkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) PP 80 Tahun 2007 dalam pengisian SPT Tahunan PPh Badan;

Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan, diketahui bahwa Pemohon Banding tidak menyampaikan Transfer Pricing Documentation pada saat pemeriksaan. Pemohon Banding menyatakan bahwa pada saat memasukkan SPT Tahunan PPh Badan 2009 TP Documentation belum disampaikan karena masih dalam proses penyelesaian oleh konsultan Pemohon Banding (PWC);

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, data (TP documentation) yang diminta oleh Pemeriksa, tetapi belum diserahkan oleh Pemohon Banding tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan Pemohon Banding. Berdasarkan hal tersebut, tim peneliti tidak mempertimbangkan TP Documentation yang disampaikan oleh Pemohon Banding pada saat proses keberatan;

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pasal 16 ayat (2) PP 80, KEP-01/PJ.7/1993 dan SE-04/PJ.7/1993, KEP-43/PJ/2010, melakukan serangkaian kegiatan untuk menguji kewajaran dari transaksi afiliasi sebagaimana yang disebutkan oleh Pemohon Banding dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 Pemohon Banding;

Bahwa Pemeriksa telah menguraikan langkah-langkah/kegiatan dalam pemeriksaan afiliasi dan telah mendokumentasikan dalam KKP sebagaimana tertuang dalam LPP Nomor LAP-646/WPJ.07/KP.0305/2011 tanggal 24 Agustus 2011;

Bahwa berdasarkan tanggapan Pemeriksa atas permohonan keberatan Pemohon Banding yang diterima oleh tim Peneliti, Pemeriksa menyatakan bahwa pada Tahun 2009 industri alat berat di Indonesia memang mengalami penurunan penjualan. Hal ini sebagaimana terjadi pada big three (tiga industri alat berat di Indonesia) yaitu PT Komatsu Indonesia, PT Caterpillar Indonesia, dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia. Namun pada PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia tetap membukukan laba operasi pada Tahun 2009. Sedangkan Pemohon Banding rugi. Apabila Pemohon Banding konsisten dengan pernyataannya pada saat pemeriksaan, maka dua perusahaan ini layak dijadikan pembanding karena dua perusahaan ini adalah kompetitor Pemohon Banding untuk industri alat berat di Indonesia;

Bahwa berdasarkan data laporan keuangan Tahun Pajak 2009, diperoleh data sebagai berikut:
PT Hitachi Construction Machinery
MTC 5,62%;
PT Komatsu Indonesia
MTC 8,31%;
PT Caterpillar Indonesia (Pemohon Banding)
MTC-27,01%;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan data tersebut, MTC Pemohon Banding untuk Tahun 2009 jauh di bawah data pembanding di Industri sejenis;

Bahwa Tim Pemeriksa juga telah menganalisa bahwa kerugian Pemohon Banding sebenarnya bukan disebabkan karena penurunan penjualan, tetapi terdapat biaya-biaya yang menggerus laba Pemohon Banding, seperti pembayaran license fee sebesar 2-5% dari total sales, interest expense kepada perusahaan afiliasi sebesar 0,73-0,91% dan pembayaran sales commissions kepada perusahaan afiliasi sebesar 3% dari total sales;

Bahwa berdasarkan data-data tersebut, transaksi afiliasi Pemohon Banding sebagaimana dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 memang bermasalah dan tidak mencerminkan kewajaran dan kelaziman usaha, bukan karena pengaruh kondisi perekonomian secara global;

Bahwa Transfer Pricing Documentation telah diminta oleh Pemeriksa tetapi tidak diberikan oleh Pemohon Banding, karena memang belum selesai dibuat. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemohon Banding memang asal-asalan dalam mengisi lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (2) PP 80 Tahun 2007;

Bahwa berdasarkan hal tersebut, Tim Peneliti berpendapat bahwa apa yang telah diungkapkan oleh Pemohon Banding dalam Surat Keberatan Pemohon Banding tidak dapat diterima karena perhitungan kewajaran dan kelaziman dari transaksi afiliasi Pemohon Banding tidak didukung dengan dokumen/pencatatan sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) PP 80 Tahun 2007. Tim Peneliti tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa;

Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan alasan Terbanding yang mempertahankan koreksi peredaran usaha Tahun 2009 sebesar USD12,899,140.00 dengan alasan sebagai berikut:
a.
Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) PP 80 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
 
(2)
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
 
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau informasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pengelolaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding menyampaikan bahwa hingga akhir Tahun Pajak 2009 belum ada peraturan pelaksana berupa Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau informasi tambahan terkait dengan transaksi hubungan istimewa sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 16 ayat (3) dari PP 80 tersebut di atas. Oleh karena itu, menurut hemat Pemohon Banding alasan Terbanding yang tidak mempertimbangkan "Transfer Pricing Documentation" yang Pemohon Banding buat untuk Tahun 2009 adalah tidak tepat;

Bahwa adalah tidak tepat bila Pemohon Banding dianggap bersalah karena belum dapat menyediakan "Transfer Pricing Documentation" pada proses pemeriksaan pajak Tahun 2009, mengingat aturan pelaksanaan berupa Peraturan Menteri Keuangan, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 (PP 80 Tahun 2008) belum ada. Dengan demikian, menurut hemat Pemohon Banding "Transfer Pricing Documentation" Tahun 2009 tidak termasuk dalam pengertian data yang tidak diserahkan dalam proses pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

Bahwa Pemohon Banding kesulitan dalam mempersiapkan jenis dokumen atau informasi yang diperlukan sehubungan transaksi afiliasi, karena aturan pelaksana berupa Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diatur oleh PP 80 Tahun 2008 belum diterbitkan pada saat Pemohon Banding melaporkan SPT 1771 Tahun 2009. Maka dari itu Pemohon Banding berharap agar Majelis yang terhormat dapat mempertimbangkan "Transfer Pricing Documentation" yang Pemohon Banding buat dalam memutus Permohonan Banding Pemohon Banding untuk Tahun Pajak 2009;

Bahwa sekalipun belum ada ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dokumen atau informasi tambahan tersebut pada Tahun 2009, sebagai Wajib Pajak yang patuh Pemohon Banding tetap berusaha untuk membuat "Transfer Pricing Documentation" untuk Tahun 2009. Pada proses pemeriksaan "Transfer Pricing Documentation" tersebut belum selesai dan baru selesai pada saat proses keberatan. "Transfer Pricing Documentation" tersebut telah Pemohon Banding serahkan kepada Terbanding pada proses keberatan. Dengan demikian, sudah sepatutnya Terbanding mempertimbangkan "Transfer Pricing Documentation" yang Pemohon Banding buat;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b.
Sehubungan dengan pendapat Terbanding mengenai biaya royalty, interest dan sales commission yang menggerus laba Pemohon Banding, perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa pada saat pemeriksaan Terbanding sama sekali tidak mempermasalahkan biaya-biaya tersebut. Dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding pada saat proses pemeriksaan pajak Tahun 2009, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan biaya royalty, commission dan interest. Jadi menurut hemat Pemohon Banding pendapat Terbanding tidak ada relevansinya dan merupakan sesuatu hal yang baru di luar dari pokok sengketa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c.
Terbanding tidak konsisten dalam penggunaan data pembanding. Perusahaan yang digunakan sebagai data pembanding oleh Pemeriksa berbeda dengan data pembanding yang digunakan oleh Terbanding pada proses keberatan. Dalam proses pemeriksaan, sebagaimana disebutkan dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor Pem-551/WPJ.07/KP.0305/2011 tanggal 11 Agustus 2011 data pembanding yang digunakan oleh Pemeriksa diambil dari database OSIRIS dan pembanding yang dipakai adalah sebagai berikut:
 
1.
Komatsu Ltd.;
 
2.
BEML Limited.;
 
3.
Hunan Sunward Intel.;
 
4.
Everdigm Corp.;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dalam Surat Keberatan, Pemohon Banding sudah menyampaikan tanggapan Pemohon Banding terhadap perusahaan pembanding yang digunakan oleh Pemeriksa;

Bahwa sementara itu dalam proses keberatan, sesuai dengan Surat Pemberitahuan untuk Hadir Nomor S-4574/WPJ.07/2012 tanggal 15 Oktober 2012, perusahaan pembanding yang digunakan oleh Terbanding adalah sebagai berikut:
 
 
1.
PT Hitachi Construction Machinery empat tahun sebelumnya (2005-2008) yang secara konsisten menunjukkan;
 
2.
PT Komatsu Indonesia;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding tidak konsisten dalam penggunaan data pembanding, karena telah merubah data pembanding yang digunakan sebagai dasar koreksi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d.
Selama proses keberatan sampai dengan diterbitkannya Surat Pemberitahuan untuk Hadir, Pemohon Banding tidak pernah diberikan kesempatan untuk membahas/menanggapi data pembanding yang dipakai oleh Terbanding. Penelaah baru menyampaikan mengenai adanya data pembanding yang baru yaitu dua perusahaan di atas (PT Hitachi Construction Machinery dan PT Komatsu Indonesia) di dalam SPUH, dan selama proses keberatan data pembanding tidak pernah disampaikan kepada Pemohon Banding untuk dapat Pemohon Banding berikan tanggapan dengan sepatutnya;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
e.
Terkait dengan data pembanding yang digunakan oleh Terbanding dalam proses keberatan nampaknya berasal dari data perpajakan Wajib Pajak lain yang diperoleh dari data internal Terbanding;

Bahwa berdasarkan ketentuan di Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
"Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan";

Bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak dapat menggunakan data dari perusahaan lain yang diperoleh dari SPT Wajib Pajak lain yang disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan, karena data yang disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut bersifat rahasia sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;

Bahwa oleh karena itu hingga saat ini Pemohon Banding tidak mendapatkan informasi mengenai data pembanding dari kedua Wajib Pajak lain tersebut;

Bahwa berdasarkan Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/P14/2010 tertanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi disebutkan pada Lampiran 2 bagian A butir ke-8 yang menjelaskan tentang Pemilihan Pembanding, Pemilihan Indikator Tingkat Laba, dan Pemilihan Metode Transfer Pricing disebutkan sebagai berikut:
"Dalam hal Pemeriksa bertindak sebagai pihak yang menerapkan prinsip kewajaran (karena Wajib Pajak tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi afiliasinya), maka Pemeriksa dianjurkan untuk menggunakan data pembanding yang tersedia untuk umum (public information) dan commercial databases yang dimiliki DJP, sehingga dapat diverifikasi oleh Wajib Pajak";

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas Terbanding seharusnya menggunakan data pembanding yang tersedia untuk umum dan database komersial yang dimiliki Terbanding, sehingga data pembanding yang digunakan dapat diverifikasi oleh Pemohon Banding. Akan tetapi, hal ini tidak dilakukan oleh Terbanding dalam proses keberatan;

Bahwa lebih lanjut dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa ketentuan sebagaimana diatur didalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 tertanggal 31 Maret 2010 pada Lampiran 2 bagian A butir ke-8 tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum sebagaimana tertuang didalam OECD Guidelines on Transfer Pricing butir 3.36 dan 3.46 sebagai berikut:
"3.36
Tax administrators may have information available to them from examinations of other taxpayers or from other sources of information that may not be disclosed to the taxpayer. However, it would be unfair to apply a transfer pricing method on the basis of such data unless the tax administration was able, within the limits of its domestic confidentiality requirements, to disclose such data to the taxpayer so that there would be an adequate opportunity for the taxpayer to defend its own position and to safeguard effective judicial control by the courts”;
“3.46
Ensuring transparency of the process may depend on the extent to which the criteria used to select potential comparables are able to be disclosed and the reasons for excluding some of the potential comparables are able to be explained. Increasing objectivity and ensuring transparency of the process may also depend on the extent to which the person reviewing the process (whether taxpayer or tax administration) has access to information regarding the process followed and to the same sources of data";
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa sebagaimana dijelaskan didalam OECD Guidelines on Transfer Pricing butir 3.36 dan 3.46 tersebut di atas, Terbanding tidak diperkenankan menggunakan data internal yang dimilikinya kecuali data tersebut dapat diberikan juga kepada Pemohon Banding berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar Pemohon Banding mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat memberikan pembelaan terhadap posisi Pemohon Banding atas data pembanding yang digunakan oleh Terbanding. Lebih lanjut, dalam melakukan proses pencarian data pembanding, Terbanding juga seharusnya memberikan informasi kepada Pemohon Banding tentang kriteria yang digunakan dimana alasan yang digunakan untuk menolak atau menerima suatu data sebagai pembanding harus pula dapat dijelaskan. Sehingga Pemohon Banding dapat menguji atau melakukan verifikasi terhadap kebenaran dan proses pencarian data pembanding yang telah dilakukan;

Bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak dapat serta merta hanya membandingkan laba Pemohon Banding dengan dua Wajib Pajak lain yang digunakan sebagai pembanding, sekalipun dalam bidang usaha yang sama. Karena Terbanding seharusnya melakukan penelitian lebih dalam berupa analisa fungsi, asset dan resiko, serta melakukan analisa dari segi kondisi ekonomi pada saat itu, dan kondisi kompetisi dan akhirnya membuat analisa kesebandingan (comparable) dengan menggunakan data/informasi yang dapat diakses oleh publik, misalnya database OSIRIS dan ORIANA. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Terbanding membuat dasar perbandingan yang adil. Namun dalam hal ini Pemohon Banding tidak dapat meneliti lebih jauh karena Pemohon Banding tidak memiliki data pembanding yang digunakan oleh Terbanding, dan data pembanding tersebut tidak pernah didiskusikan dengan Pemohon Banding dalam proses keberatan oleh Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
f.
Apabila ada perusahaan sejenis lain yang tetap melaporkan keuntungan sementara Pemohon Banding mengalami kerugian di Tahun 2009, Terbanding tidak dapat langsung membuat kesimpulan bahwa laporan keuangan Pemohon Banding tidak wajar hanya karena laba Pemohon Banding berada di bawah perusahaan lain yang sejenis. Seharusnya diteliti juga mengenai besarnya peredaran usaha, struktur biaya operasi dan lain-lain;

Bahwa sebagaimana telah diakui oleh Terbanding, perusahaan-perusahaan alat berat lain di Indonesia pada tahun 2009 sama-sama mengalami penurunan penjualan yang signifikan yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Dengan demikian apa yang Pemohon Banding sampaikan dalam surat keberatan Pemohon Banding terbukti adalah benar dan tidak mengada-ada. Namun demikian, bilamana ada perusahaan lain yang tetap mencatat laba pada tahun 2009 maka Terbanding seharusnya menganalisis faktor-faktor lain, misalnya melakukan analisa Function, Asset dan Risk, apakah ada keuntungan luar usaha/atau pos biaya/pendapatan lain yang berbeda dengan Pemohon Banding di tahun 2009, ataupun bila Wajib Pajak lain memiliki sumber penghasilan lainnya selain dari produksi alat berat. Tanpa analisa laporan keuangan yang mendalam, adalah tidak tepat dan tidak adil bila Terbanding langsung menyimpulkan laba Pemohon Banding tidak wajar karena berada di bawah laba perusahaan lain sejenis tahun 2009;

Bahwa sekali lagi Pemohon Banding sampaikan, Pemohon Banding tidak dapat memberikan tanggapan lebih jauh terhadap data pembanding yang digunakan Terbanding yang disebutkan dalam SPUH karena Pemohon Banding tidak memiliki laporan keuangan perusahaan lain sejenis yang dijadikan pembanding oleh Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
g.
Semua perusahaan alat-alat berat mengalami penurunan penjualan tahun 2009. Seperti telah diketahui secara umum bahwa kurun waktu tahun 2008-2009, dunia mengalami krisis ekonomi yang cukup dalam yang mengakibatkan beberapa sektor industri mengalami dampak negatifnya, dan salah satu industri yang terkena imbasnya adalah industri alat berat (sebagaimana dapat dibaca pada website http://www.datacon.co.id/Alatberat2010Excavator.html.);

Bahwa lebih lanjut, kondisi ekonomi dunia yang menurun pada tahun 2008-2009 menyebabkan berkurangnya aktivitas ekonomi terutama di sektor-sektor pertambangan, infrastruktur, dan perkebunan dimana ketiga sektor tersebut merupakan pangsa pasar terbesar bagi produk alat-alat berat yang dihasilkan oleh Pemohon Banding. Krisis ekonomi ini juga menyebabkan banyak perusahaan menunda kegiatan investasi/belanja modal, termasuk menunda pembelian peralatan berat;

Bahwa dampak dari berkurangnya kegiatan dan aktivitas sektor-sektor industri tersebut di atas sangat dirasakan oleh Pemohon Banding, dimana akibat penurunan permintaan atas jenis produk-produk yang diproduksi oleh Pemohon Banding mengakibatkan jumlah penjualan Pemohon Banding menurun sangat signifikan;

Bahwa penurunan permintaan yang sangat signifikan tersebut mengakibatkan Pemohon Banding mengalami kerugian di tahun 2009. Dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa omset perusahaan di tahun 2008 adalah sebesar USD151,135,727.00 dan di tahun 2009 sebesar USD26,830,927.00. Penurunan penjualan yang sangat signifikan di tahun 2009 mengakibatkan perusahaan tidak mampu menutupi biaya operasional;

Bahwa berkurangnya omset perusahaan pada tahun 2009 sangat berpengaruh langsung terhadap kelangsungan usaha Pemohon Banding sehingga cash flow Pemohon Banding sangat terpukul. Untuk mengantisipasi hal ini, Pemohon Banding terpaksa melakukan beberapa langkah penghematan biaya agar perusahaan tetap bertahan melewati masa krisis ekonomi tersebut, termasuk diantaranya merumahkan sebagian karyawan (mengurangi jam kerja baik di bagian produksi maupun administrasi), dan bahkan melakukan langkah pemotongan gaji bagi pegawai. Bersama ini Pemohon Banding lampirkan dokumen-dokumen terkait dengan penjelasan Pemohon Banding di atas (terlampir surat pemberitahuan sehubungan dengan pengurangan gaji dan jam kerja). Perusahaan telah melakukan upaya terbaik untuk menjual produk-produk Pemohon Banding yang tersedia saat itu. Produk-produk tersebut dijual berdasarkan permintaan yang tersedia dan harga pasar terbaik yang tersedia pada saat itu;

Bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa kerugian yang dialami pada Tahun 2009 adalah bersifat sementara (merupakan siklus ekonomi yang normal), dan kerugian ini lebih disebabkan oleh kondisi ekonomi secara umum pada tahun 2009. Untuk memperkuat alasan Pemohon Banding, di bawah ini disajikan data laporan keuangan Pemohon Banding empat tahun sebelumnya (2005-2008) yang secara konsisten menunjukkan laba:
 
Tabel 3 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
h.
Sehubungan dengan pencarian data pembanding, sebagaimana diuraikan dalam "Transfer Pricing Documentation" 2009, ada pedoman-pedoman yang wajib diikuti dalam mencari dan memilih data pembanding. Rujukan yang Pemohon Banding gunakan adalah OECD Guidelines for Transfer Pricing dan PER-43/PJ/2010;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
i.
Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) telah memberikan suatu penuntun yang mengatur tentang kriteria-kriteria dalam melakukan pencarian perusahaan-perusahan yang akan dijadikan data pembanding untuk perusahaan yang melakukan transaksi hubungan istimewa. Di dalam Paragraph 3.43 OECD Guidelines on transfer pricing (hal. 120) disebutkan:
"In practice, both quantitative and qualitative criteria are used to include or reject potential comparables. Examples of qualitative criteria are found in product portfolios and business strategies. The most commonly observed quantitative criteria are:

Size criteria in terms of Sales, Assets or Number of Employees. The size of the transaction in absolute value or in proportion to the activities of the parties might affect the relative competitive positions of the buyer and seller and therefore comparability;
 
 
 
Intangible-related criteria such as ratio of Net Value of Intangibles/Total Net Assets Value, or ratio of Research and Development ("R&D")/Sales where available: they may be used for instance to exclude companies with valuable intangibles or significant R&D activities when the tested party does not use valuable intangible assets nor participate in significant R&D activities;
 
Criteria related to the importance of export sales (Foreign Sales/Total Sales), where relevant;
 
Criteria related to inventories in absolute or relative value, where relevant;
 
Other criteria to exclude third parties that are in particular special situations such as start-up companies, bankrupted companies, etc. when such peculiar situations are obviously not appropriate comparisons";
 
 
 
 
 
 
 
 
 
j.
Pasal 20 ayat (1) dan (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 menyebutkan:

Ayat (1)
"Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa";

Ayat (4)
"Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa";

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Pemohon Banding telah menyiapkan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan oleh Pasal 16 ayat (2) dari Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 dimana Pemohon Banding telah menyiapkan "Transfer Pricing Study" untuk Tahun 2009 yang disiapkan oleh pihak independen yang profesional yaitu Pricewaterhousecoopers. Oleh karenanya Pemohon Banding telah menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (4) dari PER-43/PJ/2010, Pemohon Banding berpendapat bahwa pihak Terbanding tidak perlu menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Pemohon Banding, karena Pemohon Banding sudah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai dengan "Transfer Pricing Documentation" Tahun 2009;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
k.
Sehubungan dengan kewajiban membuat dokumentasi atas transaksi hubungan istimewa, perusahaan telah meminta pihak independen (Pricewaterhousecoopers/PWC) untuk melakukan studi terhadap transaksi hubungan istimewa yang terdapat di Pemohon Banding. Adapun kesimpulan yang diperoleh dalam transfer pricing report tersebut adalah sebagai berikut:
 
Metode Transactional Net Margin Method (TNMM) dipilih sebagai metode yang paling sesuai untuk menguji apakah transaksi related party dari Pemohon Banding konsisten dengan arm's length principleDatabase OSIRIS digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan pembanding yang memiliki fungsi yang serupa dengan kegiatan usaha Pemohon Banding untuk menguji apakah net margin yang diperoleh CIPT sesuai dengan arm's length principle;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PWC menganalisa kinerja keuangan dari Penggugat dan perusahaan pembanding untuk periode lima tahun dari tahun 2005 sampai tahun 2009 untuk memastikan analisa tidak terdistorsi oleh kondisi industri ataupun bisnis yang tidak biasa yang dapat mempengaruhi tahun tertentu (yang mana dalam kasus ini kondisi kuartal 4 tahun 2008 dan tahun 2009 sangat terdistorsi oleh krisis ekonomi global). Penggunaan data beberapa tahun dalam analisa telah sesuai dengan OECD Guidelines, karena OECD mengakui pentingnya penggunaan data beberapa tahun ketika menentukan hasil arm's length khususnya ketika menerapkan metode transactional profit, untuk memperhitungkan siklus produk dan kondisi ekonomi jangka pendek;

Bahwa paragraf 3.76 dari OECD Guidelines menyebutkan sebagai berikut:
"In order to obtain a complete understanding of the facts and circumstances surrounding the controlled transaction, it generally might be useful to examine data from both the year under examination and prior years. The analysis of such information might disclose facts that may have influenced (or should have influenced) the determination of the transfer price. For example, the use of data from past years will show whether a taxpayer's reported loss on a transaction is part of a history of losses on similar transactions, the result of particular economic conditions in a prior year that increased costs in the subsequent year, or a reflection of the fact that a product is at the end of its life cycle";
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PWC telah melakukan pencarian perusahaan pembanding dengan kriteria sebagai berikut:
 
Tabel 4 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pencarian pada database OSIRIS untuk produsen peralatan berat menghasilkan sebelas perusahaan pembanding. Full Cost Mark Up ("FCMU") dan Return on Assets ("ROA") dipilih sebagai profit level indicator yang paling sesuai untuk menguji apakah Penggugat memperoleh imbalan yang wajar dari fungsi yang dilakukannya. Hasil yang diperoleh dari perusahaan pembanding dan laporan keuangan segmentasi dari Penggugat untuk aktivitas manufacturing diringkaskan di tabel di bawah:
 
Tabel 5 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa analisa TNMM membandingkan basil FCMU dan ROA rata-rata lima tahun Penggugat untuk periode Tahun Pajak 2005-2009 terhadap hasil yang diperoleh oleh perusahaan pembanding yang sebanding. Berdasarkan hasil di atas, Pemohon Banding memperoleh kisaran interkuartil dari FCMU antara 2,08% sampai 6,13% dan rata-rata tertimbang dari Penggugat adalah 7,20%. Kisaran interkuartil ROA adalah antara 1,95% sampai 8,90% dan ROA rata-rata tertimbang dari Penggugat adalah 8.61%. Hasil TNMM di atas mengindikasikan bahwa CIPT telah memperoleh imbalan yang cukup pada level laba bersih operasi dibandingkan dengan hasil yang didapat perusahaan lain;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, Pemohon Banding mohon agar koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar USD12,899,140.00 dapat dibatalkan;

Perhitungan Pajak Menurut Pemohon Banding
Bahwa berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, maka perhitungan PPh Badan Tahun Pajak 2009 menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut (dalam USD):
 
Tabel 6 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa demikian Surat Banding ini Pemohon Banding buat untuk menjelaskan hal-hal yang menjadi dasar timbulnya perbedaan pendapat antara pihak Pemeriksa dan Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015, tanggal 29 Juni 2015,yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
MENGADILI
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2131/WPJ.07/2012 tanggal 31 Oktober 2012, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 Nomor 00184/406/09/055/11 tanggal 25 Agustus 2011, atas nama PT Caterpillar Indonesia, NPWP 01.060.105.2-055.000, alamat Jalan Raya Narogong KM. 19 Cileungsi, Bogor 16820, sehingga Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
 
Tabel 7 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015, tanggal 29 Juni 2015, diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal 14 Juli 2015, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3322/PJ./2015, tanggal 29 September 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 07 Oktober 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-3147/4.1/PAN.Wk/2015 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 07 Oktober 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 10 Juni 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 01 Juli 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
 
Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut,sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):

“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
 
 
e.
Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 
 
 
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
 
1.
Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015, atas nama PT. Caterpillar Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali-semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal 09 Juli 2015 dan disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 23 Juli 2015 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201507230022;
 
2.
Bahwa dengan demikian,berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 
3.
Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnya-lah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
III.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah Koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00 sehubungan dengan transaksi Pemohon Banding dengan pihak afiliasi yang tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
IV.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman  80-81
bahwa menurut Majelis digunakannya informasi dari PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery oleh Terbanding untuk menilai kewajaran tingkat laba Pemohon Banding adalah tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertuang baik dalam OECD Transfer Pricing Guidelines, seperti yang telah dikemukakan oleh Pemohon Banding, maupun yang ada dalam UN Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries, yaitu yang dikenal sebagai penggunaan secret comparables;

bahwa tentang hal di atas OECD Transfer Pricing Guidelines (2010) antara lain menjelaskan bahwa:
3.36.
Tax administrators may have information available to them from examinations of other taxpayers or from other sources of information that may not be disclosed to the taxpayer. However, it would be unfair to apply a transfer pricing method on the basis of such data unless the tax administration was able, within the limits of its domestic confidentiality requirements, to disclose such data to the taxpayer so that there would be an adequate opportunity for the taxpayer to defend its own position and to safeguard effective judicial control by the courts;
3.46.
The process followed to identify potential comparables is one of the most critical aspects of the comparability analysis and it should be transparent, systematic and verifiable. In particular, the choice of selection criteria has a significant influence on the outcome of the analysis and should reflect the most meaningful economic characteristics of the transactions compared. Complete elimination of subjective judgments from the selection of comparables would not be feasible, but much can be done to increase objectivity and ensure transparency in the application of subjective judgments. Ensuring transparency of the process may depend on the extent to which the criteria used to select potential comparables are able to be disclosed and the reasons for excluding some of the potential comparables are able to be explained Increasing objectivity and ensuring transparency of the process may also depend on the extent to which the person reviewing the process (whether taxpayer or tax administration) has access to information regarding the process followed and to the same sources of data;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa hal yang sama juga ditegaskan dalam UN Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (2013):
1.6.14.
Using a secret comparable generally means the use of information or data about a taxpayer by the tax authorities to form the basis of risk assessment or a transfer pricing audit of another taxpayer. That second taxpayer is often not given access to that information as it may reveal confidential information about a competitor's operations;
1.6.15.
Caution should be exercised in permitting the use of secret comparables in the transfer pricing audit unless the tax authorities are able to (within limits of confidentiality) disclose the data to the taxpayer so as to assist the taxpayer to defend itself against an adjustment. Taxpayers may otherwise contend that the use of such secret information is against the basic principles of equity, as they are required to benchmark controlled transactions with comparables not available to them-without the opportunity to question comparability or argue that adjustments are needed;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan pedoman-pedoman di atas maka penggunaan secret comparables, dalam hal ini PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery, hanya dimungkinkan bila Pemohon Banding diberi informasi yang lengkap tentang kedua pembanding yang digunakan Terbanding sehingga Pemohon Banding dapat memberikan tanggapan maupun bantahan. Penggunaan PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery sebagai pembanding oleh Terbanding bertentangan dengan prinsip keadilan dan tidak transparan karena ternyata Terbanding tidak memberikan informasi dan data yang lengkap tentang kedua pembanding tersebut kepada Pemohon Banding;

Bahwa dalam Surat Uraian Banding, Terbanding menegaskan kembali kesimpulannya bahwa: "Tim Pemeriksa juga telah menganalisa bahwa kerugian Pemohon Banding bukan disebabkan karena penurunan penjualan, tetapi terdapat biaya biaya yang menggerus faba Pemohon Banding, seperti pembayaran License Fee sebesar 2-5% dari total sales, Interest Expense kepada perusahaan afiliasi sebesar 0,73-0,91% dan pembayaran Sales Commissions kepada perusahaan afiliasi sebesar 3 % dari total Sales";

Bahwa namun kesimpulan tersebut tidak sesuai dengan koreksi yang dilakukan Terbanding karena ternyata koreksi Terbanding adalah terhadap Peredaran Usaha, dan bukan terhadap biaya-biaya yang menurut Terbanding menggerus laba Pemohon Banding. Majelis tidak memperoleh alasan dan argumentasi Terbanding tentang dialokasikannya koreksi seluruhnya pada Peredaran Usaha sedangkan semula yang diperbandingkan adalah prosentase margin. Berdasarkan ha! tersebut Majelis berpendapat bahwa Terbanding tidak cermat dan tidak konsisten dalam melakukan koreksinya;

Bahwa terkait dengan data dan dokumen yang diserahkan dan dibahas dalam persidangan Majelis berpendapat sebagai berikut:
Bahwa Pasal 26A ayat (4) KUP mengatur secara tegas bahwa: "Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;

Bahwa sesuai dengan asas kebenaran materiil yang dianut oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak (Penjelasan Pasal 76), Undang-Undang Pajak Penghasilan (Penjelasan Pasal 28A), maupun Undang-Undang Peradilan TUN (di Penjelasan Umum maupun Penjelasan Pasal 107), maka Pengadilan Pajak tetap mempertimbangkan semua dokumen yang dikemukakan dan dibahas dalam persidangan, baik dari Terbanding maupun dari Pemohon Banding;

Bahwa Majelis telah meneliti dokumen-dokumen yang diserahkan maupun yang dibahas dalam persidangan, termasuk Transfer Pricing Report for Fiscal Year 2009 dari Pemohon Banding. Menurut pendapat Majelis, serta mempertimbangkan tidak adanya tanggapan Terbanding atas dokumen Transfer Pricing tersebut, hasil analisa Transfer Pricing yang dibuat oleh Pemohon Banding telah dapat menunjukkan bahwa transaksi yang dilakukan Pemohon Banding dengan pihak afiliasinya telah sesuai dengan prinsip-prinsip harga wajar;

Bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00 dilakukan tanpa dasar yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti dan error juris) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum, asas hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku yang berlaku, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dan ketertiban hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta–fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sengketa a quo, dapat dijelaskan sebagai berikut:
 
 
4.1.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, mengatur sebagai berikut:

Pasal 6 ayat (1) huruf a
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk;
 
 
 
 
 
 
a.
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
 
 
 
 
1.
biaya pembelian bahan;
 
 
 
 
2.
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
 
 
 
 
3.
bunga, sewa, dan royalty;
 
 
 
 
4.
biaya perjalanan;
 
 
 
 
5.
biaya pengolahan limbah
 
 
 
 
6.
premi asuransi
 
 
 
 
7.
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
 
 
 
 
8.
biaya administrasi; dan
 
 
 
 
9.
pajak kecuali Pajak Penghasilan; 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 18 ayat (3)
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.

Penjelasan Pasal 18 ayat (3)
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.

Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak.

Pasal 18 ayat (4)
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 .ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
 
 
 
b.
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama balk langsung maupun tidak langsung; atau
 
 
 
c.
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.2.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, mengatur sebagai berikut:

Pasal 28
 
 
 
 
 
 
(1)
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan;
 
 
 
(7)
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
 
 
 
(11)
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 29 ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

Pasal 29 ayat (3)
Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
 
 
 
b.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan/atau;
 
 
 
c.
memberikan keterangan yang diperlukan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.3.
Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1983 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-1)
...........................................................
Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut;

Kekurangwajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
(1)
Harga penjualan;
 
 
 
(2)
Harga pembelian;
 
 
 
(3)
Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost);
 
 
 
(4)
Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan)
 
 
 
(5)
Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya;
 
 
 
(6)
Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
 
 
 
(7)
Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center).
 
 
 
..............................................................
Untuk memudahkan bagi Saudara dalam menangani kasus-kasus Transfer Pricing atau yang mengandung indikasi adanya Transfer Pricing, di bawah ini disampaikan beberapa contoh dari kasus dimaksud beserta perlakuan perpajakannya.
 
 
 
 
 
 
(1)
Kekurang-wajaran harga penjualan
 
 
 
.........................................
Contoh 2:
PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp160,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan istimewa.

Perlakuan Perpajakan:
Dalam contoh di atas, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang yang sama (dengan barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Apabila ditemui kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sama (terutama karena PT. A tidak menjual kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa), maka dapat ditanggulangi dengan menerapkan harga pasar wajar dari barang yang sejenis atau serupa, yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa;

Dalam hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sejenis atau serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya semi finished products, maka pendekatan harga pokok plus (cost plus method) dapat digunakan untuk menentukan kewajaran harga penjualan PT. A;

Misalnya diketahui bahwa PT. A memperoleh bahan baku dan bahan pembantu produksinya dari para pemasok yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Harga pokok barang yang diproduksi per unit adalah Rp150,- dan laba kotor yang pada umumnya diperoleh dari penjualan barang yang sama antar pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable markup) adalah 40% dari harga pokok;

Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar atas barang tersebut dari PT. A kepada PT. B untuk tujuan penghitungan penghasilan kena pajak/dasar pengenaan pajak adalah Rp210 {Rp150 + (40% x Rp150)};

Contoh 3:
PT. B menjual kembali barang yang dibeli dari PT. A pada contoh 2 di atas ke pihak yang tidak ada hubungan istimewa dengan harga Rp250,- per unit. Laba kotor sebanding untuk penjualan barang tersebut adalah 20% dari harga jualnya;

Perlakuan Perpajakan:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
(1)
Dalam menguji kewajaran harga penjualan dari PT. A ke PT. B, selain pendekatan harga pokok plus, dapat pula diterapkan pendekatan harga jual minus (sales minus/resale price method). Dengan menerapkan metode tersebut maka harga penjualan barang PT. A ke PT. B yang wajar untuk perhitungan pajak penghasilan/dasar pengenaan pajak adalah Rp200,-{Rp250,--(20% x Rp250,-)};
 
 
 
(2)
Apabila ternyata terdapat kesulitan dalam memperoleh harga pasar sebanding dan juga sulit menerapkan metode harga jual minus maupun harga pokok plus maka dapat digunakan metode lainnya, misalnya dengan pendekatan tingkat laba perusahaan sebanding (comparable profits) atau tingkat hasil investasi (return on investment) dari usaha yang sama, serupa atau sejenis. Misalkan diketahui bahwa persentase laba kotor jenis usaha yang sama dengan usaha PT. A dari data dunia bisnis adalah 30%. Selanjutnya ternyata bahwa laba kotor yang dilaporkan PT. A adalah 15%. Karena terdapat deviasi tingkat laba PT. A dari tingkat laba rata-rata tersebut di atas, maka dapat diduga bahwa ada penggeseran laba melalui penjualan dengan harga yang kurang wajar dari PT. A ke PT. B. Kalau misalnya PT. B merupakan pembeli tunggal (monopsoni) barang yang dijual PT. A tersebut, laba kotor PT. A atas barang tersebut untuk tujuan penghitungan pajak terutang harus dihitung kembali menjadi sebesar 30%;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.4.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU PP) menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”

Penjelasan Pasal 76:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”

Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim”

Penjelasan Pasal 78
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya data-data sebagai berikut:
 
 
5.1.
Bahwa berdasarkan Lampiran 3B SPT PPh Badan diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan sebagian transaksi penjualan dan pembelian dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Related Parties) sebagai berikut:
 
Tabel 8 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.2.
Bahwa sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh serta ketentuan pelaksanaan di bawahnya yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/P1.7/1993 tanggal 9 Maret 1993, Pemeriksa melakukan prosedur pemeriksaan atas kewajaran transaksi penjualan dan pembelian Pemohon Banding dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.3.
Bahwa tahapan prosedur pemeriksaan transaksi afiliasi yang dilakukan oleh Pemeriksa adalah mempelajari Lampiran Khusus 3B SPT Tahunan PPh Badan, melakukan permintaan Transfer Pricing Document yang mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, melakukan penelitian atas status hubungan istimewa dan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, meneliti analisa kesebandingan serta analisa FAR yang dibuat Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.4.
Bahwa dari hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut di atas serta mempertimbangkan faktor-faktor kesebandingan serta ketersediaan dan keandalan data yang ada, Pemeriksa memutuskan untuk menggunakan metode Transactional Net Margin Method (TNMM) dalam menguji kewajaran transaksi afiliasi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.5.
Bahwa Pemeriksa berpendapat bahwa Profit Level Indikator yang tepat digunakan dalam metode TNMM adalah Markup on Total Cost (MTC);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.6.
Bahwa Pemeriksa menggunakan Commercial Database OSIRIS dalam mendapatkan data pembanding eksternal;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.7.
Bahwa berdasarkan analisis dan pertimbangan Pemeriksa, penggunaan tahun tunggal (2009) lebih layak digunakan dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi, mengingat pada tahun tersebut permintaan pasar atas alat-alat berat mengalami penurunan, kondisi ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.8.
Bahwa berdasarkan perhitungan kuartil atas MTC Tahun 2009 dengan perusahaan pembanding Komatsu Ltd, BEML Limited, Hunan Sunward Intelligent dan Everdigm Corp, Pemeriksa berpendapat bahwa MTC Pemohon Banding Tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan dengan MTC perusahaan pembanding, sehingga Pemohon Banding tidak memenuhi prinsip kewajaran (arm length transaction).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.9.
Bahwa penjelasan tertulis terkait koreksi peredaran usaha sebesar USD12,899,140,00 merupakan satu kesatuan dengan Laporan Pemeriksaan Pajak, Laporan Penelitian Keberatan dan Surat Uraian Banding, sebagai berikut:

POKOK SENGKETA
Bahwa pokok sengketa banding adalah koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar USD12,899,140.00 yang dikoreksi karena transaksi yang Pemohon Banding lakukan tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;

PENDAPAT TERBANDING
bahwa Terbanding telah melakukan prosedur pemeriksaan transaksi afiliasi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
Mempelajari isi lampiran khusus 3B, 3B-1, 3B-2, dan 8B pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009;
 
 
 
 
bahwa berdasarkan lampiran khusus 3B SPT Tahunan PPh Badan diketahui bahwa selama Tahun 2009 Pemohon Banding melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan rincian sebagai berikut:
 
Tabel 9 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
         
 
 
 
b.
Meminta dokumen lain yang dibuat oleh Pemohon Banding (transfer pricing documentation) yang mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
 
 
 
 
1.
Bahwa pada proses persidangan Majelis Hakim menanyakan kepada Terbanding kapan transfer pricing documentation harus dibuat oleh Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
a)
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat

Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;

Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah: 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
 
 
 
 
 
 
b.
lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan
 
 
 
 
 
 
c.
jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;

Pasal 16 ayat (1)
"Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan";

Pasal 16 ayat (2)
"Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha";
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c)
Bahwa sesuai SPT Tahunan PPh Badan diketahui bahwa Wajib Pajak mengisi metode penerapan harga yang digunakan dengan metode cost plus;

Bahwa sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, ketika Wajib Pajak mengisi bahwa metode penerapan harga yang digunakan adalah metode cost plus maka seharusnya Wajib Pajak telah memiliki dokumen yang menyatakan atau mendukung bahwa apa yang dinyatakannya di dalam SPT Tahunan PPh Badan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (dan kemudian Wajib Pajak wajib menyimpan dokumen tersebut selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d)
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Terbanding berkesimpulan bahwa dokumen pendukung transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha harus dibuat sebelum Wajib Pajak mengisi SPT Tahunan PPh Badan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berdasarkan surat Kepala KPP Penanaman Modal Asing Dua Nomor S190/WPJ.07/KP.0300.1/2010 tanggal 29 Desember 2010 Pemohon Banding telah diminta untuk menyerahkan dokumen transaksi afiliasi;

Bahwa namun demikian, sampai dengan waktu yang telah ditentukan Terbanding belum memperoleh Transfer Pricing Documentation (dokumen transaksi afiliasi) tersebut karena Pemohon Banding memang tidak memiliki dokumen transaksi afiliasi;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Sehubungan dengan hal tersebut, Terbanding telah mengUndang Pemohon Banding melalui Surat Nomor S-51/WPJ.07/KP.0300.1/2011 tanggal 26 Mei 2011 dalam rangka permintaan keterangan dan bukti dalam rangka pemeriksaan yang mencakup transaksi Pemohon Banding dengan pihak afiliasi;

Bahwa dalam surat tersebut Terbanding meminta Pemohon Banding untuk mempresentasikan kegiatan usaha perusahaan secara keseluruhan dan kegiatan usaha dalam kaitannya dengan kegiatan grup usaha, memberikan keterangan secara tertulis terkait kegiatan usaha perusahaan serta mengisi daftar isian terlampir dalam surat tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Berdasarkan surat Pemohon Banding Nomor 01./CAT/VI/11 tanggal 23 Juni 2011, Pemohon Banding memberikan tanggapan atas surat Terbanding Nomor S51/WPJ.07/KP.0300.1/2011 tanggal 26 Mei 2011 (Pemohon Banding tetap tidak menyerahkan transfer pricing documentation);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c.
Melakukan penelitian atas status hubungan istimewa dan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;

Bahwa Terbanding dan Pemohon Banding sama-sama berpendapat bahwa transaksi yang menjadi koreksi adalah transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d.
Melakukan penelitian atas analisis kesebandingan yang telah dibuat oleh Pemohon Banding bahwa berdasarkan perbandingan transaksi penjualan dan perbandingan transaksi pembelian yang telah disusun oleh Pemohon Banding diketahui bahwa karakteristik barang yang dapat mempengaruhi harga barang secara signifikan adalah ukuran dan jenis barang;

Bahwa berdasarkan laporan keuangan audit Tahun 2009, laporan penjualan per jenis barang adalah sebagai berikut:
 
Tabel 10 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan keterangan dari Pemohon Banding, bahwa transaksi penjualan dan pembelian dari related party tidak dapat diperbandingkan dengan transaksi penjualan dan pembelian dari pihak independen;

bahwa berdasarkan surat jawaban permintaan keterangan dan bukti dalam rangka pemeriksaan pajak Nomor 01/CAT/V1/2011 tanggal 23 Juni 2011 bahwa penjualan produk jadi adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
-
32% penjualan ke luar negeri (Caterpillar Grup-related parties);
 
 
 
 
-
68% penjualan (melalui agen tunggal-PT Trakindo Utama);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa berdasarkan penelitian yang Terbanding lakukan diketahui bahwa Pemohon Banding memiliki hubungan istimewa dengan PT Trakindo Utama berupa hubungan penguasaan manajemen;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
e.
Meneliti kesimpulan Pemohon Banding mengenai karakter transaksi serta membuat kesimpulan mengenai karakter transaksi afiliasi dan transaksi independen yang menjadi pembanding (berdasarkan hasil analisis kesebandingan);

Bahwa berdasarkan data dan keterangan terkait perbandingan transaksi penjualan dan perbandingan transaksi pembelian yang telah disampaikan oleh Pemohon Banding diketahui bahwa baik transaksi penjualan maupun transaksi pembelian dengan pihak afiliasi dan dengan pihak independen tidak dapat diperbandingkan dikarenakan terdapat perbedaan atas characteristic of product;

Bahwa berdasarkan kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan dan dengan memperhatikan fungsi-fungsi yang dilaksanakan, aktiva yang dipergunakan dan risiko yang ditanggung dapat disimpulkan bahwa karakteristik usaha dari Pemohon Banding adalah toll manufacturing dan contract manufacturing. Toil manufacturing atas penjualan kepada Caterpillar SARL Singapore dan contract manufacturing kepada PT Trakindo Utama;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
f.
Meneliti analisis FAR yang dibuat oleh Pemohon Banding;
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan FAR analysts yang disusun oleh Pemohon Banding, Terbanding berkesimpulan bahwa;
 
 
 
 
1)
Research and development
 
 
 
 
 
Bahwa related party mempunyai fungsi dominan;
 
 
 
 
2)
Procurement
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding mempunyai fungsi dominan dan menanggung risiko;
 
 
 
 
3)
Manufacturing line
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding memiliki fungsi dominan dan menanggung risiko;
 
 
 
 
4)
Manufacturing process
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding memiliki fungsi dominan dan menanggung risiko; sedangkan related party berperan dalam transfer technology, know-how, improvement product dan informasi produk competitor;
 
 
 
 
5)
Quality control
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding mempunyai fungsi dominan dan menanggung atas risiko;
 
 
 
 
6)
Inventory
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding mempunyai fungsi dominan dan menanggung atas risiko;
 
 
 
 
7)
Marketing on Indonesia's market
 
 
 
 
8)
Seluruh fungsi marketing di Indonesia dilakukan oleh pihak related party yaitu Caterpillar SARL Singapore;
 
 
 
 
9)
Sales and distribution
 
 
 
 
 
Bahwa fungsi dan kebijakan terkait penjualan dilakukan oleh pihak related party dalam hal ini Caterpillar SARL Singapore baik fungsi "price negotiation, receive order from customer, sales administration, dan salesperson", terlebih untuk fungsi penjualan dan distribusi ke luar negeri. Sedangkan untuk fungsi distribusi untuk pasar lokal dilakukan oleh PT Trakindo Utama selaku agen tunggal Penggugat;
 
 
 
 
10)
Others
 
 
 
 
 
Bahwa related party memiliki fungsi dominan dan menanggung atas risiko terkait aktivitas: human resources development, after sales services, receiving product claims, who own trademark, who own patent of product dan promoting the trademark of production in Indonesia;
 
 
 
 
 
 
 
 
g.
Pemilihan metode transfer pricing untuk diterapkan
Bahwa Terbanding telah melakukan pemeriksaan atas transaksi. Dengan memperhatikan lima faktor kesebandingan serta ketersediaan dan keandalan data yang ada maka Terbanding memutuskan untuk menggunakan metode Transactional Net Margin Method (TNMM) dalam menguji kewajaran transaksi afiliasi yang dilakukan Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
h.
Menerapkan metode transfer pricing yang telah dipilih sebelumnya
bahwa Terbanding berpendapat bahwa profit level indikator yang tepat digunakan dalam metode TNMM untuk Wajib Pajak manufaktur adalah markup on total cost. Terbanding berpendapat bahwa tidak terdapat pembanding internal yang handal yang dapat dijadikan pembanding untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi, Terbanding berpendapat bahwa terdapat perbedaan substansi usaha antara penjualan kepada Caterpillar Singapore dengan penjualan kepada PT Trakindo Utama;

bahwa Terbanding menggunakan commercial database OSIRIS dalam mendapatkan data pembanding eksternal;

Bahwa adapun tahap-tahap pencarian data pembanding dapat diuraikan sebagai berikut:
 
Tabel 11 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Search equation
:
All "ANDS"
Total number of companies selected
:
4
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bahwa berdasarkan overview dari primary business line dan characteristic of product dari masing-masing perusahaan diketahui hanya terdapat 4 perusahaan yang dapat diperbandingkan dengan Pemohon Banding yaitu:
 
Tabel 12 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas 2 pembanding yaitu:
 
Tabel 13 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa alasan Pemohon Banding adalah bahwa:
Bahwa kedua perusahaan tersebut menghasilkan produk yang berbeda dengan Pemohon Banding. Pemohon Banding memproduksi alat berat berupa excavator, track type tractor dan peralatan perlengkapan/WoM" tool attachment. Sementara BEML adalah perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah India dan terutama memproduksi alat-alat berat dibidang pertahanan dan lokomotif/gerbong kereta api. Di sini nampak jelas bahwa dari segi produk yang dihasilkan sangatlah berbeda dengan yang dihasilkan oleh Pemohon Banding. Mengingat produk yang dihasilkan maka pangsa pasarnya terbatas pada lembaga-lembaga pertahanan/perkeretaapian dari beberapa negara. Sementara pangsa pasar Pemohon Banding terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, infrastruktur dan perkebunan. Di lain pihak Everdigm adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis alat-alat berat yang digunakan di berbagai industri;

Bahwa dengan demikian, Pemohon Banding berpendapat bahwa kedua perusahaan tersebut yakni BEML dan Everdigm tidak sebanding dengan Pemohon Banding;

Pendapat Terbanding adalah:
bahwa metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya;

Bahwa dalam hal kondisi-kondisi untuk diterapkan metode lainnya tidak terpenuhi maka metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) dapat diterapkan;

Bahwa pada saat persidangan Majelis Hakim menanyakan kepada Terbanding memakai data tunggal;

Bahwa Terbanding menyajikan data tunggal (Tahun 2009) dan data multi years (2007, 2008, 2009) dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi Pemohon Banding. Berdasarkan analisis dan pertimbangan Terbanding, penggunaan tahun tunggal (2009) lebih layak digunakan dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi, mengingat pada tahun tersebut permintaan atas alat-alat berat mengalami penurunan, kondisi ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya;

bahwa berikut disajikan data keuangan dari comparable data yang diambil dari commercial database (OSIRIS):
 
Tabel 14 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa perhitungan quartile atas markup on total cost (MTC) Tahun 2009: Comparable company
 
Tabel 15 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Multi years
 
Tabel 16 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Perhitungan quartile atas MTC 3-years weighted average (2007 s.d. 2009) Comparable company
 
Tabel 17 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan laporan keuangan Pemohon Banding untuk Tahun 2007, 2008 dan 2009 diketahui sebagai berikut:
 
Tabel 19 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa hasil perhitungan dengan menggunakan MTC Tahun 2009
 
Tabel 20 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa demikian penjelasan tertulis ini disampaikan untuk dijadikan bahan pertirnbangan Majelis Hakim VIII Pengadilan Pajak, dalam mengambil keputusan terhadap sengketa banding dengan seadil-adilnya (ex aequo et bono) dan mohon agar penjelasan tertulis ini tercantum dalam putusan Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa atas amar pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 yang tidak mempertahankan koreksi a quo, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dan tidak setuju dengan pertimbangan sebagai berikut:
 
 
6.1.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bergerak dalam kegiatan usaha memproduksi, merakit dan menjual peralatan konstruksi dan peralatan traktor berupa excavator, bulldozer,small bulldozer dan work tools;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.2.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD12.899.140 berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Lampiran Khusus 3B SPT PPh Badan tentang Pernyataan Transaksi Hubungan Istimewa dimana diketahui selama Tahun Pajak 2009 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
 
Oleh karena pengisian lampiran 3B SPT PPh Badan tidak didukung dengan data/dokumentasi, dasar perhitungan yang jelas, analisis yang matang dan pertimbangan menyeluruh atas kewajaran dan kelaziman usaha yang menyangkut transaksi dengan pihak afiliasi, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan penghitungan kewajaran dan kelaziman transaksi afiliasi dengan menggunakan metode TNMM sehingga ditetapkan koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12.899.140;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.3.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12.899.140 karena berdasarkan Transfer Pricing Documentation (TP Documentation) yang dibuat oleh kantor konsultan pajak “Pricewaterhousecoopers” sebagai pihak independen atas permintaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maka PWC telah memilih metode Transactional Net Margin Method (TNMM) untuk menguji apakah transaksi related party yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) konsisten dengan arm’s length principle, dimana berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memperoleh kisaran interkuartil dari Full Cost Mark Up (FCMU) antara 2,08% sampai 6,13% dan rata-rata tertimbang dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah 7,20%. Kisaran interkuartil Return on Assets (ROA) adalah antara 1,95% sampai 8,90% dan rata-rata tertimbang dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah 8,61%. Bahwa hasil dari analisa benchmarking di atas menunjukkan bahwa transaksi related party merupakan transaksi yang wajar dan lazim (memenuhi kriteria arm's length principle);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.4.
Bahwa dengan demikian, sengketa atas Koreksi Positif Peredaran Usaha pada Penghasilan Netto sebesar USD12.899.140 ini merupakan sengketa pembuktian dan yuridis fiskal, yaitu apakah transaksi penjualan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak pemegang saham/pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related party) tersebut didukung dengan bukti-bukti dan apakah telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau tidak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.5.
Bahwa dalam amar pertimbangannya sebagaimana tercantum dalam Putusan Pengadilan Pajak halaman 80 dan 81, Majelis Hakim tidak mempertahankan Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar USD12.899.140 dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa menurut Majelis digunakannya informasi dari PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk menilai kewajaran tingkat laba Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertuang baik dalam OECD Transfer Pricing Guidelines, seperti yang telah dikemukakan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maupun yang ada dalam UN Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries, yaitu yang dikenal sebagai penggunaan secret comparables

Bahwa dalam Surat Uraian Banding, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menegaskan kembali kesimpulannya bahwa:
"Tim Pemeriksa juga telah menganalisa bahwa kerugian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan disebabkan karena penurunan penjualan, tetapi terdapat biaya biaya yang menggerus laba Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), seperti pembayaran License Fee sebesar 2 ~ 5% dari total sales, Interest Expense kepada perusahaan afiliasi sebesar 0,73-0,91% dan pembayaran Sales Commissions kepada perusahaan afiliasi sebesar 3% dari total Sales"

Bahwa namun kesimpulan tersebut tidak sesuai dengan koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena ternyata koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah terhadap Peredaran Usaha, dan bukan terhadap biaya-biaya yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggerus laba Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Majelis tidak memperoleh alasan dan argumentasi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tentang dialokasikannya koreksi seluruhnya pada Peredaran Usaha sedangkan semula yang diperbandingkan adalah prosentase margin. Berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak cermat dan tidak konsisten dalam melakukan koreksinya;

Bahwa terkait dengan data dan dokumen yang diserahkan dan dibahas dalam persidangan Majelis berpendapat sebagai berikut:
Bahwa Pasai 26A ayat (4) KUP mengatur secara tegas bahwa:
"Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;

Bahwa sesuai dengan asas kebenaran materiil yang dianut oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak (Penjelasan Pasal 76), Undang-Undang Pajak Penghasilan (Penjelasan Pasal 28A), maupun Undang-Undang Peradilan TUN (di Penjelasan Umum maupun Penjelasan Pasal 107), maka Pengadilan Pajak tetap mempertimbangkan semua dokumen yang dikemukakan dan dibahas dalam persidangan, baik dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) maupun dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);

Bahwa Majelis telah meneliti dokumen-dokumen yang diserahkan maupun yang dibahas dalam persidangan, termasuk Transfer Pricing Report for Fiscal Year 2009 dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Menurut pendapat Majelis, serta mempertimbangkan tidak adanya tanggapan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas dokumen Transfer Pricing tersebut, hasil analisa Transfer Pricing yang dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dapat menunjukkan bahwa transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak afiliasinya telah sesuai dengan prinsip-prinsip harga wajar;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.6.
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut di atas tidak tepat berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
a.
Penerapan Pasal 26A ayat (4) UU KUP oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diketahui terdapat transaksi dengan pihak afiliasi tetapi tidak didukung dengan dokumen pencatatan sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan Transfer Pricing Documentation pada saat pemeriksaan meskipun telah dilakukan permintaan data oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui Surat Nomor S-190/WPJ.07/KP.0300.1/2010 tanggal 29 Desember 2010 serta Surat Nomor S-51/WPJ.07/KP.0301.1/2011 tanggal 26 Mei 2011;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dalam proses keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) baru menyampaikan TP Documentation Tahun 2009;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pasal 26A ayat 4 UU KUP mengatur:
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP tersebut di atas, oleh karena permintaan data Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas TP Documentation tidak disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses pemeriksaan, maka penyampaian data/dokumentasi dimaksud dalam proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa terkait penerapan Pasal 26A ayat (4) UU KUP ini, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa sesuai dengan asas kebenaran materiil yang dianut oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak (Penjelasan Pasal 76), Undang-Undang Pajak Penghasiln (Penjelasan Pasal 28A), maupun Undang-Undang Peradilan TUN (di Penjelasan Umum maupun Penjelasan Pasal 107), maka Pengadilan Pajak tetap mempertimbangkan semua dokumen yang dikemukakan dan dibahas dalam persidangan, baik dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) maupun dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, hal 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden” orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-Undang menjadi tafsiran yang tepat;

Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, maka seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formeel recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formeel recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materieel recht, substantive law);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) UU KUP, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material;

Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 juncto Pasal 10 PMK Nomor 194/PMK.03/2007, maka terhadap data yang tidak diberikan pada proses pemeriksaan oleh Pemohon Banding, maka pada proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan, sehingga keputusan menolak keberatan Pemohon Banding adalah tepat;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang melandasi pengambilan keputusan keberatan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan tidak adanya dokumen pembuktian yang dibutuhkan, maka koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140 harus dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 juncto Pasal 10 PMK Nomor 194/PMK.03/2007 karena jelas bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan kekuatan pembuktian dan alat bukti yang digunakan, akan tetapi dalam sengketa ini Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian keberatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi atas sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
b.
Kewajiban Pembuatan dan Penyimpanan Dokumentasi Transfer Pricing
 
 
 
 
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP) mengatur sebagai berikut:

Pasal 28 ayat (11):
“Buku,catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan”;

Pasal 29 ayat (1):
“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Pasal 29 ayat (3):
“Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c.
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengatur sebagai berikut:
 
Pasal 16:
 
 
 
 
 
(1)
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan;
 
 
 
 
 
(2)
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP Juncto Pasal 16 ayat (2) PP Nomor 80 Tahun 2007, maka sejak Tahun Pajak 2008, Pemohon Banding diwajibkan untuk membuat dan menyimpan dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau yang lebih dikenal dengan dokumentasi transfer pricing. Bila Pemohon Banding telah melaksanakan kewajiban perpajakan dimaksud, maka kewajiban Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah menguji apakah Dokumentasi Transfer Pricing yang dibuat Pemohon Banding telah sesuai dengan data yang akurat. Dengan demikian, pada dasarnya dokumentasi transfer pricing seharusnya dibuat pada saat atau sebelum dilakukannya transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa; 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 yang dilaporkan oleh Pemohon Banding diketahui terdapat transaksi dengan pihak afiliasi dengan penentuan harga pasar wajar oleh Pemohon Banding berdasarkan metode Cost Plus Method namun faktanya Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen pencatatan sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan, Pemohon Banding tidak melaksanakan kewajiban pembuatan dan penyimpanan Dokumentasi Transfer Pricing khususnya terkait transaksi penjualan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Seandainya pun dokumen tersebut masih berada di pihak ketiga (dalam hal ini pihak konsultan pajak Pricewaterhousecoopers) sebagaimana argumentasi Pemohon Banding, maka pada saat proses pemeriksaan berlangsung seharusnya dokumen tersebut dapat dimintakan Pemohon Banding ke pihak ketiga mengingat kewajiban penyimpanan dokumentasi tersebut berada di Pemohon Banding, dan selanjutnya disampaikan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding). Namun sampai dengan proses pemeriksaan selesai, Pemohon Banding tidak dapat menyampaikan dokumen tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Dokumentasi Transfer Pricing untuk tahun pajak 2009 yang disusun oleh Pricewaterhousecoopers baru diserahkan Pemohon Banding pada saat proses keberatan dengan metode Transactional Net Margin Method (TNMM) dipilih sebagai metode yang paling sesuai untuk menguji apakah transaksi dengan related party sesuai dengan arm’s length principle;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidakkonsistenan Pemohon Banding dalam penerapan metode penetapan harga atas transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa dimana berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Pemohon Banding menyatakan menerapkan Metode Cost Plus, sedangkan pada saat keberatan Pemohon Banding memberikan data/dokumen pembuktian berdasarkan Metode TNMM;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa fakta tersebut telah membuktikan bahwa harga transfer yang telah ditetapkan pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa untuk tahun pajak 2009 tidak didukung dengan dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP Juncto Pasal 16 ayat (2) PP Nomor 80 Tahun 2007. Dengan demikian, dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding yang diberi judul “Dokumentasi Transfer Pricing” tersebut hanyalah dokumen yang memberikan pembenaran atau justifikasi atas penetapan harga yang telah dilakukan, bukan dokumen yang menjadi dasar pertimbangan pada saat dilakukannya penetapan harga transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sehingga dapat diyakini bahwa harga transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak ditetapkan sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Majelis telah mengabaikan fakta-fakta terkait kewajiban Pemohon Banding dalam melaksanakan pembuatan dan penyimpanan Dokumentasi Transfer Pricing sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP Juncto Pasal 16 ayat (2) PP Nomor 80 Tahun 2007, sehingga keputusan Majelis yang tetap mempertimbangkan Dokumentasi Transfer Pricing yang dibuat Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP Juncto Pasal 16 ayat (2) PP Nomor 80 Tahun 2007;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
c.
Prosedur Pemeriksaan Transaksi Afiliasi
 
 
 
 
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPh) mengatur sebagai berikut:

Pasal 18 ayat (3)
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;

Penjelasan Pasal 18 ayat (3)
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa antara lain mengatur sebagai berikut:
i.
Bab II Paragraf 1.4.2 disebutkan:
Sumber-sumber Informasi Sebagai Pembanding

Pengkajian kewajaran Transfer Price sangat memerlukan data pembanding (komparabilitas). Data pembanding dari pihak ketiga perlu didapatkan dari sumber-sumber informasi, misalnya:
 
1.
Business News; mengenai kegiatan usaha tertentu maupun mengenai tarif/harga barang-barang yang berlaku;
 
2.
Brosur-brosur dan majalah-majalah business dan ekonomi lainnya;
 
3.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) dan Ditjen Daglu Departemen Perdagangan; data mengenai harga pasaran komoditi di Luar Negeri;
 
4.
SGS/Ditjen Bea Cukai; data mengenai harga patokan barang-barang impor;
 
5.
BAPEKSTA; data mengenai kuantitas, harga, jenis barang ekspor/impor;
 
6.
PDBI (Pusat Data Business Indonesia); data mengenai ikhtisar kegiatan operasi perusahaan sejenis, harga dari barang/bahan ekspor dan impor;
 
7.
PDIP (Pusat Data dan Informasi Perpajakan); misalnya data mengenai:
 
 
-
rasio laba kotor per KLU;
 
 
-
rasa laba bersih per KLU;
 
 
-
rasio hutang terhadap Modal per KLU;
 
 
-
dll;
 
8.
BPS (Biro Pusat Statistik); data mengenai ekspor dan impor;
 
9.
Departemen-departemen teknis lainnya sehubungan dengan data aktivitas perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan sejenis yang diperiksa;
 
10.
Dan lain-lain sumber informasi;
 
 
 
 
 
ii.
Bab II angka 2:
 
Metode-metode Pemeriksaan Kewajaran Harga
Penentuan harga pasar wajar dalam hubungan istimewa, dilakukan dengan menguji angka-angka dalam SPP melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode tersebut termasuk metode tidak langsung, yang antara lain dikenal beberapa metode seperti berikut ini: Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price);

Metode ini diterapkan dengan perbandingan harga transaksi dari pihak yang ada hubungan istimewa tersebut dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen);
 
 
 
1.
Metode Harga Jual Kembali (Resale Price)
 
 
Metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya. Harga yang terjadi pada penjualan kembali tersebut dikurangi dengan laba kotor (markup) Wajar (yang mencerminkan jumlah untuk menutup biaya-biaya dan laba dari si penjual kembali) merupakan harga jual wajar.
 
 
 
 
 
 
2.
Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus)
 
 
Metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut.

Perhitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi.
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Metode lainnya yang dapat diterima
 
 
Dalam pelaksanaannya Pemeriksa dapat menggunakan lebih dari satu metode sehingga diperoleh gambaran mengenai perhitungan harga wajar yang lebih realistis, khususnya dalam hal data pembukuan kurang lengkap.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Lampiran Khusus 3B SPT PPh Badan Tahun 2009, diketahui terdapat rincian transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan rincian sebagai berikut:
 
Tabel 20 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa pengisian data Lampiran Khusus 3B sebagaimana tersebut di atas tidak didukung dengan data/dokumentasi serta analisa penghitungan yang jelas;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenai karakter transaksi afiliasi berdasarkan hasil analisa kesebandingan adalah sebagai berikut:
bahwa berdasarkan data dan keterangan terkait Perbandingan Transaksi Penjualan dan Perbandingan data dan keterangan terkait Perbandingan Transaksi Pembelian yang telah disampaikan oleh Pemohon Banding diketahui Perbandingan Transaksi penjualan maupun pembelian dengan pihak afiliasi dan dengan pihak independen tidak dapat diperbandingkan dikarenakan terdapat perbedaan atas characteristic of product,

Bahwa berdasarkan kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan dan dengan memperhatikan fungsi-fungsi yang dilaksanakan, aktiva/asset yang dipergunakan serta risiko/risk yang dihadapi/ditanggung perusahaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan bahwa substansi usaha (karakteristik usaha) dari Pemohon Banding adalah Toll manufacturing dan Contract Manufacturing. Toll manufacturing dalam hal penjualan kepada related party (Caterpillar SARL Singapore) dan Contract Manufacturing dalam hal penjualan kepada pihak independen lokal (PT Trakindo Utama);

Bahwa oleh karena Pemohon Banding tidak melampirkan Dokumentasi Transfer Pricing, maka dengan memperhatikan faktor-faktor kesebandingan serta ketersediaan dan keandalan data yang ada, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam proses pemeriksaan memutuskan untuk menggunakan metode “Transactional Net Margin Method” (TNMM) dengan Profit Level Indikator berupa Markup on Total Cost (MTC) dalam menguji kewajaran transaksi afiliasi; bahwa dalam pemeriksaan ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggunakan data pembanding eksternal yang berasal dari Commercial Database OSIRIS;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyajikan data tunggal (Tahun 2009) dan data multi years (2007, 2008, 2009) dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi. Berdasarkan analisa dan pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), penggunaan tahun tunggal (2009) lebih layak digunakan dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi mengingat pada tahun tersebut permintaan atas alat-alat berat mengalami penurunan dimana kondisi tersebut tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dengan uraian perhitungan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan overview dari primary business line dan characteristic of product dari data perusahaan pembanding yang berasal dari commercial database (OSIRIS), Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa hanya terdapat 4 perusahaan yang dapat diperbandingkan dengan Pemohon Banding dengan data keuangan sebagai berikut:
 
Tabel 21 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Perhitungan kuartil atas Markup on Total Cost Tahun 2009
 
Tabel 22 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemohon Banding untuk Tahun 2007, 2008 dan 2009
 
Tabel 23 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Hasil penghitungan dengan menggunakan MTC Tahun 2009
 
Tabel 24 Put MA 1795/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dalam proses keberatan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan penelitian dengan data pembanding dari KPP Madya Bekasi yaitu PT Hitachi Construction Machinery dan data pembanding dari KPP Wajib Pajak Besar Dua yaitu PT Komatsu Indonesia dimana berdasarkan data-data pembanding tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan penghitungan kembali Markup on Total Cost (MTC) sehingga diperoleh kesimpulan bahwa MTC Pemohon Banding untuk Tahun 2009 jauh di bawah data pembanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa penelitian kembali dengan menggunakan data-data tersebut di atas maupun analisa lain terkait dengan biaya yang dibebankan kepada Pemohon Banding oleh pihak afiliasi adalah dalam rangka menguatkan hasil pemeriksaan sebelumnya yang bertujuan untuk membuktikan apakah transaksi afiliasi benar-benar memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, sehingga pada akhirnya kesimpulan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam memutus sengketa keberatan tetap didasarkan pada data Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan Transfer Pricing yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam KEP-01/PJ.7/1993, dan pemilihan metode TNMM yang digunakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam menentukan kewajaran transaksi dengan pihak afiliasi sudah tepat dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
d.
Dissenting Opinion dari Hakim Wishnoe Saleh Thaib, Ak.M.Sc
 
 
 
 
bahwa mengenai materi sengketa banding atas koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00 ini, Hakim Anggota Wishnoe Saleh Thaib, Ak., M.Sc. berpendapat lain (Dissenting Opinion) sebagai berikut:
 
 
 
 
Bahwa koreksi atas Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00,dilakukan berdasarkan metode transfer pricing karena terdapat transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan antara Pemohon Banding dengan Caterpillar SARL Singapore dan dengan PT Trakindo Utama;
 
 
 
 
Bahwa dalam lampiran SPT Tahunan PPh Badan Pemohon Banding menyatakan bahwa transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa dibukukan menggunakan metode Cost Plus, tetapi tidak didukung dengan dokumen pencatatan (Transfer Pricing Documentation/TP DOC) sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) PP 80 Tahun 2007;
 
 
 
 
Bahwa pada saat keberatan Pemohon Banding menyerahkan Transfer Pricing Documentation dan menyatakan bahwa transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa dibukukan menggunakan Transactional Net Margin Method (TNMM). Jadi metode transfer pricing yang dinyatakan Pemohon Banding di SPT berbeda dengan metode transfer dalam Transfer Pricing Documentation yang diserahkan pada saat keberatan;
 
 
 
 
Bahwa dalam melakukan analisis transfer pricing Pemohon Banding mengungkapkan data tahun 2005 sampai dengan 2009, sedangkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggunakan data dalam tahun yang ada sengketa yaitu data tahun 2009;
 
 
 
 
Bahwa hakim Wishnoe Saleh Thaib berpendapat bahwa penggunaan data tahun 2009 untuk menguji masalah transfer pricing sudah benar karena sengketanya menyangkut SPT tahun pajak 2009;
 
 
 
 
Bahwa dalam melakukan koreksi, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan aplikasi transfer pricing dengan menggunakan data pembanding yang sama-sama perusahaan PMA Jepang yang beroperasi di Indonesia dalam bidang alat berat, yaitu PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia;
 
 
 
 
Bahwa pada Tahun 2009 industri alat berat di Indonesia memang mengalami penurunan penjualan. Hal ini sebagaimana terjadi pada the big three (tiga industri alat berat di Indonesia) yaitu PT Komatsu Indonesia, PT Caterpillar Indonesia, dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia, namun pada PT Komatsu Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia tetap membukukan laba operasi pada Tahun 2009, sedangkan PT Caterpillar Indonesia membukukan kerugian;
 
 
 
 
Bahwa kerugian tersebut disebabkan adanya biaya-biaya yang dibebankan oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pihak afiliasi) yang menggerus laba Pemohon Banding, yaitu pembayaran license fee sebesar 2-5% dari total sales, interest expense sebesar 0,73-0,91%, dan pembayaran sales commissions sebesar 3% dari total sales;
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan data-data tersebut, transaksi Pemohon Banding dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pihak afiliasi) sebagaimana dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 tidak mencerminkan kewajaran dan kelaziman usaha, sehingga penyebab kerugian bukan karena pengaruh kondisi perekonomian secara global, namun karena adanya biaya-biaya yang dibebankan oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pihak afiliasi) tersebut;
 
 
 
 
Bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha;
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan hal tersebut Hakim Wishnoe Saleh Thaib berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00, sudah benar dan banding ditolak;
 
 
 
 
7.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah didasarkan pada data dan fakta serta ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nilai penjualan ekspor yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sudah sesuai dengan tingkat kewajaran yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sudah didasarkan pada bukti-bukti yang disampaikan pada saat pemeriksaan baik invoice, jurnal, bukti pembayaran, maupun audit report serta sudah sesuai dengan pengujian terhadap arus hutang sehingga dapat diyakini kebenarannya. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang antara lain mengatur bahwa Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim. Bahwa dalam penjelasannya dijelaskan bahwa keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa berdasarkan hasil evaluasi terhadap pertimbangan Majelis, data dan fakta selama pemeriksaan, keberatan, dan banding diketahui bahwa pertimbangan Majelis Hakim dalam mengabulkan seluruh permohonan banding sebesar USD12,899,140.00, tidak didasarkan pada bukti-bukti pendukung yang kuat sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu atas putusan Majelis Hakim yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) a quo, diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
11.
Bahwa dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas yang didukung pula oleh fakta-fakta yang nyata-nyata telah terungkap dalam pemeriksaan sengketa Banding di Pengadilan Pajak serta berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka telah terbukti secara nyata-nyata bahwa dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut telah salah dan keliru serta tidak berdasar sama sekali, karena dalil-dalil Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap secara jelas dan nyata serta tidak sesuai pula dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam Memori Peninjauan Kembali-nya harus dinyatakan ditolak dan dinyatakan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat. Oleh karena itu atas amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 terkait dengan sengketa a quo, harus dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
V.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015 yang menyatakan: Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2131/WPJ.07/2012 tanggal 31 Oktober 2012, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 Nomor 00184/406/09/055/11 tanggal 25 Agustus 2011, atas nama PT Caterpillar Indonesia, NPWP 01.060.105.2-055.000, alamat Jalan Raya Narogong KM 19 Cileungsi, Bogor 16820,dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-2131/WPJ.07/2012, tanggal 31 Oktober 2012, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009, Nomor: 00184/406/09/055/11, tanggal 25 Agustus 2011,atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.060.105.2-055.000, sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi USD1,095,741.00; adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Peredaran Usaha sebesar USD12,899,140.00 sehubungan dengan transaksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak afiliasi yang tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) telah dapat menunjukkan data Transfer Pricing Documentation dengan pihak afiliasinya dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip harga wajar, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu,tanggal 21 Desember 2016, oleh H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
Ketua Majelis
ttd.
H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan,
S.H., M.H
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1795/B/PK/PJK/2016