Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1691/B/PK/PJK/2016

 

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190; Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. CATUR RINI WIDOSARI, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. BUDI CHRISTIADI, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. HERU MARHANTO UTOMO, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. ANNDY DAILAMI, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190,
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-392/PJ./2013 tanggal 7 Maret 2013;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali; 
 

MELAWAN

 
PT. PUKU BENANGSARI, tempat kedudukan di Jalan Madura 4 Blok D-02, KBN Sukapura, Cilincing, Jakarta, 14140;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali; 
 
MAHKAMAH AGUNG TERSEBUT;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 22 November 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
 
Bahwa Penelaah melakukan koreksi atas Pembayaran Gaji dan menghitung PPh Pasal 26 dengan penghitungan sebagai berikut:
 
 
Bahwa Pemohon Banding keberatan dengan pengenaan PPh Pasal 26 atas Pembayaran Gaji sebesar Rp285.943.840,00 dengan alasan sebagai berikut: Bahwa Pemohon Banding mempekerjakan karyawan asing sesuai dengan RPTKA yang Pemohon Banding ajukan ke Departemen Tenaga Kerja dimana dalam RPTKA tersebut masa kerja karyawan Pemohon Banding lebih dari 3 bulan (sesuai dengan kontrak kerja);
 
Bahwa Pemohon Banding sama sekali belum menanggapi pemberitahuan hasil penelitian keberatan dikarenakan pada saat itu perusahaan Pemohon Banding sedang mengalami masalah aksi mogok kerja terjadi dari tanggal 4 sampai dengan tanggal 7 Mei 2011 dan pada tanggal 10 Mei 2011 Pemohon Banding menerima Surat Keputusan hasil keberatan;
 
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, maka perhitungan PPh Pasal 26 untuk masa Januari sampai dengan Desember 2008 menurut Pemohon Banding adalah Nihil, dengan perhitungan sebagai berikut:
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 22 November 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-142/WPJ.21/2011 tanggal 9 Mei 2011 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00001/204/08/045/10 tanggal 26 April 2010 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, atas nama: PT. Puku Benangsari, NPWP: 02.696.593.9-045.000, alamat: Madura 4 Blok D-02, KBN Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, sehingga jumlah yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 22 November 2012 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 20 Desember 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Maret 2013 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 11 Maret 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 Maret 2013;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 30 April 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 Mei 2013;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima.
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
  1.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU Pengadilan Pajak) menyatakan sebagai berikut:
“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
  2.
Bahwa pengajuan Peninjauan Kembali dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak yang menyatakan:
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e). Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
  3. Bahwa dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011, yang amarnya menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/WPJ.21/2011 tanggal 9 Mei 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor: 00001/204/08/045/10 tanggal 26 April 2010 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, atas nama PT Puku Benangsari, NPWP: 02.696.593.9-045.000, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, sehingga Majelis Hakim menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
  4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil. 
     
II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) UU Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
  2.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.”
  3. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011, atas nama: PT. Puku Benangsari (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut oleh Pengadilan Pajak yang disampaikan melalui Surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.1703/SP.23/2012 tanggal 12 Desember 2012 hal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 27 Desember 2012 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 2012122703580001.
  4. Bahwa mengingat pengajuan Peninjauan Kembali dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf (e) UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga sudah sepatutnya Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. 
     
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
Koreksi atas Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp256.368.320,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
   
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
  Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan tidak tepat sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
   
  Koreksi atas Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp256.368.320,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
Halaman 15 Alinea ke-8:
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa pengenaan objek PPh Pasal 26 atas nama Yoo Gil Joon yang dilakukan oleh Terbanding telah benar sehingga koreksi sebesar Rp29.575.520,00 tetap dipertahankan, sedangkan koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pengenaan terhadap penghasilan tenaga kerja Kim Hyun Tae, Cai Quanyi dan Jin Hai Yan terbukti merupakan wajib Pajak dalam negeri sehingga bukan objek PPh Pasal 26 dengan demikian koreksi sebesar Rp256.368.320,00 tidak dapat dipertahankan.”
     
  2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
     
  3.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPh) yang menyatakan:
 
Pasal 21 ayat (1):
“Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh:
    a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
    b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
    c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
    d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
    e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.”
     
  4.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU KUP Tahun 2007) yang menyatakan: 
 
 Pasal 26A ayat (4):
“Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;”
 
Pasal 29 ayat (1):
“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
Pasal 29 ayat (3) huruf a:
“Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
    a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.”
     
  5.
Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-49/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan (selanjutnya disebut PER-49/PJ./2009) yang menyatakan:
 
Pasal 9 ayat (1):
“Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.”
     
  6.
Bahwa berdasarkan ketentuan UU Pengadilan Pajak yang menyatakan:
 
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).” 
 
 Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
 
Penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
     
  7.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta dalam persidangan sebagai berikut:
 
7.1.
Bahwa alasan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah ditemukannya data berupa pembayaran gaji kepada 4 (empat) orang pegawai yang masih berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, dengan perincian sebagai berikut:
 
   
7.2. Bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Objek PPh Pasal 26 sudah didasarkan pada data dan fakta pada saat pemeriksaan dimana pada saat pemeriksaan tidak ada bukti bahwa keempat Tenaga Kerja Asing tersebut berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak ada bukti bahwa keempat Tenaga Kerja Asing tersebut berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
   
7.3. Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa keempat pegawai tersebut di atas berstatus sebagai tenaga kerja asing adalah sebagai berikut:
  Tidak ada bukti berupa dokumen KITAS/KITAP yang menyatakan bahwa keempat pegawai tersebut akan tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun;
  Keempat pegawai tersebut tidak berada lagi di Indonesia pada saat pemeriksaan lapangan dilakukan.
   
7.4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU PPh maka atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima oleh Tenaga Kerja Asing yang merupakan Subjek Pajak Luar Negeri terutang PPh Pasal 26 dan wajib dipotong pajaknya oleh Pemberi Kerja (Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding) sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan yang diterima Tenaga Kerja Asing tersebut.
   
7.5. Bahwa mengingat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) belum memotong PPh Pasal 26 atas biaya gaji yang dibayarkan kepada keempat Tenaga Kerja Asing tersebut maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi Objek PPh Pasal 26 sebesar Rp285.943.840,00.
   
7.6. Bahwa pada saat pemeriksaan pajak, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan dokumen-dokumen pendukung yang diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding/Pemeriksa Pajak) meskipun telah diminta melalui surat sebagai berikut:
  Surat Permintaan Data/Dokumen Ke-1 dengan Surat Nomor: S-289/WPJ.21/BD.0601/2010 tanggal 13 Oktober 2010 yang telah dikirimkan melalui kurir pada tanggal 13 Oktober 2010.
  Surat Permintaan Data/Dokumen Ke-2 dengan Surat Nomor S-408/WPJ.21/BD.0601/2010 tanggal 14 Desember 2010, yang telah dikirimkan melalui kurir pada tanggal 13 Oktober 2010.
   
7.7. Bahwa oleh karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan dokumen-dokumen pendukung yang diminta pada proses pemeriksaan pajak, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menghitung pajak terhutang dengan menerapkan PPh Pasal 26 a quo.
   
7.8.
Bahwa dalam proses penyelesaian keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi PPh Pasal 26. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan beberapa prosedur keberatan dengan dokumentasi formal sebagai berikut: 
 
   
7.9. Bahwa atas keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang menolak keberatan atas sengketa a quo terhadap koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 sebesar Rp285.943.840,00 karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan data pendukung koreksi pada saat pemeriksaan pajak, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
 
Bahwa dasar hukum terkait adalah sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (1) PER-49/PJ./2009:
“Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan” 
Pasal 26A UU KUP Tahun 2007:
“Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.”
 
Berdasarkan dasar hukum di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa oleh karena pada proses pemeriksaan pajak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak meminjamkan buku-buku, catatan dan dokumen yang diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terkait koreksi sengketa a quo, maka bukti yang diberikan pada saat proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
  Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2007 juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 juncto Pasal 9 ayat (1) PER-49/PJ./2007, maka terhadap data yang tidak diberikan pada proses pemeriksaan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka pada proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan, sehingga keputusan menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah tepat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
   
7.10. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat persidangan menyampaikan bukti berupa:
  Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing atas nama Kim Hyun Tae, Jin Haiyan dan CaiQuanyi,
  Kartu Izin Tinggal Terbatas atas nama Kim Hyun Tae, Jin Haiyan dan Cai Quanyi, 
  Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) atas nama Kim Hyun Tae, Jin Haiyan dan CaiQuanyi,
  Setoran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan Depnaker atas nama Kim HyunTae, Jin Haiyan dan Cai Quanyi,
  SPT Tahunan PPh 21 Tahun Pajak 2008.
     
  8.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam Halaman 15 Alinea ke-8 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.41587/PP/M.VI/13/2012 yang menyatakan:
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa pengenaan objek PPh Pasal 26 atas nama Yoo Gil Joon yang dilakukan oleh Terbanding telah benar sehingga koreksi sebesar Rp29.575.520,00 tetap dipertahankan, sedangkan koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pengenaan terhadap penghasilan tenaga kerja Kim Hyun Tae, Cai Quanyi dan Jin Hai Yan terbukti merupakan Wajib Pajak dalam negeri sehingga bukan objek PPh Pasal 26 dengan demikian koreksi sebesar Rp256.368.320,00 tidak dapat dipertahankan.”
     
  9. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti diketahui bahwa pada pemeriksaan pajak, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan dokumen-dokumen pendukung yang diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang diperlukan dalam penyelesaian pemeriksaan pajak, sehingga sesuai ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2007 sebagaimana telah diuraikan pada poin-poin di atas, data-data tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan. Dengan demikian, pertimbangan dan keputusan Majelis Hakim yang tetap mempertimbangkan data-data yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang tidak diberikan pada saat Pemeriksaan sebagai dasar pertimbangan dalam memutus sengketa, nyata-nyata tidak benar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2007. 
     
  10. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) juga berpendapat bahwa selama dalam proses pemeriksaan pajak dan penyelesaian keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon banding) nyata-nyata tidak mempunyai itikad baik, dengan cara tidak meminjamkan data-data pendukung yang diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga jelas tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP yang menyatakan: “Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
    a) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.”
     
  11. Bahwa substansi koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada sengketa ini adalah tidak adanya dokumen pembuktian dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat proses pemeriksaan.
     
  12. Bahwa dengan dipertimbangkannya pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat pemeriksaan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada saat persidangan akan menjadi preseden buruk bagi penerapan peraturan perpajakan yang yang berlaku dan bagi keadilan untuk negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan Wajib Pajak lain yang telah memenuhi prosedur pemeriksaan dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
     
  13. Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut:
    a. Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat. Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
    b.
Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak.
 
Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) UU KUP Tahun 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material.
    c. Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
     
  14. Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) yang melandasi pengambilan keputusan keberatan.
     
  15. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) a quo, adalah nyata-nyata tidak tepat dan keliru karena tidak sesuai dengan data, fakta dan dokumen yang terungkap di persidangan banding.
     
  16. Bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) a quo jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2007 juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor: 80 Tahun 2007 juncto Pasal 9 ayat (1) PER-49/PJ./2009 karena telah sangat jelas alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga seharusnya koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari–Desember 2008 sebesar Rp256.368.320,00 dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
     
  17. Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan kekuatan pembuktian dan alat bukti yang digunakan, akan tetapi dalam sengketa ini Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian keberatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi atas sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
     
  18. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis yang memeriksa dan memutus sengketa mengenai koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari–Desember 2008 sebesar Rp256.368.320,00 adalah tidak tepat karena amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding dan juga melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku karena nyata-nyata telah melanggar ketentuan 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2007, sehingga telah terbukti secara nyata-nyata melanggar Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak dan Penjelasannya dan oleh karena itu atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 tersebut harus dibatalkan. 
   
V.
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.41587/PP/M.VI/13/2012 tanggal 9 Mei 2011 yang menyatakan:
 
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-142/WPJ.21/2011 tanggal 9 Mei 2011 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor: 00001/204/08/045/10 tanggal 26 April 2010 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, atas nama PT Puku Benangsari, NPWP: 02.696.593.9-045.000, Alamat: Madura 4 Blok D-02, KBN Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, dengan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana tersebut di atas adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-142/WPJ.21/2011 tanggal 9 Mei 2011, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00001/204/08/045/10 tanggal 26 April 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.696.593.9-045.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp7.807.937,00 adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan: ​​​​​​
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi atas Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp256.368.320,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah terbukti bahwa penghasilan tenaga kerja Kim Hyun Tae, Cai Quanyi dan Jin Hai Van merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang sudah dipotong pajaknya bukan merupakan obyek PPh Pasal 26 dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Bahwa tenaga kerja asing tersebut sudah memiliki IMTA dan sudah mempunyai NPWP, sehingga walaupun belum mencukupi 183 hari tinggal dalam 1 tahun di Indonesia, adalah sebagai WP-DN, kecuali Yoo Gii Joon masih berstatus WP-LN;
c. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah); 
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Yosran, S.H., M.Hum, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Agus Budi Susilo, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. 
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Yosran, S.H., M.Hum.
Ketua Majelis:
ttd.
H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Agus Budi Susilo, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1691/B/PK/PJK/2016