Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
  • MENGADILI KEMBALI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1216/B/PK/PJK/2017

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
PT EASTINDO SERVICES, beralamat di Flops Centre Halim Perdanakusuma Airport Jakarta 13610, management office: Jalan Teluk Betung Nomor 31, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta 10230, diwakili oleh Budho Sudarmo Hadi selaku Direktur;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.57115/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 12 November 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor: 004/VII/EAST/AUD 08/13 tanggal 22 Juli 2013, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut ini;

Bahwa rincian hasil Keputusan Terbanding Nomor: KEP-525/WPJ.20/2013 tanggal 4 Juni 2013, adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa atas Hasil Keputusan Terbanding Nomor: KEP-525/WPJ.20/2013 tanggal 4 Juni 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Nomor: 00020/207/08/007/12 tanggal 26 April 2012 Masa Pajak April 2008 tersebut, Pemohon Banding tidak setuju atas hasil keputusan keberatan yang menolak seluruh koreksi penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri;
 
Bahwa penjelasan Pemohon Banding mengenai permohonan banding atas koreksi Objek PPN Dalam Negeri yang terutang PPN, sebagai berikut:

Menurut Terbanding
Bahwa menolak Permohonan Pemohon Banding dengan alasan bahwa penyerahan yang disengketakan dengan total DPP sebesar Rp1.664.493.847,00 tersebut merupakan penyerahan atas jasa charter (persewaan) pesawat udara, maka penyerahan jasa tersebut termasuk penyerahan jasa kena pajak (JKP) dan dikenakan PPN yaitu atas persewaan barang bergerak;

Bahwa menurut Terbanding sesuai KEP-05/PJ./1994 tanggal 26 Januari 1994 tentang Perluasan/Penambahan Kelompok Pengusaha Jasa Yang Dikenakan PPN, Pasal 1 angka 5, bahwa jasa persewaan barang bergerak, meliputi persewaan mesin dan peralatan (termasuk mesin dan peralatan untuk keperluan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, telekomunikasi, perkantoran dan penjualan), persewaan pesawat udara, persewaan alat angkutan darat dan persewaan barang bergerak lainnya, atas penyerahannya dikenakan PPN;

Bahwa kemudian ditegaskan dengan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997, bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang termasuk sebagai jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara, yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN;

Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan seluruh hasil keputusan keberatan yang menolak seluruh koreksi Objek PPN Dalam Negeri yang terutang PPN;

Bahwa berikut ini adalah alasan Pemohon Banding:
1.
Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang menyatakan bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang termasuk sebagai jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara, yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN, yang aturan pelaksanaannya mengacu pada Keputusan Terbanding Nomor: KEP-05/PJ./1994 dan Surat Terbanding No. S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997, sedangkan menurut Pemohon Banding bahwa jasa yang Pemohon Banding lakukan adalah jasa angkutan udara luar negeri dari Pelalawan (Indonesia) ke Singapura dan sebaliknya, di mana jasa tersebut merupakan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN sesuai dengan asas timbal balik (reciprocal) dalam hubungan penerbangan Internasional dan penyerahan jasanya dilakukan di luar daerah pabean sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, sebagai berikut:
 
a)
Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 4a (3) huruf i
 
 
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
 
 
i.
Jasa angkutan umum di darat dan di air;
 
b)
Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000:
 
 
Pasal 5 huruf i
Kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN adalah "Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air”;
 
 
Pasal 13
Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf i adalah jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta;
 
 
Penjelasan Pasal 13
Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan PPN, sedangkan jasa angkutan udara dikenakan PPN. Namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan PPN, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar daerah pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut;
 
c)
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988, Pasal 1 ayat 2 huruf j:
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di daerah pabean Republik Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh Pengusaha Jasa Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali:
 
 
J.
Jasa angkutan udara luar negeri;
    "Bahwa di dalam penjelasan Pasal 1 ayat 2 huruf j menyebutkan bahwa:
Jasa angkutan udara luar negeri dikecualikan sesuai dengan kebiasaan dalam hubungan penerbangan Internasional. Pengertian jasa angkutan luar negeri termasuk pula jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari angkutan udara luar negeri tersebut;"
 
d)
SE-49/PJ.3/1988
 
 
Butir 1.2, Pengertian Jasa Angkutan Udara Luar Negeri
 
 
 
Jasa Angkutan Udara Luar Negeri adalah jasa pelayanan angkutan udara baik untuk angkutan penumpang, angkutan barang, hewan atau tumbuh-tumbuhan yang dilakukan dari luar wilayah Republik Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia atau sebaliknya oleh perusahaan penerbangan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk penerbangan luar negeri adalah pelayanan angkutan udara luar negeri ke beberapa tempat di Indonesia atau sebaliknya sepanjang pelayanan angkutan udara tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan jasa angkutan luar negeri;
 
 
Butir 3.1, Dasar Pengenaan Pajak
 
 
 
Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa angkutan udara adalah penggantian atau jumlah biaya angkutan udara yang tercantum dalam harga tiket, tagihan atau Surat Muatan Udara (Air Waybill), harga kontrak penerbangan borongan (Charter Flight), dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diminta oleh pengusaha jasa angkutan udara dalam rangka pelaksanaan pemberian jasa angkutan udara baik langsung ataupun melalui agen atau Biro Perjalanan;
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang menggunakan KEP-05/PJ./1994 yang menyebutkan bahwa persewaan pesawat udara dikenakan PPN dan Pemohon Banding juga tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang menggunakan S-3480/PJ.531/1997 yang menyebutkan bahwa jasa charter pesawat terbang termasuk sebagai jasa persewaan barang bergerak, dengan dasar sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan angkutan udara niaga nasional yang bergerak pada bidang jasa angkutan udara luar negeri, dan Pemohon Banding tidak melakukan kegiatan jasa persewaan barang bergerak, PT Eastindo Indonesia memberikan jasa angkutan udara di mana awak pesawat adalah karyawan (pegawai) dari PT Eastindo Indonesia sendiri sehingga tidak dapat disebutkan sebagai Jasa persewaan barang bergerak seperti yang diuraikan oleh Terbanding;
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa apa yang telah diuraikan di atas, dasar aturan dari Pemohon Banding telah sesuai dengan Prinsip Asas Timbal Balik (Asas Resiprositas) dalam hukum penerbangan Internasional yaitu adalah jasa angkutan udara Luar Negeri tidak terhutang PPN;

Bahwa oleh karena itu, dengan pemaparan Pemohon Banding di atas, jelas bahwa jasa yang Pemohon Banding berikan adalah merupakan salah satu bentuk jasa angkutan udara luar negeri, yang dilakukan di luar daerah pabean dan bukan merupakan jasa persewaan pesawat udara karena menggunakan awak pesawat sendiri dan dikecualikan dari Pengenaan PPN sesuai dengan hukum penerbangan Internasional yang menganut asas timbal balik (Asas Resiprositas);

Bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan dari Pemohon Banding di atas, maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.57115/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 12 November 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-525/WPJ.20/2013 tanggal 4 Juni 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor: 00020/207/08/007/12 tanggal 26 April 2012, yang terdaftar dalam berkas perkara Nomor 16-072613-2008, atas nama: PT Eastindo Services, NPWP 01.307.832.4-005.000, beralamat di Flops Centre Halim Perdanakusuma Airport Jakarta 13610.
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.57115/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 12 November 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 10 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Februari 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Februari 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 29 April 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 30 Mei 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa Permohonan Peninjauan Kembali ini adalah koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak (Penyerahan) yang Pajak Pertambahan Nilainya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.664.493.847,00;
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) membaca, meneliti dan mempelajari Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT- 57115/PP/M.XIVB/16/2014 04 Desember 2014 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atau paling tidak telah membuat kekhilafan baik mengenai fakta hukum maupun dasar hukum dalam menyusun pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan dalil-dalil atau alasan-alasan sebagai berikut;
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 28 alinea ke-10 sampai dengan Halaman 29 alinea ke-1 dan seterusnya;
“Bahwa berdasarkan pemeriksaan dan penilaian terhadap bukti-bukti yang disampaikan Para Pihak dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan Majelis sependapat dengan Terbanding dengan alasan:

Bahwa sesuai KEP-05/PJ/1994 tanggal 26 Januari 1994 tentang Perluasan/Penambahan Kelompok Pengusaha Jasa Yang Dikenakan PPN, Pasal 1 angka 5, bahwa jasa persewaan barang bergerak meliputi persewaan mesin dan peralatan (termasuk mesin dan peralatan untuk keperluan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, telekomunikasi, perkantoran dan penjualan), persewaan pesawat udara, persewaan alat angkutan darat dan persewaan barang bergerak lainnya;
 
Bahwa menurut Terbanding dalam Surat Nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997, dinyatakan bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang termasuk sebagai persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN;

Bahwa Terbanding dalam persidangan menyatakan bahwa bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding hanya berupa invoice, bukan tiket sebagaimana perusahaan penerbangan terjadwal, hal ini juga diakui oleh Pemohon Banding dalam persidangan;

Bahwa berdasarkan fakta/data, bukti dan keterangan baik dari Terbanding maupun Pemohon Banding yang disampaikan dalam persidangan serta pertimbangan hukum sebagaimana tersebut di atas, tidak terdapat bukti yang meyakinkan untuk mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding dan karenanya Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan Banding Pemohon Banding serta koreksi Terbanding atas DPP PPN Masa Pajak April 2008 sebesar Rp1.664.493.847,00 tetap dipertahankan”;
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) tidak sependapat dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak seperti tersebut di atas berdasar alasan dan penjelasan sebagai berikut:
 
 
(1)
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah perusahaan penerbangan, bukan perusahaan yang bergerak di bidang persewaan pesawat terbang. Hal ini didukung dengan izin usaha yang dimiliki Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: ST.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31 Juli 1986 tentang Izin Usaha Perusahaan Penerbangan;
 
 
(2)
Dalam izin usaha yang diberikan oleh Menteri Perhubungan tersebut, ditentukan bahwa kepada Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) diberikan izin usaha penerbangan dengan sifat Penerbangan Borongan, home base pesawat di Bandara Halim Perdanakusuma dan izin operasional diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara;
 
 
(3)
Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah menerbitkan Air Operator Certificate Nomor: AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002 yang menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 berikut peraturan pelaksanaannya, untuk melakukan operasi sebagai perusahaan penerbangan;
 
 
(4)
Berdasarkan izin tersebut, lingkup usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah penerbangan tidak berjadwal, dan jasa penerbangan diperhitungkan secara borongan yang artinya: seluruh penumpang pesawat dimasukkan ke dalam satu airway bill berupa manifest yang biasa disebut sebagai charter flight di mana Nilai Penyerahan Jasa dihitung berdasarkan penerbangan yang dilakukan, artinya kalau pesawat tidak diterbangkan maka jasanya tidak diperhitungkan dan jangka waktu pengoperasian pesawat dilakukan sepanjang waktu selama perusahaan masih melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara sehingga jasa yang Kita lakukan bukan merupakan jasa persewaan barang bergerak karena jika “persewaan barang bergerak”, jangka waktunya tertentu harian/mingguan/bulanan) dan nilai penyerahan jasanya dihitung atas dasar durasi waktu yang diperjanjikan dan tidak melihat pemakaian atas barangnya, artinya meskipun barangnya tidak dipakai, nilai sewanya tetap diperhitungkan sepanjang masih dalam durasi sewa. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa kegiatan usaha yang Kita lakukan bukan merupakan persewaan barang bergerak;
 
 
(5)
Termohon Peninjauan Kembali (dahulu Terbanding) menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) menunjukkan bukti berupa invoice dan bukan berupa tiket. Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sependapat dengan hal ini karena dalam proses kegiatan usaha penerbangan tidak berjadwal/penerbangan borongan memang tidak diperlukan tiket untuk masing-masing penumpang, namun hal tersebut tidak serta merta harus dianggap kegiatan usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah persewaan pesawat terbang sebagai mana disimpulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
3.
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sangat keberatan terhadap pendapat Termohon Peninjauan Kembali (dahulu Terbanding) bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang termasuk jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara, hanya berlandaskan dasar hukum berupa surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997. Alasan Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah sebagai berikut:
 
 
(1)
Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, ditentukan bahwa Undang-Undang merupakan suatu kekuatan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
 
 
(2)
Jelas-jelas disebutkan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf i Undang-Undang PPN bahwa jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN (bukan objek pengenaan PPN);
 
 
(3)
Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000 Pasal 13 dan penjelasannya:

Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf i adalah jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta;

Penjelasan Pasal 13:
Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan PPN, sedangkan jasa angkutan udara dikenakan PPN. Namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan PPN, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar daerah pabean, termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut;
 
 
(4)
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) telah menyampaikan bukti-bukti pendukung mengenai kegiatan usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) antara lain:
 
 
 
a.
Izin Usaha yang diberikan oleh Menteri Perhubungan Nomor SI.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31 Juli 1986;
 
 
 
b.
Air Operator Certificate (AOC) Nomor AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002;
 
 
 
c.
Invoice;
 
 
(5)
Bahwa dari bukti-bukti tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa kegiatan usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah di bidang angkutan udara (penerbangan tidak berjadwal/borongan), bukan usaha menyewakan pesawat terbang;
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa ketentuan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak:
 
 
(1)
Alat bukti dapat berupa:
 
 
 
a.
Surat atau tulisan;
 
 
 
b.
Keterangan ahli;
 
 
 
c.
Keterangan para saksi;
 
 
 
d.
Pengakuan para pihak; dan/atau
 
 
 
e.
Pengetahuan Hakim;
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
 
Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 78 disebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan dan pembuktian sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-57115/PP/M.XIVB/16/2014 04 Desember 2014, dapat diketahui secara jelas dan nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
 
 
(1)
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) telah memperlihatkan bukti-bukti pendukung antara lain: Izin Usaha yang diberikan oleh Menteri Perhubungan Nomor SI.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31 Juli 1986, Air Operator Certificate (AOC) Nomor AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002, Invoice;
 
 
(2)
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sudah menjelaskan mengenai lingkup usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding), yaitu sebagai perusahaan penerbangan dengan kegiatan usaha penerbangan tidak berjadwal (borongan);
 
 
(3)
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (dahulu Terbanding) berpendapat bahwa penerbangan yang dilakukan oleh pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah jenis jasa persewaan pesawat atau jasa persewaan barang bergerak;
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil putusan belum sepenuhnya mempertimbangkan bukti-bukti yang dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut:
 
 
a.
Majelis mengesampingan fakta hukum dan kondisi nyata dari pemohon Peninjauan Kembali (dahulu pemohon banding);
 
 
 
a.1.
Fakta Hukum:
 
 
 
 
1)
Majelis mengacu pada dasar hukum Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 4 huruf c yang berbunyi “penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha” dan mengesampingkan dasar hukum Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 4A (3) huruf i dan Peraturan Pemerintah 144 Tahun 2000 Pasal 5 huruf i dan Pasal 13 beserta penjelasannya yang pemohon Peninjauan Kembali terapkan yang sudah secara jelas menerangkan bahwa jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN (bukan objek pengenaan PPN);
 
 
 
 
2)
Bahwa dalam pengenaan PPN harus berdasarkan pada objeknya. Apakah objek tersebut terhutang atau tidak terhutang PPN, dalam hal ini Majelis mengenakannya bukan berdasarkan Objek, namun berdasarkan Subjek;
 
 
 
a.2.
Kondisi nyata Pemohon Peninjauan Kembali:
 
 
 
 
Majelis mengesampingkan kondisi nyata yang dilakukan dari Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) yang nyata-nyata kegiatan usaha yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali adalah jasa angkutan udara yang artinya nilai penyerahan jasa hanya akan diperhitungkan bila pesawat diterbangkan dan jangka waktu pengoperasian pesawat dilakukan sepanjang waktu selama Perusahaan masih melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara sehingga jasa yang Kita lakukan bukan merupakan jasa persewaan barang bergerak;
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa oleh karena itu Putusan Pengadilan Pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak beserta penjelasannya, karena putusan diambil tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan mengabaikan fakta-fakta persidangan dan tidak sepenuhnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa dengan demikian telah terbukti juga secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT- 57115/PP/M.XIVB/16/2014 04 Desember 2014, tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN, sehingga telah terbukti secara nyata-nyata telah terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, oleh karena itu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 57115/PP/M.XIVB/16/2014 04 Desember 2014 tersebut harus dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 57115/PP/M.XIVB/16/2014 04 Desember 2014 yang menyebutkan:

Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-525/WPJ.20/2013 tanggal 04 Juni 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor: 00020/207/08/007/12 tanggal 26 April 2012 atas nama PT Eastindo Services, NPWP: 01.307.832.4-007.000, beralamat di Flops Centre Halim Perdanakusuma Airport Jakarta 13610,

adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-525/WPJ.20/2013 tanggal 4 Juni 2013 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor: 00020/207/08/007/12 tanggal 26 April 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.307.832.4-005.000, adalah secara nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan:"
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas Penyerahan yang Terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp1.664.493.847,00; yang tetap dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo terlepas dari petunjuk bahwa kegiatan yang dilakukan Pemohon Banding charter pesawat yang bersifat penerbangan borongan (vide Keputusan Menhub Nomor SI.51/AU.003/PHB-86) dan Situs Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang menyebutkan Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali termasuk maskapai niaga yang tidak terjadwal, namun Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali telah memberikan bukti pendukung berupa Air Operator Certificate (AOC) Nomor: AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002 berikut invoice, di mana setiap penerbangan yang dilakukan berdasarkan perjanjian/kontrak dan bukan sewa pesawat, sehingga kegiatan Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dimaksud dilakukan di luar Daerah Pabean maka bukan merupakan objek yang harus dipungut PPN-nya. Di samping itu, jasa angkutan udara dalam perkara a quo pada dasarnya merupakan nilai penyerahan jasa yang hanya akan diperhitungkan bila pesawat diterbangkan dan Jangka Waktu Pengoperasian Pesawat dilakukan sepanjang waktu selama Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) masih melakukan Kegiatan Usaha Jasa Angkutan Udara sehingga jasa yang dilakukan bukan merupakan Jasa Persewaan Barang Bergerak. Lagi pula jasa dimaksud merupakan jasa angkutan udara yang dikecualikan berdasarkan asas timbal balik (reciprocal) dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) huruf I Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000;
b.
Bahwa dengan demikian, alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan karena terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT EASTINDO SERVICES, dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.57115/PP/M.XIVB/16/2014, tanggal 12 November 2014, serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;

Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali, maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
 

MENGADILI

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT EASTINDO SERVICES, tersebut;

Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.57115/PP/M.XIVB/16/2014, tanggal 12 November 2014;
 

MENGADILI KEMBALI

Mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali;

Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 19 Juli 2017, oleh Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H. dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Muhammad Aly Rusmin, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
Ketua Majelis
ttd.
Dr. H. M. Harry Djatmiko, S.H., M.S.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Muhammad Aly Rusmin, S.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1216/B/PK/PJK/2017