Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1680/B/PK/PJK/2016

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
CATUR RINI WIDOSARI, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
BUDI CHRISTIADI, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3.
FARCHAN ILYAS, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
BUDI RAHARDJO, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1343/PJ./2014, tanggal 14 Mei 2014;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
PT BRIDGESTONE TIRE INDONESIA, tempat kedudukan di The Plaza I Office Tower Lt. 11 Jalan M.H. Thamrin Kav. 28-30 Jakarta Pusat 10350;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50284/PP/M.IVA/13/2014, tanggal 4 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
Latar Belakang:
Bahwa pada tanggal 19 Maret 2010, KPP Wajib Pajak Besar Dua menerbitkan SKPKB PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 Nomor 00007/204/08/092/10 yang menetapkan jumlah PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp170.849.193,00 dengan perincian perhitungan sebagai berikut: Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50284/PP/M.IVA/13/2014, tanggal 4 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
Bahwa atas penerbitan SKPKB tersebut di atas, pada tanggal 17 Juni 2010 Pemohon Banding mengajukan Permohonan Keberatan kepada KPP Wajib Pajak Besar Dua melalui Surat Pemohon Banding Nomor 7354R/249/2010 tanggal 16 Juni 2010;

Bahwa menjawab Permohonan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan, pada tanggal 16 Juni 2011 DJP menerbitkan Surat Keputusan Nomor KEP-532/WPJ.19/BD.05/2011 yang memutuskan untuk menolak Permohonan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan;

Bahwa merujuk kepada Surat Keputusan Keberatan tersebut di atas dan koreksi yang dipertahankan oleh Terbanding, dengan ini Pemohon Banding beritahukan bahwa hal yang menjadi Pokok Sengketa di dalam Permohonan Banding ini adalah koreksi yang dipertahankan Terbanding atas objek PPh Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 dan pengenaan sanksi administrasi berupa Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP sebesar Rp39.426.737,00;
 
 
 
 
 
Ketentuan Formal Banding:
Bahwa merujuk kepada Ketentuan Pasal 27 Undang-Undang KUP dan Pasal 23 dan Pasal 36 Undang-Undang Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding:

Bahwa mengajukan Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;

Bahwa Surat Banding ini diajukan atas Surat Keputusan Keberatan Nomor KEP-532/WPJ. 19/BD.05/2011 tanggal 16 Juni 2011;

Bahwa Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding ini sebelum batas waktu 3 bulan terhitung sejak tanggal Surat Keputusan tersebut Pemohon Banding terima pada tanggal 18 Juni 2011;

Bahwa atas PPh yang masih harus dibayar menurut SKPKB tersebut di atas, Pemohon Banding telah melakukan pembayaran sebesar Rp170.849.193,00 melalui Pemindahbukuan dengan bukti Nomor PBK-00520/V/WPJ. 19/KP.0203/2010 tanggal 19 Mei 2010;
 
 
 
 
 
Ketentuan Material Banding:
Bahwa berdasarkan uraian Pemohon Banding di atas, berikut ini adalah penjelasan atas koreksi yang dipertahankan oleh Terbanding dan alasan serta penjelasan Pemohon Banding atas koreksi-koreksi tersebut:

Koreksi objek PPh Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00; 
 
 
 
 
 
Menurut Terbanding:
Bahwa Terbanding melakukan koreksi objek PPh Pasal 26 tersebut karena adanya pemanfaatan jasa teknik dari luar Daerah Pabean yang belum dipotong PPh Pasal 26 dan tidak didukung dengan Surat Keterangan Domisili (SKD/COD). Kemudian dalam proses keberatan penelaah keberatan tetap mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dengan alasan tidak terdapat data eksternal pendukung (termasuk SKD) dan keterangan dari pihak ketiga yang mendukung alasan keberatan Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
Menurut Pemohon Banding:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju, dengan koreksi objek PPh Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 tersebut karena:

Bahwa mengulang penjelasan yang telah Pemohon Banding sampaikan pada waktu pemeriksaan dan dalam surat keberatan bahwa jasa tersebut dilakukan tidak melebihi jangka waktu (time test) sebagaimana ditetapkan dalam P3B antara Indonesia dan Jepang serta jasa tersebut merupakan business profit dari Bridgestone Corp. Jepang, sehingga tidak seharusnya dipotong PPh Pasal 26;
 
Bahwa data eksternal pendukung (termasuk SKD) serta data-data lain yang mendukung penjelasan Pemohon Banding, telah Pemohon Banding serahkan baik dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan kepada pemeriksa maupun peneliti keberatan;
 
 
 
 
 
Catatan:
Bahwa azas pemanfaatan tidak dapat dipergunakan dalam pengenaan Pajak Penghasilan;

Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, bahwa mohon agar koreksi objek PPh Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 tersebut dibatalkan;

Pengenaan sanksi administrasi Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP sebesar Rp39.426.737,00;

Bahwa sejalan dengan ketidaksetujuan bahwa atas koreksi objek PPh Pasal 26 yang dilakukan oleh Terbanding sebagaimana telah Pemohon Banding uraikan di atas, bahwa juga tidak setuju dengan pengenaan sanksi administrasi Bunga Pasal 13 ayat (2) sebesar Rp39.426.737,00 yang timbul dari dilakukannya koreksi tersebut;

Bahwa karena itu, bahwa mohon agar pengenaan sanksi administrasi tersebut dibatalkan;

Kesimpulan Dan Perhitungan Menurut Pemohon Banding:

Bahwa berdasarkan alasan dan penjelasan bahwa di atas, Pemohon Banding mohon agar koreksi objek PPh Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 beserta pengenaan sanksi administrasi berupa Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP sebesar Rp39.426.737,00 pada SKPKB PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 Nomor 00007/204/08/092/10 tanggal 19 Maret 2010 tersebut dibatalkan;

Bahwa menurut perhitungan, jumlah PPh yang masih harus dibayar untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 adalah Nihil dengan perincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
Penutup:
Bahwa demikianlah Permohonan Banding ini Pemohon Banding ajukan kepada Majelis Hakim yang Terhormat dan berharap bahwa uraian yang Pemohon Banding sampaikan berdasarkan kenyataan yang ada ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50284/PP/M.IVA/13/2014, tanggal 4 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-532/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 16 Juni 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 Nomor 00007/204/08/092/10 tanggal 19 Maret 2010, atas nama PT Bridgestone Tire Indonesia, NPWP: 01.000.118.8-092.000, beralamat di The Plaza Office Tower Lantai 11 Jalan M.H. Thamrin Kavling 28-30 Jakarta Pusat 10350, sehingga pajaknya dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50284/PP/M.IVA/13/2014, tanggal 4 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 28 Februari 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1343/PJ./2014 tanggal 14 Mei 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 Mei 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.1680/PAN.Wk/2014 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 26 Februari 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 23 Maret 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali:
 
Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.50284/PP/M.IVA/13/2014 Tanggal 4 Februari 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.50284/PP/M.IVA/13/2014 Tanggal 4 Februari 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak):
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
 
e.
Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
 
 
 
 
 
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
 
1.
Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.50284/PP/M.IVA/13/2014 Tanggal 4 Februari 2014, atas nama PT Bridgestone Tire Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 25 Februari 2014 dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 4 Maret 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201403040507;
 
2.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) Juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.50284/PP/M.IVA/13/2014 Tanggal 4 Februari 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
 
 
 
 
 
III.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:

Tentang sengketa atas Koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00;
 
 
 
 
 
IV.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 20 paragraf 8 s.d 10:
Bahwa berdasarkan pemeriksaan atas keterangan dan bukti-bukti terkait, Majelis berpendapat bahwa individu-individu (5 orang) tersebut adalah tenaga kerja yang dikirim oleh Bridgestone Corporation Jepang untuk melakukan jasa teknik bagi Pemohon Banding;

Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam P3B Indonesia-Jepang, Penghasilan jasa tersebut merupakan business profit yang baru dikenakan pajak di Indonesia jika Bridgestone Corp. Japan mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dengan dipotong PPh Pasal 23 (karena Wajib Pajak Dalam Negeri);

Bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
 
 
2.1.
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:

Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;

Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan;

Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;


Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim”;

Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
 
 
 
 
 
 
 
2.2.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPh), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (4) huruf b:
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah:

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;


Pasal 26 ayat (1):
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
 
 
 
a.
Dividen;
 
 
 
b.
Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
 
 
 
c.
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
 
 
 
d.
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
 
 
 
e.
Hadiah dan penghargaan;
 
 
 
f.
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 32 A:
Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
 
 
 
 
 
 
 
2.3.
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang berhubungan dengan Pajak-Pajak atas Pendapatan (P3B Indonesia – Jepang);
 
 
 
 
 
 
 
2.4.
Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), antara lain mengatur sebagai berikut:

Angka 1:
P3B antara Indonesia dengan negara-negara treaty partner yang telah berlaku secara efektif sampai dengan saat ini adalah sebanyak 32 (tiga puluh dua) P3B dengan perincian sebagaimana terlampir. Dalam P3B tersebut diatur ketentuan-ketentuan tentang pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah atau pembebasan pemotongan PPh Pasal 26 terhadap beberapa jenis penghasilan yang dibayar atau terutang oleh pihak yang membayar penghasilan yang berkedudukan di Indonesia kepada Wajib Pajak luar negeri yang berkedudukan di negara-negara treaty partner tersebut;

Angka 2:
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikan kemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal 26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:
 
 
 
a.
Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar;
 
 
 
b.
Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;

Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat menyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi fotokopi tersebut wajib memegang aslinya;
 
 
 
 
 
 
 
 
Angka 3:
Surat Keterangan Domisili:
 
 
 
a.
Surat Keterangan Domisili diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner. Namun demikian, Surat Keterangan Domisili yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pajak tempat Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan Surat Keterangan Domisili yang dibuat Competent Authority;
 
 
 
b.
Bentuk Surat Keterangan Domisili adalah sesuai dengan kelaziman di negara tempat Wajib Pajak luar negeri berkedudukan, namun sekurang-kurangnya harus menyatakan bahwa Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan benar berkedudukan di negara tersebut sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku, disertai dengan tanggal dan tanda-tangan pejabat yang menerbitkan Surat Keterangan Domisili tersebut;
 
 
 
c.
Surat Keterangan Domisili berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak bank. Bagi Wajib Pajak bank, Surat Keterangan Domisili tersebut berlaku selama bank tersebut tetap mempunyai alamat yang sama dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Domisili;
 
 
 
 
 
 
 
2.5.
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 8 ayat (4):
Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
 
 
3.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak pernah memperoleh data/kejelasan atas dasar diperlukannya jasa dari luar negeri tersebut diantaranya:
 
 
 
a.
Uraian jasa yang diberikan;
 
 
 
b.
Waktu pelaksanaan pemberian jasa;
 
 
 
c.
Identitas lengkap pihak pemberi jasa dari luar negeri termasuk Surat Keterangan Domisili pihak pemberi jasa;
 
 
 
d.
Rincian dan formulasi penghitungan nilai jasa;
 
 
 
 
 
 
 
 
Dalam persidangan juga tidak pernah diungkap fakta-fakta tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
3.2.
Bahwa atas pemberi jasa yang terdiri dari Kenjiro Tabuchi, Takeshi Fukui, M.Tsuneya, Tomoyashu Higuchi, dan Iwamoto, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Domicile (COD), serta bukti penugasan oleh Bridgestone Corporation Jepang atas kelima orang tersebut, sehingga tidak dapat diyakini bahwa kelima orang tersebut merupakan karyawan Bridgestone Corporation Jepang;
 
 
 
 
 
 
 
3.3.
Bahwa tidak terdapat kejelasan dan bukti valid yang menunjukkan apakah pemberi jasa dari luar negeri tersebut (Kenjiro Tabuchi, MR.Takeshi Fukui, M.Tsuneya, dan Tomoyashu Higuchi, Iwamoto), melakukan jasa teknik atas nama diri mereka sendiri atau atas nama perusahaan tempat mereka bekerja;
 
 
 
 
 
 
 
3.4.
Bahwa para pihak pemberi jasa; Kenjiro Tabuchi, Mr. Takeshi Fukui, M. Tsuneya, dan Tomoyashu Higuchi, Iwamoto berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan (sesuai rincian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)), dengan demikian sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-Undang PPh, pihak penyedia jasa tersebut merupakan Subjek Pajak Luar Negeri;
 
 
 
 
 
 
 
3.5.
Bahwa Majelis Hakim dalam memutus sengketa hanya mempertimbangkan bahwa individu-individu (5 orang) tersebut adalah tenaga kerja yang dikirim oleh Bridgestone Corporation Jepang untuk melakukan jasa teknik bagi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Majelis Hakim tidak mempertimbangkan tidak adanya Surat Keterangan Domisili pihak pemberi jasa;
 
 
 
 
 
 
 
3.6.
Bahwa Majelis Hakim tidak mempertimbangkan fakta bahwa SKD penerima pembayaran Jasa Teknik tersebut tidak dilampirkan dalam SPT PPh Pasal 26 dan tidak diberikan pada saat Pemeriksaan;

Bahwa sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), diatur bahwa “Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar. Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut”;
 
 
 
 
 
 
 
3.7.
Bahwa Majelis Hakim berpendapat individu-individu (5 orang) tersebut adalah tenaga kerja yang dikirim oleh Bridgestone Corporation Jepang untuk melakukan jasa teknik bagi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
 
Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), tidak terdapat bukti bahwa kelima orang tersebut adalah pihak yang mewakili Bridgestone Corporation Jepang. Karena tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa 5 orang tersebut adalah karyawan dari Bridgestone Corporation Jepang:
 
 
 
 
 
 
 
3.8.
Dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang telah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) uraikan tersebut di atas seharusnya majelis Hakim tidak dapat menggunakan ketentuan dalam P3B Indonesia-Jepang, Namun tetap menggunakan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang PPh dimana atas pembayaran jasa teknik tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 20%;
 
 
 
 
 
 
 
3.9.
Berdasarkan uraian di atas putusan majelis yang membatalkan koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp657.112.279,00 tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan telah mengabaikan fakta-fakta dalam persidangan;
 
 
 
 
 
V.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.50284/PP/M.IVA/13/2014 Tanggal 4 Februari 2014 yang menyatakan:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-532/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 16 Juni 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d Desember 2008 Nomor: 00007/204/08/092/10 tanggal 19 Maret 2010, atas nama: PT Bridgestone Tire Indonesia, NPWP: 01.000.118.8-092.000, beralamat di The Plaza Office Tower Lantai 11 Jalan M.H. Thamrin Kav. 28-30 Jakarta Pusat 10350, sehingga pajaknya dihitung kembali menjadi sebagaimana tersebut di atas;

adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah: Apakah terdapat pembayaran jasa teknik kepada Kenjiro Tabuchi, Takshi Fukui, M. Tsuneya, Tomoyashu Higuchi, dan Iwamoto yang belum dipotong PPh Pasal 26?
Bahwa Judex Facti sudah benar, dengan pertimbangan:
Bahwa Kenjiro Tabuchi, Takshi Fukui, M. Tsuneya, Tomoyashu Higuchi, dan Iwamoto adalah tenaga teknik dan merupakan karyawan dari Bridgestone Corporation Jepang;
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali mengadakan kontrak penyediaan jasa teknik hanya dengan Bridgestone Corporation Jepang, bukan dengan individu karyawan tersebut;
Bahwa Bridgestone Corporation Jepang tidak merupakan BUT di Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban pajak atas pembayaran jasa teknik kepada karyawan Bridgestone Corporation Jepang tersebut;
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;
 
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 12 Januari 2017 oleh Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Maftuh Effendi, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1680/B/PK/PJK/2016