|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
|
1. |
Peni Hirjanto, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak; |
2. |
Dayat Pratikno, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding; |
3. |
Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding; |
4. |
Devri Oskandar, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan banding; |
|
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40- 42, Jakarta,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 3113/PJ./2016 tanggal 5 September 2016;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
|
|
MELAWAN
|
|
PT SANKEIKID MANUTEC INDONESIA, beralamat di Jalan Maligi I Lot B-4, Kawasan Industri KIIC, Karawang, Jawa Barat; |
|
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
MAHKAMAH AGUNG TERSEBUT;
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016, tanggal 13 Juni 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
|
RINGKASAN POSITA BANDING
|
|
I. |
Koreksi yang disengketakan: |
|
a. |
Koreksi atas Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp27.129.328,00. |
|
|
II. |
Dasar Koreksi Pemeriksa/Penelaah dan Alasan Banding Pemohon Banding; |
|
a. |
Koreksi atas Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp27.129.328,00; |
|
|
● |
Menurut Pemeriksa, berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa atas Objek PPh Pasal 26 telah dilaporkan seluruhnya namun terdapat Reklas Objek sebesar Rp1.984.462.753,00 dari royalty menjadi Dividen karena merupakan Royalti atas know how dan teknik pengecatan yang seharusnya hanya sekali pada saat permulaan operasi sebesar Rp841.355.953,00. Atas hal tersebut sudah pernah dibebankan royalty pada tahun 2010. Dan sisanya sebesar Rp1.143.106.800,00 merupakan reklas biaya bunga menjadi Dividen karena Biaya bunga tersebut dibebankan karena adanya pinjaman pemegang saham yang seharusnya disetor sebagai penyertaan modal;
koreksi pajak terutang karena COD tidak dilampirkan dalam SPT PPh Pasal 26 dan COD yang disampaikan Pemohon Banding tidak sesuai dengan PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penghindaran Pajak Berganda sehingga tidak diperkenankan menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B sehingga pajak terutang dihitung dengan menggunakan ketentuan dalam UU PPh;
|
|
|
|
|
|
|
● |
Menurut Pemohon Banding, atas Pemotongan PPh Pasal 26 tarif yang digunakan oleh Pemohon Banding telah sesuai dengan peraturan Perundangan perpajakan yang berlaku. Dalam pelaporan SPT PPh Pasal 23/26 Masa, Pemohon Banding melampirkan Certificate Of Domicile (COD) yang telah sesuai dengan Lampiran II, PER-61/PJ/2009 yaitu terdapat 2 lembar Fom DGT yang menerangkan bahwa Sankei Co., Ltd. berdomisili di 439-1, Minami Nakano, Dokino Kiyosu-City, Aichi, Japan dan telah ditanda tangan serta distamp oleh Nagoyashi Tax Office di Jepang. COD tersebut ditandatangani pada tanggal 16 Februari 2011 yang mewakili transaksi selama tahun 2011 (valid selama 12 Bulan);
Pembayaran Objek PPh Pasal 26 Pemohon Banding terdiri dari 3 transaksi:
|
|
|
|
1) |
PPh Pasal 26 atas Royalti
|
|
|
|
2) |
PPh Pasal 26 atas Pemberian Jasa Luar Negeri |
|
|
|
3) |
PPh Pasal 26 atas Bunga Pinjaman |
|
|
|
|
|
|
|
Atas Pendapat Pemeriksa mengenai Reklas Biaya Royalti menjadi Dividen, Pemohon Banding tidak setuju, karena pada dasarnya biaya Royalti merupakan pembayaran atas Pemberian informasi berupa pengetahuan mengenai teknik pengecatan (Painting Technique) dari Sankei Co., Ltd., Japan terkait dengan bagaimana proses produksi yang baik dilakukan agar dapat mencapai efisiensi produksi dan juga mengenai solusi atas masalah-masalah yang dihadapi dalam proses produksi, Pembayaran Royalti Bukan pembayaran atas Dividen sebagaimana pendapat pemeriksa;
Atas Pendapat Pemeriksa mengenai Reklas Biaya Bunga menjadi Dividen, Wajib pajak tidak setuju, karena pada dasarnya biaya Bunga merupakan pembayaran bunga yang wajib perusahaan bayarkan atas pemberian pinjaman yang digunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan kegiatan usaha, bukan pembayaran atas Dividen sebagaimana pendapat pemeriksa;
Berdasarkan uraian di atas, tidak seharusnya terdapat koreksi PPh Terutang Pasal 26;
Berdasarkan hal tersebut di atas maka:
Jumlah PPh Pasal 26 Terutang menurut Surat Ketetapan Pajak sebesar:
SKPKB Nomor 00009/204/11/408/13
Tahun Pajak: Januari 2011
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan demikian Perhitungan Pajak menurut Pemohon Banding adalah sebesar:
|
|
|
|
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016, tanggal 13 Juni 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP1419/WPJ.22/BD.06/2014 tanggal 30 Oktober 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 Nomor 00009/204/11/408/13 tanggal 12 Agustus 2013, atas nama: PT Sankeikid Manutec Indonesia, NPWP: 02.026.780.3408.001, beralamat di Jalan Maligi I Lot B-4, Kawasan Industri KIIC, Karawang, Jawa Barat, sehingga Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011, dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
|
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016, tanggal 13 Juni 2016, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 01 Juli 2016, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3113/PJ./2016 tanggal 5 September 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 September 2016, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 September 2016;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 18 April 2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 19 Mei 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima.
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut: |
|
I. |
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali |
|
Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali,sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:e.Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
|
II. |
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali; |
|
1. |
Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016, atas nama PT. Sankeikid Manutec Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.904/PAN.Wk/2016 tanggal 28 Juni 2016 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 12 Juli 2016 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201607120001; |
|
2. |
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia; |
|
|
|
III. |
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali |
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut: |
|
1. |
Sengketa tentang Koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 berupa reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp183.306.275,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; |
|
2. |
Sengketa tentang koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; |
|
|
IV. |
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali |
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku, dengan pertimbangan sebagai berikut:
|
|
1. |
Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo yang berbunyi sebagai berikut:
1.1. |
Terkait sengketa tentang Koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 berupa reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp183.306.275,00; |
|
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa sengketa mengenai objek pajak dalam banding ini adalah sengketa mengenai:
|
|
● |
Koreksi positif objek PPh Pasal 26 berupa dividen sebesar Rp183.306.275,00; |
|
● |
Koreksi negatif objek PPh Pasal 26 sebesar Rp183.306.275,00 yang terdiri atas: |
|
|
■ |
Koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00; |
|
|
■ |
Koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa royalti sebesar Rp52.573.415,00; |
|
bahwa berdasarkan penelitian Majelis dan keterangan dalam persidangan, koreksi objek PPh Pasal 26 juga berhubungan dengan koreksi dalam penghitungan kewajiban Pemohon Banding di PPh Badan;
bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap KKP Terbanding diketahui Terbanding melakukan reklasifikasi biaya bunga sebesar Rp130.732.860,00 dan biaya royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi dividen sebesar Rp183.306.275,00;
bahwa karena sengketa dalam banding ini didasarkan adanya reklasifikasi yang dilakukan Terbanding, Majelis akan melakukan pembahasan sengketa mengenai koreksi positif objek PPh Pasal 26 bersamaan dengan koreksi negatif objek PPh Pasal 26;
bahwa Terbanding melakukan reklasifikasi biaya bunga sebesar Rp130.732.860,00 dan biaya royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi dividen sebesar Rp183.306.275,00 karena:
|
|
● |
Untuk biaya bunga sebesar Rp130.732.860,00, Terbanding berpendapat karena modal dasar belum disetor seluruhnya oleh pemegang saham tetapi pemegang saham telah memberikan pinjaman dengan membebankan bunga sehingga sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh biaya bunga menjadi dividen dan pinjaman dikoreksi menjadi penyertaan modal; |
|
● |
Untuk biaya royalti sebesar Rp52.573.415,00, Terbanding berpendapat karena royalti dibebankan atas know how dan teknik pengecatan yang seharusnya hanya sekali pada saat permulaan operasi dan sudah pernah dibebankan pada tahun 2010 sehingga royalti tidak memberikan manfaat bagi Pemohon Banding untuk tahun 2011; |
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa pembayaran bunga wajib dibayarkan atas pinjaman yang digunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan kegiatan usaha Pemohon Banding sedangkan pengetahuan mengenai teknik pengecatan masih digunakan sebagai pedoman produksi sehingga royalty dibayarkan atas penggunaan pengetahuan mengenai teknik pengecatan;
bahwa Majelis berpendapat sengketa yang terjadi adalah sengketa pembuktian;
bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan, Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
bahwa Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan
|
|
a. |
dividen; |
|
b. |
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; |
|
c. |
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; |
|
d. |
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; |
|
e. |
hadiah dan penghargaan; |
|
f. |
pensiun dan pembayaran berkala lainnya; |
|
g. |
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau |
|
h. |
keuntungan karena pembebasan utang; |
|
|
|
bahwa Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf g bahwa Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi .....Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan;
bahwa Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf h bahwa Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
|
|
1) |
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya; |
|
2) |
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah; |
|
3) |
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; |
|
4) |
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: |
|
|
a) |
penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
|
|
|
b) |
penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; |
|
|
c) |
penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; |
|
5) |
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
|
|
6) |
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas; |
|
|
|
bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa Majelis berpendapat terdapat hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan pemberi pinjaman yang juga Pemegang Saham Pemohon Banding;
bahwa memang terdapat kemungkinan pembayaran bunga merupakan pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran;
bahwa berdasarkan Akta Nomor 10 tanggal 10 Maret 2011 oleh Notaris Lusi Hutabarat, SH diketahui Pemohon Banding melakukan penambahan modal dasar dan modal disetor;
bahwa Majelis berpendapat penambahan modal Pemohon Banding menunjukkan bahwa Pemohon Banding tidak menjadikan pinjaman sebagai alat untuk mendapatkan dividen secara terselubung sehingga koreksi Terbanding atas koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen tidak dapat dipertahankan;
bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa pendapat Terbanding yang menyatakan royalti yang dibebankan atas know how dan teknik pengecatan yang seharusnya hanya sekali pada saat permulaan operasi dan sudah pernah dibebankan pada tahun 2010 sehingga royalti tidak memberikan manfaat bagi Pemohon Banding untuk tahun 2011 tidak menjadikan pembayaran atas royalti menjadi dividen;
bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding memberikan perjanjian royalti dan penjelasan penggunaan know how dan teknik pengecatan yang tercantum dalam proses produksi;
bahwa Majelis berpendapat Pemohon Banding dapat membuktikan penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang teknikal dalam usaha Pemohon Banding sehingga koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen tidak dapat dipertahankan;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Objek Pajak sehubungan koreksi reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen tidak dapat dipertahankan;
|
|
|
1.2. |
Terkait sengketa tentang koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan Surat Keterangan Domisili (SKD); |
|
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa berdasarkan penelitian Majelis dan keterangan dalam persidangan, sengketa mengenai tarif terjadi karena Terbanding mengenakan tarif 20% sedangkan Pemohon Banding mengenakan tarif 10%;
bahwa Terbanding menggunakan tarif berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sedangkan Pemohon Banding menggunakan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Jepang;
bahwa Terbanding tidak menerapkan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Jepang karena pelaporan mengenai Surat Keterangan Domisili (form DGT-1) tidak lengkap sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam PER-24/PJ/2010 tentang Perubahan atas PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
bahwa Pemohon Banding menerapkan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Jepang karena Pemohon Banding telah melaporkan form DGT1 beserta residence certificate yang ditandatangani oleh otoritas yang kompeten untuk transaksi selama tahun 2011 kepada Terbanding;
bahwa Majelis berpendapat sengketa yang terjadi adalah sengketa pembuktian;
bahwa Pasal 4 ayat (3) PER-24/PJ/2010 tentang Perubahan atas PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menyatakan:
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak:
|
|
a. |
menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
|
b. |
telah diisi oleh WPLN dengan lengkap; |
|
c. |
telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; |
|
d. |
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan |
|
e. |
disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak; |
|
|
|
bahwa Majelis dalam persidangan telah meminta Pemohon Banding untuk menyampaikan bukti-bukti yang mendukung pernyataannya; bahwa Pemohon Banding hanya menyampaikan form DGT-1; bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap form DGT-1, diketahui form DGT-1 telah mencantumkan nama pejabat dan jabatan otoritas perpajakan yang kompeten di Jepang tertanggal 16 Februari 2011 dan telah mendapat pengesahan dari pejabat yang bersangkutan;
bahwa meskipun form DGT-1 tidak diisi dengan lengkap, Majelis berpendapat Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa lawan transaksi berdomisili di Jepang sehingga tarif yang berlaku adalah sebagaimana tarif yang ditentukan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Jepang sehingga koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan;
|
|
|
|
|
|
2. |
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
2.1. |
Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(“UU Pengadilan Pajak”), antara lain menyebutkan:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
|
|
a. |
surat atau tulisan;
|
|
b. |
keterangan ahli; |
|
c. |
keterangan para saksi; |
|
d. |
pengakuan para pihak; dan/atau |
|
e. |
pengetahuan Hakim; |
|
|
|
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim;
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|
|
2.2. |
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (“UU PPh”), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1):
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: .. .dst;
Pasal 26 ayat (1):
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
|
|
a. |
dividen; |
|
b. |
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; |
|
c. |
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; |
|
d. |
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; |
|
e. |
hadiah dan penghargaan; |
|
f. |
pensiun dan pembayaran berkala lainnya; |
|
g. |
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau |
|
h. |
keuntungan karena pembebasan utang. |
|
|
|
|
Pasal 26 ayat (1a):
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner);
|
|
|
2.3. |
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda: (“PER-24”), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 3
|
|
(1) |
Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal: |
|
|
a. |
Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
|
|
|
b. |
Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan |
|
|
c. |
Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B |
|
(2) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; |
|
|
|
Pasal 4 Ayat (1)
Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II [Form-DGT 1] atau Lampiran III [Form-DGT 2} Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 4 Ayat (2)
Dokumen SKD yang ditetapkan dalam Lampiran III [Form-DGT 2] Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal:
|
|
a. |
WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen; |
|
b. |
WPLN bank; atau |
|
c. |
WPLN yang berbentuk dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B Indonesia dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia; |
|
|
|
Pasal 4 Ayat (3)
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak:
|
|
a. |
menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
|
b. |
telah diisi oleh WPLN dengan lengkap; |
|
c. |
telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; |
|
d. |
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan |
|
e. |
disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak; |
|
|
|
|
Pasal 5 ayat (1)
SKD yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II [Form- DGT 1] yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B;
Pasal 9 ayat (1)
Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa;
|
|
|
2.4. |
Bahwa Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 05 November 2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Berganda, antara lain mengatur sebagai berikut:
Huruf A angka 7
Untuk dapat menerapkan P3B kepada WPLN, Pemotong/Pemungut Pajak melakukan prosedur penelitian apakah SKD mencantumkan jawaban:
|
|
a. |
"No" dalam Butir 3 Part IV; atau |
|
b. |
"Yes" dalam Butir 6 Part V; atau |
|
c. |
"Yes" untuk seluruh pertanyaan dalam Butir 7 sampai dengan butir 13 Pada Part V. |
|
P3B tidak diterapkan dalam hal salah satu jawaban WPLN penerima penghasilan tidak sesuai dengan huruf a, b, atau c di atas;
Huruf A angka 9
Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan SPT Masa dengan dilampiri fotokopi SKD dan bukti pemotongan/pemungutan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
|
|
|
|
|
|
3. |
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
3.1. |
Bahwa terkait sengketa tentang Koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 berupa reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp183.306.275,00: |
|
3.1.1. |
Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Objek Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 berupa Dividen sebesar Rp183.306.275,00 yang berasal dari reklas Biaya Bunga sebesar Rp130.732.860,00 dan Biaya Royalti sebesar Rp52.573.415,00; |
|
|
|
|
3.1.2. |
Bahwa mengenai Reklas Biaya Bunga menjadi Dividen, Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju, karena pada dasarnya biaya Bunga merupakan pembayaran bunga yang wajib perusahaan bayarkan atas pemberian pinjaman yang digunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan kegiatan usaha, bukan pembayaran atas Dividen sebagaimana pendapat Pemohon Peninjauan Kembali; |
|
|
|
|
3.1.3. |
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali, mengenai Reklas Biaya Royalti menjadi dividen, merupakan pembayaran atas pemberian Informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan (Painting Technique) yang diberikan oleh Sankei Co.,Ltd Japan terkait dengan bagaimana proses produksi yang baik dilakukan agar dapat mencapai efisiensi produksi;
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali memiliki kegiatan usaha dimana jenis produk yang Termohon Peninjauan Kembali lakukan printing selalu mengikuti perkembangan pasar automotive di Indonesia, sehingga Termohon Peninjauan Kembali memerlukan bantuan teknik terkait teknik printing automotive part yang Termohon Peninjauan Kembali produksi;
Bahwa tanpa bantuan teknik dari Sankei Co.,Ltd Japan, Termohon Peninjauan Kembali sulit untuk melakukan teknik painting sesuai dengan kebutuhan customer, karena tidak ada Departemen Research and Development pada perusahaan Termohon Peninjauan Kembali;
Bahwa sehingga dari pengalaman produksi yang telah dilalui oleh Sankei Co,Ltd Japan sangat membantu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas produksi Termohon Peninjauan Kembali; Bahwa pemberian informasi berupa pengetahuan mengenai teknik pengecatan (Painting Technique) dari Sankei Co,Ltd hingga saat ini masih digunakan sebagai Pedoman produksi;
Bahwa sehingga tidak seharusnya Biaya Royalti dikoreksi;
|
|
|
|
|
3.1.4. |
Bahwa Majelis Hakim dalam putusannya antara lain berpendapat sebagai berikut: |
|
|
i. |
Bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen Majelis berpendapat sebagai berikut: |
|
|
|
1) |
bahwa Majelis berpendapat terdapat hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan pemberi pinjaman yang juga Pemegang Saham Pemohon Banding;
bahwa memang terdapat kemungkinan pembayaran bunga merupakan pembagian atau pembayaran dividen secara 'terselubung’, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran;
|
|
|
|
2) |
bahwa berdasarkan Akta Nomor 10 tanggal 10 Maret 2011 oleh Notaris Lusi Hutabarat, SH diketahui Pemohon Banding melakukan penambahan modal dasar dan modal disetor; |
|
|
|
3) |
bahwa Majelis berpendapat penambahan modal Pemohon Banding menunjukkan bahwa Pemohon Banding tidak menjadikan pinjaman sebagai alat untuk mendapatkan dividen secara terselubung sehingga koreksi Terbanding atas koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen tidak dapat dipertahankan; |
|
|
ii. |
Bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen Majelis berpendapat sebagai berikut: |
|
|
|
1) |
bahwa pendapat Terbanding yang menyatakan royalti yang dibebankan atas know how dan teknik pengecatan yang seharusnya hanya sekali pada saat permulaan operasi dan sudah pernah dibebankan pada tahun 2010 sehingga royalti tidak memberikan manfaat bagi Pemohon Banding untuk tahun 2011 tidak menjadikan pembayaran atas royalti menjadi dividen;
|
|
|
|
2) |
bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding memberikan perjanjian royalti dan penjelasan penggunaan know how dan teknik pengecatan yang tercantum dalam proses produksi; |
|
|
|
3) |
bahwa Majelis berpendapat Pemohon Banding dapat membuktikan penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang teknikal dalam usaha Pemohon Banding sehingga koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen tidak dapat dipertahankan; |
|
|
|
4) |
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Objek Pajak sehubungan koreksi reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen tidak dapat dipertahankan; |
|
3.1.5. |
Bahwa terkait dengan pertimbangan majelis sebagaimana tersebut diatas, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan tidak sependapat dengan Majelis Hakim dengan pertimbangan sebagai berikut: |
|
|
i. |
Bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa bunga sebesar Rp130.732.860,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen,Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut: |
|
|
|
1) |
Bahwa fakta dalam hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali antara Termohon Peninjauan Kembali dengan Pemberi Pinjaman yang juga merupakan pemegang saham dari Termohon Peninjauan Kembali, diketahui bahwa Sankei Co., Ltd dan PT Sankeikid Manutec Indonesia memiliki hubungan istimewa melalui hubungan kepemilikan berupa penyertaan modal sebesar 99%;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2) |
Bahwa atas pendapat Majelis Hakim yang menyatakan terdapat “penambahan modal Pemohon Banding menunjukkan bahwa Pemohon Banding tidak menjadikan pinjaman sebagai alat untuk mendapatkan dividen secara terselubung...” tidak sesuai dengan bukti dan fakta hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai berikut: |
|
|
|
|
a) |
Bahwa dalam laporan keuangan Termohon Peninjauan Kembali dan hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali atas SPT Tahunan Tahun Pajak 2011 diketahui bahwa Sankei Co., Ltd belum menyetor penuh modal dasar dan modal disetor sebagaimana tercantum dalam akta pendirian dan perubahannya;
|
|
|
|
|
b) |
Bahwa penambahan modal dalam bukti Termohon Peninjauan Kembali berupa akta Nomor 10 tanggal 10 Maret 2011 oleh Notaris Lusi Hutabarat, SH diketahui Termohon Peninjauan Kembali melakukan penambahan modal dasar dan modal disetor tidak dibuktikan dalam persidangan bahwa atas seluruh modal telah disetor oleh Sankei Co., Ltd; |
|
|
|
|
|
|
|
|
3) |
Bahwa hasil penelitian Pemohon Peninjauan Kembali atas putusan, berkas banding dan laporan hasil persidangan adalah sebagai berikut: |
|
|
|
|
a) |
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak memberikan rincian penghitungan interest paid;
Bahwa dalam ledger, Termohon Peninjauan Kembali mencatat bahwa biaya bunga tersebut dalam akun Interest Paid dengan deskripsi transaksi A/E - SANKEI Co., Ltd.
Bahwa alasan koreksi adalah modal dasar belum disetor seluruhnya oleh pemegang saham tetapi pemegang saham memberikan pinjaman dengan membebankan bunga;
Bahwa sesuai dengan akta perubahan nomor 10 tanggal 10 Maret 2011 Notaris Lusi Hutabarat disebutkan bahwa:
|
|
|
|
|
|
● |
Modal dasar USD12.000.000 |
|
|
|
|
|
● |
Modal ditempatkan dan modal disetor USD3.000.000 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b) |
Bahwa dokumen pendukung atas pinjaman tersebut tidak pernah disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam persidangan, dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan keberadaan pinjaman;
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan adanya arus masuk ke dalam rekening Termohon Peninjauan Kembali;
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali juga tidak dapat menunjukkan dokumen perjanjian pinjaman yang menyatakan jumlah pokok pinjaman, bunga pinjaman, mekanisme pembayaran pinjaman, dan jangka waktu pinjaman.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4) |
Bahwa dalam Lampiran I angka 3 huruf c S153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Transaksi Afiliasi diatur bahwa kewajaran imbalan jasa dilakukan berdasarkan 3 (tiga) analisis, yaitu:
|
|
|
|
|
a) |
Keberadaan pinjaman Suatu pinjaman dikatakan ada, jika terdapat arus uang masuk ke dalam rekening milik Pemohon Banding dan pinjaman tersebut memberikan manfaat bagi Pemohon Banding; |
|
|
|
|
b) |
Kewajaran nilai pinjaman Rasio nilai pinjaman terhadap modal (debt equity ratio) harus diperhatikan pada saat meneliti kewajaran nilai pinjaman; |
|
|
|
|
c) |
Kewajaran tingkat suku bunga pinjaman; |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5) |
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa koreksi atas Biaya Bunga Pinjaman menjadi Dividen sebesar Rp130.732.860,00 telah sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, karena berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan bukti-bukti materil dan formal terkait dengan pokok pinjaman, biaya bunga dan jangka waktu pinjaman; |
|
|
|
|
|
|
|
|
6) |
Bahwa dengan demikian keputusan Majelis Hakim yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas objek PPh Pasal 26 berupa Dividen yang berasal dari reklas Biaya Bunga sebesar Rp130.732.860,00 tidak sesuai dengan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, dan oleh karena itu atas sengketa a quo diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung; |
|
|
|
|
|
|
|
ii. |
Bahwa terhadap sengketa koreksi negatif objek PPh Pasal 26 berupa Royalti sebesar Rp52.573.415,00 menjadi koreksi positif PPh Pasal 26 berupa dividen Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut: |
|
|
|
1) |
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat untuk dapat membuktikan suatu pembayaran atas royalti diperlukan pembuktian atas kepemilikan formal dari kekayaan intelektual sehingga ketika digunakan oleh pihak lain dapat dikenakan royalty; |
|
|
|
2) |
Bahwa pada faktanya pembayaran royalti dilakukan Termohon Peninjauan Kembali atas Know-How/atau kegiatan teknik namun dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan secara konkrit, aktivitas pemberian know-how atau jenis keterampilan yang unik apa yang ditransfer oleh pihak afiliasi (Sankei Co., Ltd.) kepada Termohon Peninjauan Kembali; |
|
|
|
3) |
Bahwa tidak ada penjelasan atau data yang dapat membuktikan adanya dokumen/sertifikat legal know-how yang telah didaftarkan di lembaga terkait, implementasi pemberian royalti atau know-how, bentuk/wujud know-how yang ditransfer, mekanisme transfer know-how tersebut diberikan, berapa orang/tim yang menjelaskan know-how tersebut, bukti kedatangan orang/tim yang melakukan transfer know-how tersebut, dokumen-dokumen terkait adanya transfer know-how dan proses transfer know-how; |
|
|
|
4) |
Bahwa tidak ada penjelasan atau data yang dapat membuktikan adanya manfaat know how bagi Termohon Peninjauan Kembali pada Tahun Pajak 2011; |
|
|
|
5) |
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, fakta terkait royalty expenses dan ketentuan-ketentuan Pasal 17 PER-43/PJ/2010 s.t.d.d PER-32/PJ/2011, Lampiran I angka 3 huruf b S-53/PJ.4/2010, serta pedoman penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana telah diuraikan di atas dan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, maka Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan keberadaan/eksistensi royalti terkait know how telah benar-benar diberikan, dan tidak terbukti royalti tersebut memberikan manfaat bagi Termohon Peninjauan Kembali; |
|
|
|
6) |
Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat koreksi atas Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp52.573.415,00 telah sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, karena berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan bukti-bukti materil dan formal terkait dengan eksistensi royalti terkait know-how tersebut; |
|
|
|
7) |
Bahwa dengan demikian keputusan Majelis Hakim yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas objek PPh Pasal 26 berupa Dividen yang berasal dari reklas Biaya Royalti sebesar Rp52.573.415,00 tidak sesuai dengan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, dan oleh karena itu atas sengketa a quo diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung; |
|
|
3.2. |
Bahwa terkait sengketa tentang koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan Surat Keterangan Domisili (SKD); |
|
3.2.1. |
Bahwa koreksi terkait tarif pada pokoknya karena Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat tarif P3B antara Indonesia dan Jepang tidak dapat diterapkan terkait dengan ketentuan formal SKD; |
|
|
|
|
3.2.2. |
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan koreksi aquo dengan alasan pada pokoknya menyatakan bahwa telah melampirkan SKD di SPT Masa PPh Pasal 26; |
|
|
|
|
3.2.3. |
Bahwa Majelis Hakim dalam putusannya berpendapat antara lain sebagai berikut: |
|
|
i. |
bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap form DGT-1, diketahui form DGT-1 telah mencantumkan nama pejabat dan jabatan otoritas perpajakan yang kompeten di Jepang tertanggal 16 Februari 2011 dan telah mendapat pengesahan dari pejabat yang bersangkutan; |
|
|
ii. |
bahwa meskipun form DGT-1 tidak diisi dengan lengkap, Majelis berpendapat Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa lawan transaksi berdomisili di Jepang sehingga tarif yang berlaku adalah sebagaimana tarif yang ditentukan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Jepang sehingga koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan; |
|
|
|
|
3.2.4. |
Bahwa terkait dengan pertimbangan majelis sebagaimana tersebut diatas, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan tidak sependapat dengan Majelis Hakim dengan pertimbangan sebagai berikut: |
|
|
i. |
Bahwa Pasal 26 ayat (1) UU PPh mengatur bahwa: "atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: |
|
|
|
a. |
dividen;
|
|
|
|
b. |
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; |
|
|
|
c. |
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; |
|
|
|
d. |
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; |
|
|
|
e. |
hadiah dan penghargaan; |
|
|
|
f. |
pensiun dan pembayaran berkala lainnya; |
|
|
|
g. |
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau |
|
|
|
h. |
keuntungan karena pembebasan utang. |
|
|
|
|
|
|
ii. |
Bahwa Pasal 26 ayat (1a) UU PPh mengatur bahwa: "Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (bénéficiai owner)”; |
|
|
|
|
|
|
iii. |
Bahwa Pasal 3 ayat (1) PER-24 mengatur bahwa: "Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dalam hal:
|
|
|
|
a. |
penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia |
|
|
|
b. |
persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah terpenuhi; dan |
|
|
|
c. |
tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B". |
|
|
|
|
|
|
iv. |
Pasal 3 ayat (2) PER-24 mengatur bahwa: "dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pemotong/pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan”; |
|
|
|
|
|
|
v. |
Bahwa persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) PER 24yang mengatur bahwa: "persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tentang "persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah terpenuhi" adalah Surat Keterangan Domisili (SKD) yang disampaikan oleh WPLN kepada pemotong/pemungut pajak:
|
|
|
|
a. |
menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
|
|
|
b. |
telah diisi oleh WPLN dengan lengkap; |
|
|
|
c. |
telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di Negara mitra P3B; |
|
|
|
d. |
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di Negara mitra P3B; dan |
|
|
|
e. |
disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak; |
|
|
|
|
|
|
vi. |
Bahwa berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali atas COD/SKD yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali di dalam persidangan diketahui bahwa:
|
|
|
|
a. |
pada Part IV Butir 3: Termohon Peninjauan Kembali tidak mengisi dan tidak mencantumkan jawaban "NO";
|
|
|
|
b. |
Pada Part V Butir 6: Termohon Peninjauan Kembali mencantumkan jawaban 'NO" tetapi seharusnya jawaban yang dicantumkan adalah "YES"; |
|
|
|
|
|
|
vii. |
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa pemotongan/pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B tidak dapat diterapkan karena sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) huruf c juncto Pasal 4 ayat (5) PER-24 persyaratan tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN tidak terpenuhi; |
|
|
|
|
|
|
v.ii. |
Bahwa berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali atas COD/SKD yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali juga diketahui bahwa pada Part VI angka la "tidak diketahui jenis penghasilan yang diperoleh (type of income) apakah dividen, bunga atau royalti";
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b juncto Pasal 4 ayat (3) huruf b PER-24 karena SKD tidak diisi dengan lengkap;
|
|
|
|
|
|
|
ix. |
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali melampirkan fotokopi COD yang sama sebanyak 12 kali untuk masing-masing pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Januari s.d. Desember Tahun 2011;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf e PER-24 maka setiap SKD wajib disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian untuk masing-masing SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak karena terdapat jumlah dan jenis penghasilan yang berbeda yang diterima oleh WPLN di dalam setiap masa Januari s.d. Desember Tahun 2011 tersebut;
|
|
|
|
|
|
|
x. |
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa koreksi atas tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan telah sesuai dengan bukti dan fakta persidangan; |
|
|
|
|
|
|
xi. |
Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat keputusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak; |
|
|
|
|
|
4. |
Bahwa atas sengketa objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 terkait dengan Reklas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp183.306.275,00 diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena keputusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, dan tidak sesuai fakta persidangan yang nyata-nyata Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat memberikan bukti-bukti yang cukup dan dapat meyakinkan terkait dengan kebenaran formal dan material atas Pinjaman Pemegang Saham terkait dengan biaya bunga dan atas pemberian Know-How dan transfer keterampilan terkait dengan biaya royalty;
|
|
|
|
|
5. |
Bahwa atas sengketa tarif PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena keputusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tidak sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) UU PPh, Pasal 3 ayat (1) huruf b dan huruf c juncto Pasal 4 ayat (3) dan ayat (5) PER-24; |
|
|
|
|
6. |
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali , telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku,sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
Bahwa dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016 terkait sengketa a quo tersebut harus dibatalkan.
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
|
|
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1419/WPJ.22/BD.06/2014 tanggal 30 Oktober 2014, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 Nomor: 00009/204/11/408/13 tanggal 12 Agustus 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.026.780.3408.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
|
a. |
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2011 berupa reklas atas Biaya Bunga dan Biaya Royalti menjadi Dividen sebesar Rp183.306.275,00; dan Koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo terikat dengan doktrin hukum Lex specialis derogat lex generalis dan Lex Superior derogat Legi Inferiori yaitu berupa reklas pembayaran Royalty menjadi Dividen merupakan pembayaran atas pemberian informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan (Painting Technique) yang diberikan oleh Sankei Co.Ltd Jepang telah dipenuhi persyaratan diantaranya bahwa certificate of domicile (CoD)/DGT-1 yang diterbitkan/mendapat Competent Authority yang sah dari negara treaty partner kepada Pemberi Jasa, yang menjadikan landasan pijak hukum atas penilaian dan pengujian pada substansi hukum dalam perkara a quo yang sudah barang tentu telah memiliki validitas hukum karena yurisdiksi atas hak pemajakannya berada pada negara partner, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan atas Putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 26 dan Pasal 32A Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia - Jepang; |
b. |
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp0,00; (nihil) dengan perincian sebagai berikut:
|
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali:DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
|
|