Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
- MENGADILI KEMBALI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
|
||||||||
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
|
||||||||
|
||||||||
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk. (Ex. PT. LIPPO BANK, Tbk) tempat kedudukan di Menara Asia Jl. Boulevard Diponegoro 101, Lippo Karawaci Tangerang 15810, Alamat Korespondensi: Graha Niaga, Jl. Jenderal Sudirman Kaveling 58, Senayan Jakarta 12190, dalam hal ini diwakili oleh Lo Nyen Khing selaku Wakil Presiden Direktur dan Wan Razly Abdullah selaku Direktur PT. Bank CIMB Niaga, Tbk, selanjutnya memberikan kuasa kepada:
|
||||||||
1. |
Humphrey R. Djemat, S.H.,L.L.M. FCB. Arb.
|
|||||||
2. | H. Djoko Mulyono, M.B.A; | |||||||
3. | F.X.L. Soewadi, S.H.; | |||||||
4. | Adhika Wishnu Prabowo, S.H..; | |||||||
5. | Darneliwita, S.H.,M.Hum; | |||||||
6. | Andreas Nahot Silitonga, S.H.,LL.M; | |||||||
7. | Drs. Mac Donald Sinaga; | |||||||
8. | Jusby Eko Pratjojo, S.H.; | |||||||
9. | Dwi Darojatun P. Suwito, S.H.; | |||||||
10. | Ayu Yanuandari Putri, S.H.; | |||||||
11. | Dwi Nugraha Aluwi, S.H.; | |||||||
12. | Sheila Thomasyadi, S.H.,M.Kn.; | |||||||
Para Advokat dan Konsultan yang berkantor di Kantor Advokat Gani Djemat & Partner, Advocates/Solicitor, beralamat di Plaza Gani Djemat Lt. 8, Jl. Imam Bonjol 76-78, Jakarta,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 045/Ska/Dir/V/2013, tanggal 30 Mei 2013;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; |
||||||||
|
||||||||
MELAWAN |
||||||||
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta, selanjutnya memberikan kuasa kepada:
|
||||||||
1. | Catur Rini Widosari, pekerjaan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak; | |||||||
2. | Budi Christiadi, pekerjaan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding; | |||||||
3. | Dani Koesworo, pekerjaan Pj. Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding; | |||||||
4. | Fransisca Warastuti, pekerjaan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, | |||||||
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2386/PJ./2013, tanggal 22 Oktober 2013;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 43265/PP/M.I/13/2013, tanggal 13 Februari 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
||||||||
RINGKASAN POSITA BANDING |
||||||||
Bahwa bersama dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding, berdasarkan pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, Pemohon Banding bermaksud mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-801/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 7 September 2011 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 8 September 2011 di mana Terbanding menolak seluruh permohonan Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor: 0007812041081091/10 tanggal 16 September 2010 untuk Masa Pajak Januari 2008, dengan penjelasan sebagai berikut:
PEMENUHAN KETENTUAN FORMAL PENGAJUAN BANDING
Bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan sebagai berikut: "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)"
Bahwa selanjutnya Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding"
Bahwa Surat Banding Pemohon Banding ajukan terhadap 1 (satu) Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak, dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
Bahwa Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
"Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut"
Bahwa Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak ”
“Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan" Bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini, dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
Bahwa Pasal 36 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding” pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding;
selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)" Bahwa permohonan banding Pemohon Banding ajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan telah mencantumkan tanggal diterimanya surat keputusan yang dibanding, Pemohon Banding juga telah melampirkan salinan dari surat keputusan tersebut pada permohonan banding ini, Keputusan Keberatan menunjukkan pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp3.681.022.150,00, Pemohon Banding telah membayar total keseluruhan jumlah pajak yang masih harus dibayar tersebut pada tanggal 14 Oktober 2010, dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
Bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh undang-undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak, oleh karena itu sudah sepatutnya Surat Banding ini diterima oleh Pengadilan Pajak;
PERHITUNGAN PAJAK MENURUT KEPUTUSAN KEBERATAN
Bahwa perhitungan menurut Keputusan Keberatan adalah sebagai berikut:
|
||||||||
RINCIAN KOREKSI KEPUTUSAN KEBERATAN
Bahwa koreksi obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dipertahankan berdasarkan Keputusan Keberatan sebesar Rp13.403,953.612,00, dengan rincian sebagai berikut :
|
||||||||
POKOK SENGKETA
Bahwa pokok sengketa yang Pemohon Banding ajukan banding sehubungan dengan hasil Keputusan Keberatan adalah sebagai berikut :
|
||||||||
● |
Koreksi obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Biaya Bunga Obligasi Subordinasi sebesar Rp11.779.266.583,00,
|
|||||||
●
|
Koreksi obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran royalti kepada Master dan Visa sebesar Rp1.801.002.472,00; | |||||||
ALASAN BANDING
Bahwa berikut adalah uraian dan penjelasan Pemohon Banding sehubungan dengan materi permohonan banding atas Keputusan Keberatan, disertai dengan alasan koreksi Terbanding;
|
||||||||
1. |
Koreksi obyek PPh Pasal 26 Bunga Obligasi Subordinasi Rp11.779.266.583,00
|
|||||||
Menurut Terbanding
Bahwa alasan Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding atas Biaya Bunga Obligasi Subordinasi sebesar Rp11.779.266.583,00 diperinci dalam Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan, sebagai berikut: |
||||||||
|
● | Bahwa pembayaran bunga obligasi Subordinasi oleh Pemohon Banding kepada cabang Cayman Islands atau pembayaran bunga kepada pemegang obligasi Subordinasi melalui cabang Cayman Islands merupakan pembayaran bunga oleh Subyek Pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak luar negeri, | ||||||
|
● | Bahwa tidak terdapat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Cayman Islands, | ||||||
|
● | Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan, maka atas pembayaran bunga obligasi Subordinasi tersebut terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif 20%; | ||||||
Alasan Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas bunga obligasi Subordinasi sebesar Rp11.779.266.583,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan alasan koreksi Terbanding, terdapat ketidakjelasan apakah Terbanding melakukan koreksi atas pembayaran bunga yang dilakukan Pemohon Banding kepada cabang Cayman Islands atau pembayaran bunga yang dilakukan oleh cabang Cayman Island kepada pemegang obligasi, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, Terbanding dalam menolak atau menerima permohonan keberatan harus didasarkan pada alasan yang jelas, hal ini memberikan ketidakpastian bagi Pemohon Banding selaku Wajib Pajak;
Bahwa dalam hal koreksi Terbanding berkenaan dengan pembayaran bunga obligasi oleh Pemohon Banding kepada cabang Cayman Island, Pemohon Banding berpendapat bahwa alasan dan dasar hukum pihak Terbanding yang menyebutkan bahwa pembayaran bunga obligasi subordinasi dari Pemohon Banding kepada cabang di Cayman Islands sebagai obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000;
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selalu bentuk usaha tetap di Indonesia. Dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
|
||||||||
a. | dividen; | |||||||
b. | bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; | |||||||
c. | royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; | |||||||
d. | imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; | |||||||
e. | hadiah dan penghargaan; | |||||||
f. | pensiun dan pembayaran berkala lainnya; | |||||||
Bahwa dari ketentuan di atas, jelas dan tidak ada keragu-raguan bahwa obyek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah apabila pihak yang dipotong (dalam kasus ini, cabang perusahaan Pemohon Banding di luar negeri) adalah Wajib Pajak Luar Negeri, sementara cabang perusahaan Pemohon Banding di luar negeri bukan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri mengingat bahwa tax residential status-nya mengikuti Kantor Pusatnya, sehingga dianggap sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri;
Bahwa adapun dalam hal koreksi Terbanding berkenaan dengan pembayaran bunga obligasi yang dilakukan oleh cabang Pemohon Banding di Cayman Islands kepada para pemegang obligasi, Pemohon Banding juga tidak setuju dengan alasan sebagai berikut;
Bahwa Bank Lippo cabang Cayman Island didirikan pada tanggal 29 September 2006 melalui surat Bank Indonesia Nomor: 8/792/DPIP/Prz dan disetujui oleh pihak Cayman Island melalui Certificate of Registration Nomor: MC-176082, tanggal 20 Oktober 2006 dan Licence Nomor:100142, tanggal 31 Oktober 2006 yang dikeluarkan oleh pihak Otoritas Keuangan di negara tempat cabang Cayman island berdomisili, tujuan pendirian Bank Lippo cabang Cayman Island adalah untuk memperkuat struktur permodalan sebagaimana disebutkan didalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan ke Bank Indonesia, Bank Lippo cabang Cayman Island memiliki karyawan untuk menjalankan kegiatan operasional bank di Cayman Island, selain itu, perlu Pemohon Banding informasikan bahwa Bank Lippo cabang Cayman Island mengeluarkan biaya-biaya operasionalnya di Cayman Island, berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tersebut di atas, dan sesuai dengan pengertian konsep Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku secara umum di negara negara lain, maka menurut Pemohon Banding Bank Lippo cabang Cayman Islands adalah merupakan BUT dari PT Bank Lippo, Tbk di Cayman Island;
Bahwa Pasal 24 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 mengatur bahwa penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan, dengan demikian prinsip negara sumber penghasilan yang dianut dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, adalah negara di mana si pembayar bunga, royalti atau sewa berdomisili, sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini, apabila terdapat cabang dari bank asing di Indonesia yang melakukan pembayaran bunga kepada para nasabahnya di luar negeri, maka atas pembayaran tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia, bukan di negara tempat kantor pusatnya berdomisili, sesiprokal dengan hal ini, negara Cayman Islands sebagai tempat di mana cabang Pemohon Banding berdomisili merupakan negara sumber penghasilan bunga bagi para pemegang obligasi, sehingga ketentuan perpajakan yang berfaku atas transaksi ini adalah ketentuan yang berlaku efektif di Cayman Islands, bukan ketentuan perpajakan Indonesia;
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, bunga yang Pemohon Banding bayarkan kepada cabang Pemohon Banding di Cayman Islands dan bunga yang dibayarkan oleh cabang Pemohon Banding di Caymand Islands kepada para pemegang obligasi, bukan merupakan obyek Pajak Penghasilan Pasal 26;
|
||||||||
2. | Koreksi obyek PPh Pasal 26 atas pembayaran royalti kepada Master dan Visa sebesar Rp1.801.002.472,00 | |||||||
Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding melakukan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 berupa biaya atas pembayaran Royalti kepada Master dan Visa sebesar Rp1.882,192.850,00 berdasarkan yurisdiksi sumber yang merujuk pada Pasal 2 (4) dan pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan hak pemajakan kepada negara tempat sumber penghasilan berada; Bahwa selanjutnya Terbanding berpendapat atas pembayaran ke Master dan Visa, berdasarkan data/dokumen yang disampaikan, tidak dapat diyakini bahwa jumlah pembayaran ke Master sebesar Rp1.223.373.480,00 dan ke Visa sebesar Rp577.628.992,00 merupakan pembayaran jasa (bukan merupakan royalti) yang dilakukan di luar negeri; |
||||||||
a. | Pembayaran Royalti ke Master sebesar Rp1.223.373.480,00 | |||||||
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju sebagian dengan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran ke Master Card Internasional, yaitu sebesar Rp1.223.373.480,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa Pasal 13 ayat 3a Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Amerika menyebutkan bahwa:
"The term "royalties" as used in this Article means payments of any kind made as consideration for the use of or the right to use, copyrights of literary. artistic, or scientific works (including copyrights of motion pictures and films, tapes or other means of reproduction used for radio or television broadcasting), patents, designs, models, plans, secret processes or formulas, trademarks, or for information concerning industrial, commercial or scientific experience. It also includes gains derived from the sale, exchange, or other dispositions of any such property or rights to the extent that the amounts realized on such sale, exchange or other disposition for consideration are contingent on the productivity, use, or disposition of such property or rights." Bahwa selanjutnya Pasal 13 ayat 3b Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Amerika menyebutkan bahwa:
"The term "royalties" as used in this Article also includes payments by a resident of one of the Contracting States for the use of, or the fight to use, industrial, commercial or scientific equipment, but not including ships, aircraft or containers the income from which is exempt from tax by the other Contracting State under Article 9 (Shipping and Air Transport)" Bahwa Pasal 8 ayat 1 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Amerika menyebutkan bahwa:
"Business profits of a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax by the other Contracting State unless such resident carries on business in that other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If such resident carries on business as aforesaids,tax may be imposed by that other Contracting State on the business profits of such resident but only on so much of such profits as are attributable to the permanent establishment or are derived from sources within such other Contracting State from sales of goods or merchandise of the same kind as those sold, or from other business transactions of the same kinds as those effected, through the permanent estabtishment" Bahwa tagihan atas jasa dari Master Card International dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu
|
||||||||
a) |
Operation Fees
|
|||||||
Merupakan tagihan atas jasa. sebagai berikut:
|
||||||||
● | Authorization | |||||||
● | Clearing and Settlement | |||||||
● | Other Processing Services to facilitate transactions | |||||||
● | Data Transfer | |||||||
● | Fund Management | |||||||
b) | Member Assessment Fees | |||||||
Merupakan tagihan atas jasa, sebagai berikut: | ||||||||
● |
Coordinated advertising and marketing to promote acceptance of the Mastercard cards and services
|
|||||||
● | Establishment of standards and procedures for acceptance and settlement of transaction between members. | |||||||
● | Maintenance of a global communications network to facilitate electronic authorization settlement of transactions, point of sale processing and card holder billing. | |||||||
● | Asssist law enforcement agencies deter and prosecute counterfeiting, fraud and other criminal acts that adversely affect the payment services industry; and | |||||||
● | guarantee settlement inc case of a failure by a member; | |||||||
Bahwa biaya yang Pemohon Banding catat sebesar Rp1.223.373.480,00 merupakan pembayaran kepada Master Card Internasional atas jasa-jasa yang dilakukan (bukan merupakan pembayaran royalti) di mana pengerjaan atas jasa-jasa tersebut tidak dilakukan di Indonesia sehingga berdasarkan P3B tersebut atas pembayaran yang Pemohon Banding lakukan, hak pemajakannya hanya ada di negara Amerika; | ||||||||
b. | Pembayaran Royalti ke Visa sebesar Rp577.628.992,00 | |||||||
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju sebagian dengan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran ke Visa International Service Association (Visa), yaitu sebesar Rp577.628.992,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan perjanjian kerja sama antara Pemohon Banding dengan Visa disebutkan bahwa: "OWNER grants to USER a non-exclusive, non-transferable, royalty-free license to use the marks in connection with the program in the countries listed in schedule A attached hereto. In the event USER desires to use the mark in connection with the program in countries other than those listed on schedule A, such schedule may be amended with OWNER's written consent to include such other countries" Bahwa berdasarkan perjanjian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Visa tidak mengenakan royalti kepada Pemohon Banding; Bahwa tagihan atas jasa dari Visa International dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu: |
||||||||
a. | Transactional Fees | |||||||
Merupakan tagihan atas jasa sebagai berikut:
|
||||||||
● | Authorization | |||||||
● | Clearing and Settlement | |||||||
● | Other Processing Services to facilitate transactlons | |||||||
● | Data Transfer | |||||||
● | Fund Management | |||||||
b. | Member Assessment Fees | |||||||
Merupakan tagihan atas jasa, sebagai berikut:
|
||||||||
● | Coordinated advertising and marketing to promote acceptance of the visa cards and services | |||||||
● | Maintenance of premium programs (e.g emergency card, cash advances, card replacement, etc) for gold and platinum cardholders on behalf of members. | |||||||
● | Establishment of standards and procedures for acceptance and settlement of transaction between members. | |||||||
● | Maintenance of a global communications network to facilitate electronic authorization settlement of transactions, point of sale processing and card holder billing. | |||||||
● | Asssist law enforcement agencies deter and prosecute counterfeiting, fraud and other criminal acts that adversely affect the payment services industry; and | |||||||
● | guarantee settlement inc case of a failure by a member; | |||||||
Bahwa Pasal 8 ayat 1 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Amerika menyebutkan bahwa:
"Business profits of a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax by the other Contracting State unless such resident carries on business in that other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If such resident carries on business as aforesaids, tax may be imposed by that other Contracting State on the business profits of such resident but only on so much of such profits as are attributable to the permanent establishment or are derived from sources within such other Contracting State from sales of goods or merchandise of the same kind as those sold, or from other business transactions of the same kinds as those effected, through the permanent establishment" Bahwa biaya yang Pemohon Banding catat sebesar Rp577.628.992,00 merupakan pembayaran kepada Visa International Service Association atas jasa-jasa yang dilakukan (bukan merupakan pembayaran royalti) di mana pengerjaan atas jasa-jasa tersebut tidak dilakukan di Indonesia, sehingga berdasarkan P3B tersebut atas pembayaran yang Pemohon Banding lakukan, hak pemajakannya hanya ada di negara Amerika;
Bahwa berikut adalah ringkasan permohonan Banding Pemohon Banding atas pembayaran kepada Master dan Visa:
|
||||||||
KESIMPULAN
Bahwa berdasarkan uraian Pemohon Banding di atas, maka Pemohon Banding mohon kepada Majelis untuk mengabulkan surat banding Pemohon Banding sehingga perhitungan pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan permohonan banding Pemohon Banding, sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
|
||||||
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
||||||||
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 43265/PP/M.I/13/2013, tanggal 13 Februari 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan sebagian Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-801/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 7 September 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 00078/204/08/091/10 tanggal 16 September 2010, atas nama: PT. Lippo Bank, Tbk., NPWP: 01.311.742.9-091.000, alamat: Menara Asia, Jl. Boulevard Diponegoro 101, Lippo Karawaci Tangerang 15810, Alamat Korespondensi: Graha Niaga, Jl. Jend Sudirman Kav. 58, Senayan-Jakarta 12190, sehingga perhitungan PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2008 yang masih harus (lebih) dibayar menjadi sebagai berikut:
|
||||||||
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 43265/PP/M.I/13/2013, tanggal 13 Februari 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 06 Maret 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 045/Ska/Dir/V/2013, tanggal 30 Mei 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada tanggal 04 Juni 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 04 Juni 2013;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 13 September 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 29 Oktober 2013;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
|
||||||||
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
||||||||
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut: | ||||||||
A. |
Tentang Formal Pengajuan Memori Peninjauan Kembal
|
|||||||
1. | Bahwa berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ("UU Pengadilan Pajak"), pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung; | |||||||
2. | Bahwa sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 89 ayat (1) UU Pengadilan Pajak dinyatakan sebagai berikut: “Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.”; |
|||||||
3. | Bahwa dengan mengacu pada ketentuan Pasal 77 ayat (3) dan Pasal 89 ayat (1) UU Pengadilan Pajak maka pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali atas Putusan a quo diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali hanya 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Oleh karenanya, pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali ini mohon dapat diterima oleh Mahkamah Agung R.I; | |||||||
4. | Bahwa Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak menyatakan bahwa Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan, antara lain sebagai berikut: "Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku"; |
|||||||
5. | Bahwa Pasal 92 ayat (3) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut: "Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim"; |
|||||||
6. | Bahwa Putusan a quo dikirim oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding pada tanggal 6 Maret 2013. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2013, Pemohon Peninjauan Kembali telah menyatakan mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung R.I. melalui Pengadilan Pajak, dan juga telah membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta selanjutnya pada tanggal yang sama telah pula mengajukan Memori Peninjauan Kembali ini. Dengan demikian, pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali atas Putusan a quo dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata-cara yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang, khususnya Pasal 92 ayat (3) UU Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Permohonan Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung R.I; | |||||||
B. |
Alasan-alasan Hukum Pemohon Peninjauan Kembali Mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa adapun dasar dan alasan-alasan hukum diajukannya Permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali ini adalah bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dan tidak setuju dengan seluruh pertimbangan-pertimbangan hukum dan diktum Putusan dalam perkara a quo sebab:
|
|||||||
1. | Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak memberikan pertimbangan hukum yang memadai terhadap Putusan, di mana Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak teliti dalam memeriksa, membaca, menilai dan mempertimbangkan seluruh fakta-fakta hukum dan bukti-bukti otentik yang diajukan oleh Para Pihak sebelum perkara a quo diputus; | |||||||
2. | Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah lalai dan/atau telah salah dalam memeriksa/menilai fakta-fakta/peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi; | |||||||
3. | Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah lalai dan/atau telah salah dalam menerapkan hukum baik hukum yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan (Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 jo. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000) maupun hukum tentang Pengadilan Pajak (Undang Undang No. 14 Tahun 2002); | |||||||
4. | Putusan a quo tidak sesuai dengan asas hukum dominus litis, di mana hakim seharusnya bersikap adil dan tidak memihak kepada salah satu pihak dan mendasarkan pada kebenaran materiil. Hal ini terbukti dari pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara a quo yang mengabaikan begitu saja fakta hukum dan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 76 jo. Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, seharusnya putusan pengadilan pajak diambil berdasarkan kepada hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan keyakinan, bukan didasarkan kepada kepentingan salah satu pihak, in casu Termohon Peninjauan Kembali; | |||||||
5. | Bahwa oleh karena itu, putusan a quo nyata-nyata telah tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) dan sangat merugikan Pemohon Peninjauan Kembali karena sangat tidak adil, sehingga wajar dan beralasan apabila Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan Memori Peninjauan Kembali ini berdasarkan Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak agar Majelis Hakim Agung Yang Mulia dapat membatalkan Putusan a quo; | |||||||
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan, sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini, bahwa Putusan a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; | ||||||||
C. |
Pokok Sengketa yang Diajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK)
|
|||||||
1. | Bahwa semula pokok sengketa yang diajukan permohonan Banding oleh Pemohon Peninjauan Kembali atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-801/WPJ.19/BD.05/2011 tertanggal 7 September 2011 atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor: 00078/204/08/091/10 tanggal 16 September 2010 untuk Masa Pajak Januari Tahun 2008, adalah mengenai: | |||||||
a. | Koreksi terhadap bunga Obligasi Subordinasi untuk Januari tahun 2008 adalah sebesar Rp11.779.266.583,00; | |||||||
b. |
Koreksi terhadap Master Card dan Visa Card sebesar Rp1.543.496.650,00;
|
|||||||
2. | Bahwa Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo telah memutuskan sebagai berikut: | |||||||
a. | Menerima Permohonan Pemohon Banding (in casu Pemohon Peninjauan Kembali) dan bahwa karena itu, membatalkan koreksi terhadap biaya Master Card dan Visa Card sebesar Rp1.543.496.650,00 | |||||||
b. | Mempertahankan koreksi Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali) atas biaya bunga Obligasi Subordinasi a quo sebesar Rp11.779.266.583,00 dan karenanya menolak permohonan Banding terhadap koreksi a quo; | |||||||
3. | Bahwa sehubungan dengan itu, Pemohon Peninjauan Kembali dapat menerima Putusan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim terhadap koreksi atas biaya Master Card dan Visa Card sebesar Rp1.543.496.650,00 yang membatalkan koreksi Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali). Dengan demikian, karenanya Pemohon Peninjauan Kembali hanya mengajukan permohonan Peninjauan Kembali terhadap pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak terhadap koreksi atas biaya bunga Obligasi Subordinasi sebesar Rp11.779.266.583,00; | |||||||
D. |
Uraian Singkat Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
|
|||||||
1. |
Bahwa Putusan Majelis Pengadilan Pajak tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan pada halaman 28 paragraf 2 s.d. 10 antara lain sebagai berikut:
Halaman 28 paragraf 3:
“bahwa dalam persidangan Pemohon Banding telah menyerahkan dokumen berupa Global Certificate tertanggal 26 November 2006 yang ditandatangani oleh Sdr. Godfried Tampubolon dengan jabatan Direktur PT. Bank Lippo Tbk Indonesia, antara lain dinyatakan bahwa Global Certificate diterbitkan oleh PT. Bank Lippo Tbk Indonesia dalam rangka penerbitan Subordinated Notes due 2016 sebesar USS200,000,000.00 dengan bunga 7.373% yang penyalurannya melalui Cabang PT. Bank Lippo di Cayman Islands”; Halaman 28 paragraf 4:
“bahwa berdasarkan dokumen tersebut Majelis berpendapat, PT.Lippo Bank Cabang Cayman Island hanya bertindak sebagai penyalur obligasi, sedangkan yang bertanggung jawab dan menerbitkan obligasi adalah PT. Bank Lippo Tbk Indonesia dalam hal ini Pemohon Banding.” Halaman 28 paragraf 5:
“bahwa dalam persidangan Pemohon Banding tidak bersedia memberikan daftar pemegang obligasi untuk memastikan apakah penerima bunga obligasi adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Wajib Pajak luar negeri, meskipun Pemohon Banding menyatakan pembayaran dilakukan kepada Wajib pajak Luar negeri”; Halaman 28 paragraf 6:
“bahwa Majelis berpendapat, karena sejak semula penjualan obligasi dilakukan di luar negeri maka pemegang obligasi dan penerima bunganya adalah Wajib pajak Luar Negeri, karena tidak terdapat dokumen/bukti lain yang dapat membuktikan sebaliknya”; Halaman 28 paragraf 7:
“bahwa antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Cayman Islands tidak ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.” Halaman 28 Paragraf 8:
“bahwa karena tidak ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, maka peraturan perpajakan yang berlaku adalah peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang merupakan asal sumber penghasilan.” Halaman 28 paragraf 9:
“bahwa dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku atas pembayaran bunga obligasi tersebut, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000”; Halaman 28 paragraf 10:
“bahwa pembayaran bunga tersebut, berdasarkan Pasal 26 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, merupakan penghasilan yang dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan”; Halaman 28 paragraf 11:
“bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas objek Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp11.779.266.583,00 tetap dipertahankan”; |
|||||||
2. | Bahwa pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis Pengadilan Pajak tersebut di atas tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Majelis telah keliru dalam menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam memeriksa dan memutus perkara ini. Berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis yang secara khusus tersebut pada halaman 28 paragraf 4, 8, 10 dan 11 tersebut di atas, dengan ini Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan keberatan-keberatannya; | |||||||
E. | Alasan-alasan Hukum Permohonan Peninjauan Kembali Terhadap Pertimbangan Hukum dan Putusan Majelis Hakim Atas Koreksi Bunga Obligasi Subordinasi Sebesar Rp11.779.266.583,00 | |||||||
|
||||||||
1. | Bahwa jika diperhatikan pertimbangan hukum Putusan a quo pada halaman 28 paragraf 3 s.d. 10 yang telah mempertahankan koreksi Termohon Peninjauan Kembali terhadap bunga obligasi subordinasi sebesar Rp11.779.266.583,00 yang berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) adalah tidak sesuai dan sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; | |||||||
2. | Bahwa Putusan a quo tidak sesuai dan sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam membuat pertimbangan hukum untuk menghasilkan suatu putusan, tidak didasarkan kepada ketentuan hukum objektif yang diperolehnya dari pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada maupun dari praktik pelaksanaan pemungutan pajak yang baik serta kebiasaan-kebiasaan usaha yang lazim yang hidup dalam pergaulan masyarakat; | |||||||
3. | Bahwa dengan kata lain, Putusan a quo sama sekali tidak mencerminkan pada suatu putusan yang objektif, yang mendasarkan pertimbangan hukumnya pada landasan hukum, melainkan hanya didasarkan kepada kepentingan sepihak, in casu Termohon Peninjauan Kembali. Padahal, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU Pengadilan Pajak, dalam Konsideran pada bahagian Menimbang huruf e maupun di dalam Penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa dasar dibentuknya Pengadilan Pajak adalah bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak; | |||||||
4. | Bahwa sehubungan dengan itu menurut Pemohon Peninjauan Kembali, Majelis Hakim telah mengabaikan atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan Pasal 76 UU Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut: “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”; Bahwa dari penjelasan Pasal 76 a quo diketahui bahwa Hakim Pengadilan Pajak harus menegakkan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan; |
|||||||
5. | Bahwa menurut Pasal 69 Undang-Undang Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Hal ini dimaksudkan agar Hakim dapat menemukan kebenaran Materiil dimaksud pada Pasal 76 a quo; | |||||||
6. | Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak mengatur sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim. |
|||||||
7. |
”Bahwa berdasarkan Pasal 76 jo Pasal 69 jo. Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, Majelis Hakim seharusnya benar-benar dapat menentukan fakta hukum yang tepat, menguji dan menilai fakta hukum yang dimaksud berdasarkan alat-alat bukti yang disampaikan Pemohon Banding (in casu Pemohon Peninjauan Kembali) maupun Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali) dan menentukan/menerapkan peraturan perundang-undangan yang akan dipakai sebagai dasar hukum secara benar yang kemudian dituangkan dalam alasan/pertimbangan hukumnya sehingga memenuhi prinsip Motiverings Plicht dalam penyusunan Putusan hakim sebagaimana juga yang diamanatkan dalam Pasal 84 ayat (1) huruf f, g dan h UU Pengadilan Pajak yang selengkapnya mengatur sebagai berikut:
Pasal 84 UU Pengadilan Pajak:
|
|||||||
“(1) | Putusan Pengadilan Pajak harus memuat: | |||||||
a. |
Kepala putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
|
|||||||
b. | Nama, tempat tinggal atau tempat kediaman dan/atau identitas lainnya dari pemohon Banding atau penggugat. | |||||||
c. | Nama,jabatan dan alamat terbanding atau tergugat. | |||||||
d. | Hari,tanggal diterimanya Banding atau Gugatan. | |||||||
e. | Ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan surat uraian Banding atau surat Tanggapan, atau surat bantahan yang jelas. | |||||||
f. | Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa. | |||||||
g. | Pokok sengketa. | |||||||
h. | Alasan hukum yang menjadi dasar putusan. | |||||||
i. | Amar putusan tentang sengketa dan | |||||||
j. | hari, tanggal putusan nama Hakim yang memutus, nama Panitera dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. | |||||||
(2) | Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.” | |||||||
8. |
Bahwa Majelis Hakim ternyata telah gagal menerapkan atau melaksanakan prinsip-prinsip penting sebagaimana diamanatkan dalam pasal-pasal yang Pemohon Peninjauan Kembali ungkapkan tersebut di atas, mengingat:
|
|||||||
8.1. | Majelis Hakim tidak memberi pendapat/pertimbangan hukum mengenai kedudukan hukum PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island dilihat dari peraturan Perundang-Undangan Perpajakan di Indonesia; | |||||||
8.2. | Bahwa Majelis Hakim mengabaikan begitu saja fakta hukum tentang adanya PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island yang berdiri secara sah atas izin Bank Indonesia dan merupakan Bank Operasional di Negara Cayman Island dan menerbitkan obligasi serta menjual obligasi di Negara Cayman Island; | |||||||
8.3. | Bahwa Majelis Hakim tanpa melakukan pengujian yang memadai begitu saja berkesimpulan sebagaimana diungkapkan dalam pertimbangan hukumnya bahwa PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island hanyalah penyalur obligasi, dan karenanya semua tanggung jawab ada pada PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia, sehingga, oleh karena para pembeli obligasi dan penerima bunga obligasi yang dibayarkan PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island berada juga di luar negeri maka terhadap pembayaran bunga obligasi yang dilakukan juga di luar negeri (Cayman Island) harus dipotong PPh Pasal 26 UU Pajak Penghasilan; | |||||||
8.4. | Bahwa Majelis Hakim telah mengabaikan bukti-bukti yang sah yang diajukan oleh Pemohon Banding (in casu Pemohon Peninjauan Kembali) karena tidak ada pendapat Majelis Hakim terhadap bukti-bukti a quo yang berupa: | |||||||
a. | Surat Bank Indonesia No. 8/792/DPIP/Prz; | |||||||
b. | Certificate of Registration No.MC-176082 tanggal 20 Oktober 2006; | |||||||
c. | License No. 100142 tanggal 31 Oktober 2006; | |||||||
d. | dan sebagainya; | |||||||
8.5. | Bahwa Majelis Hakim juga mengabaikan karena tidak menguji fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan yaitu bahwa: | |||||||
a. | Yang menerbitkan obligasi adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island; | |||||||
b. | Yang menjamin obligasi adalah PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia. | |||||||
c. | Yang menjual obligasi di Cayman Island adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island; | |||||||
d. | Yang membuat perjanjian penjualan obligasi dan yang bertanggung jawab secara perdata terhadap perjanjian a quo adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island menurut hukum di Negara Cayman Island; | |||||||
e. | Yang membagikan/membayarkan bunga obligasi kepada para pembeli obligasi adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island; | |||||||
f. | Negara Cayman Island adalah negara berdaulat tempat terjadinya perjanjian penjualan obligasi yang mempunyai aturan-aturan hukum sendiri yang harus dipatuhi oleh PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island sebagai Wajib Pajak di Negara Caymand Island; | |||||||
g. | Bahwa PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island merupakan badan usaha sendiri yang didirikan pada tanggal 29 September 2006 melalui Surat Bank Indonesia Nomor: 8/792/DPIP/Prz dan disetujui oleh pihak Cayman Island melalui Certificate of Registration Nomor: MC-176082 tanggal 20 Oktober 2006 dan License Nomor: 100142 tanggal 31 Oktober 2006 yang dikeluarkan oleh pihak Otoritas Keuangan di negara tempat PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island berdomisili; | |||||||
8.6. | Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat berkeberatan atas pendapat pertimbangan hukum Majelis Hakim yang menyatakan bahwa karena tidak ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Cayman Island dengan Pemerintah Republik Indonesia maka peraturan perpajakan yang berlaku atas pembayaran bunga obligasi a quo adalah peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang merupakan negara sumber penghasilan, mengingat hal-hal berikut ini: | |||||||
a. | Pembayaran bunga obligasi a quo dilakukan di Cayman Island sebagai negara berdaulat yang mempunyai sistem hukum sendiri termasuk Hukum Pajaknya. Hukum Pajak di Indonesia yurisdiksi berlakunya hanya terbatas dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia dan karena itu tidak berlaku di Cayman Island; | |||||||
b. | Bahwa oleh karena itu, perbuatan hukum yang dilakukan PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) dari PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia yang telah menerbitkan obligasi dan pembayaran biaya bunga obligasi kepada pihak asing (luar negeri) di Caymand Island, berdasarkan azas lex loci contractus yang diakui secara internasional adalah merupakan perbuatan hukum dan menjadi tanggung jawab PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) yang sesuai dengan yurisdiksinya maka harus tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku di Cayman Island, termasuk mengenai ketentuan perpajakannya, di mana di Cayman Island tidak ada kewajiban untuk membayar pajak (tax heaven country); | |||||||
c. | Tidak adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) tidak berarti bahwa Indonesia berwenang memajaki transaksi yang dalam hal ini tidak terjadi di Indonesia; Bahwa nampaknya Majelis Hakim dalam hal ini benar-benar telah melakukan judicial error karena: | |||||||
c.1. | Majelis Hakim tidak menunjukkan pasal dalam Undang-Undang Perpajakan di Indonesia yang menjadi dasar pendapatnya sebagaimana tersebut pada halaman 28 Paragraf 8 Putusan a quo; | |||||||
c.2. |
Pemohon Peninjauan Kembali patut menduga bahwa Majelis Hakim sangat mungkin terpengaruh pada konsep “Penghasilan“ yang diterapkan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri (seperti PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia, yang melakukan usaha di luar negeri) yang menganut konsep “Worldwide Income” sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan yang berbunyi sebagai berikut:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia….dan seterusnya”;
|
|||||||
c.3. |
Apabila dilihat dari aturan Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan a quo, pendapat Majelis Hakim sungguh menyimpang karena sangat jelas yang dipajaki adalah “Penghasilan”, yaitu penghasilan/laba setelah dipajaki di negara yang bersangkutan. Itu juga terbukti dari adanya ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UU Pajak Penghasilan yang berbunyi sebagai berikut:
“Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri boleh dikreditkan terhadap Pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama”;
|
|||||||
c.4. | Tidak ada satu ketentuan atau satu pasal pun dalam UU Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa Indonesia berwenang memajaki transaksi dagang atau transaksi keperdataan yang terjadi di luar negeri antara para subyek hukum yang kesemuanya berada di luar negeri, yaitu pembayaran bunga dari PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island sebagai Wajib Pajak di Cayman Island dengan lawan transaksi yang juga di luar Negara Indonesia; | |||||||
d. | Bahwa Majelis juga telah nyata-nyata melakukan judicial error karena menganggap yang melakukan pembayaran bunga obligasi a quo adalah PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia yang bertanggung jawab atas obligasi a quo dan karena penerima penghasilan berupa bunga a quo adalah Wajib Pajak Luar Negeri, maka atas pembayaran bunga a quo harus dipotong PPh Pasal 26UU Pajak Penghasilan di Indonesia; Pemohon Peninjauan Kembali sangat berkeberatan atas pertimbangan hukum yang sangat melenceng/salah tersebut, mengingat hal-hal berikut ini: |
|||||||
d.1. | Fakta hukum jelas bahwa yang membayarkan bunga adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island dan pembayaran dilakukan di Cayman Island; | |||||||
d.2. | Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan bahwa dalam pengenaan pajak, Indonesia mengenal Subyek Pajak yang berupa Bentuk Badan Usaha Tetap (BUT) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1.a) jo. Pasal 5 UU Pajak Penghasilan yang kutipannya berbunyi sebagai berikut: | |||||||
- | Pasal 2 ayat (1.a): “Bentuk Usaha Tetap merupakan subyek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subyek pajak badan”; |
|||||||
- | Pasal 5: | |||||||
“(1) | Yang menjadi Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah: | |||||||
a. | Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasi; | |||||||
b. | Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; | |||||||
c. | Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud ”; | |||||||
d.3. |
Bentuk Usaha Tetap dengan demikian diakui sebagai Wajib Pajak di Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia, antara lain memotong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26, sebagaimana yang terkutip sebagai berikut:
Pasal 23:
|
|||||||
“(1) | Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan | |||||||
a. | sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: | |||||||
1. | dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g | |||||||
2. | bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f | |||||||
3. | royalty, dan | |||||||
4. | hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e.” | |||||||
Pasal 26: | ||||||||
“(1) | Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah subyek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia di potong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: | |||||||
a. | dividen | |||||||
b. | bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. | |||||||
c. | royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta. | |||||||
d. | imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan | |||||||
e. | hadiah dan penghargaan | |||||||
f. | pensiun dan pembayaran berkala lainnya | |||||||
g. | premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan/atau | |||||||
h. | keuntungan karena pembebasan utang.” | |||||||
d.4. |
Apabila Majelis Hakim menerapkan azas objektif/fairness dalam pemeriksaan persidangan dan juga apabila menerapkan prinsip retroaktif pasif, maka Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia seperti PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia yang mempunyai usaha di luar negeri melalui PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island seharusnya juga diakui sebagai Bentuk Usaha Tetap dari PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sendiri di negara Cayman Island yang tidak bisa dan tidak mungkin begitu saja diintervensi oleh peraturan perpajakan di Indonesia;
|
|||||||
d.5. | Pasal 26 UU Pajak Penghasilan dapat dipahami dengan jelas bahwa untuk menerapkannya harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: | |||||||
● | Pembayar Objek PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Dalam Negeri, penyelenggaran kegiatan di Indonesia, Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, Perwakilan Perusahaan Luar Negeri di Indonesia; | |||||||
● | Objek PPh Pasal 26 adalah Bunga, Dividen, Royalty…,dst. | |||||||
● | Penerima hasil adalah Wajib Pajak Luar Negeri; | |||||||
d.6. |
Dengan demikian, pendapat Majelis Hakim yang membenarkan koreksi Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali) untuk menggunakan Pasal 26 UU Pajak Penghasilan dalam kasus a quo maka hal itu jelas tidak benar, karena tidak memenuhi unsur-unsur pasal a quo, yaitu pembayar bunga obligasi tidak di Indonesia dan pembayaran bunga obligasi juga dilakukan di luar Indonesia (Cayman Island) serta penerima bunga juga tidak berada di Indonesia;
|
|||||||
d.7. |
Majelis Hakim lupa sehingga tidak mempertimbangkan bahwa PPh adalah Pajak Subyektif, yang tidak dapat melimpahkan beban pajak dan tanggung jawabnya kepada pihak lain. Dalam kasus a quo, penerima hasil berada di luar negeri, dan menurut pendapat Pemohon Peninjauan Kembali atas pembayaran bunga tersebut tidak dapat dipotong PPh-nya di Indonesia. Dengan hanya melihat pada objek pajaknya, yaitu bunga obligasi a quo maka langsung saja dikenakan PPh Pasal 26, sulit menghindarkan kesan bahwa Majelis Hakim nampak seperti menerapkan sistem pengenaan Pajak Objektif (seperti halnya PPN) karena pajak yang seharusnya jadi beban si penerima bunga di Cayman Island namun ternyata harus ditanggung oleh Pemohon Peninjauan Kembali. Sungguh pertimbangan hukum yang tidak adil;
Bahwa yang lebih ironisnya lagi, judex factie dalam perkara a quo tidak hanya sekadar menjadikan Pajak Subjektif menjadi Pajak Objektif, melainkan telah pula menjadikan PT. Lippo Bank, Tbk. (in casu Pemohon Peninjauan Kembali) seolah-olah sebagai pihak yang bertindak langsung melakukan pembayaran bunga obligasi di Cayman Island. Padahal, penerbitan obligasi dan pembayar biaya bunga obligasi kepada Wajib Pajak di Cayman Island adalah PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island yang merupakan badan usaha sendiri yang
memiliki kedudukan hukum tetap di Cayman Island berupa Bentuk Usaha Tetap (BUT); |
|||||||
d.8. | Pembukaan usaha di Cayman Island adalah dilakukan dengan pertimbangan bisnis yang sah-sah saja dan tidak dilarang oleh hukum Indonesia, meskipun Cayman Island adalah tergolong Tax Heaven Country yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak dengan tarif rendah. Hukum Pajak tidak boleh mengintervensi atau mendistorsi bisnis/ekonomi tetapi justru sebaliknya harus mendorong bisnis mengingat yang dikenakan pajak adalah hasil usahanya. Tindakan Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali) yang dibenarkan Majelis Hakim untuk mengenakan pajak pembayaran bunga a quo sungguh merugikan Pemohon Peninjauan Kembali karena pajak PPh Pasal 26 a quo telah mendistorsi usaha Pemohon Peninjauan Kembali; | |||||||
d.9. | Tindakan Termohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo apabila dilihat dari sudut Hukum Tata Usaha Negara yang merupakan lex generalis dari Hukum Pajak adalah tergolong pada tindakan yang tidak sesuai dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik karena Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali) sebagai unsur pemerintahan yang seharusnya menaati hukum malah justru melanggarnya. Tindakan Pejabat Tata Usaha Negara a quo dapat digolongkan sebagai tindakan yang sewenang-wenang; | |||||||
d.10. | Munculnya data pembayaran bunga a quo dalam pembukuan/laporan keuangan Pemohon Peninjauan Kembali karena PT. Lippo Bank, Tbk. cabang Cayman Island adalah cabang perusahaannya (Bentuk Usaha Tetapnya) sehingga apa yang dilakukannya tercatat atau muncul dalam Neraca Kantor Pusat (dalam hal ini PT. Lippo Bank, Tbk. di Indonesia) dalam bentuk Combined Audit Report. Hal demikian sudah sewajarnya dan sesuai dengan kelaziman pembukuan yang baik dan tidak berarti secara otomatis ditafsirkan harus terutang atau dikenakan pajak di Indonesia, seperti yang telah dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali; | |||||||
9. |
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan hukum serta bukti-bukti yang telah Pemohon Peninjauan Kembali kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Putusan Majelis Hakim sepanjang mengenai pokok sengketa yang dimohonkan Peninjauan Kembali adalah suatu putusan yang didasarkan pada penerapan hukum yang keliru dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) yang merugikan Pemohon Peninjauan Kembali;
|
|||||||
10. | Bahwa dari uraian hukum tersebut di atas, jelas terbukti Putusan a quo telah dibuat (dihasilkan) dengan dasar pertimbangan yang sewenang-wenang, yaitu tidak menggunakan ketentuan hukum objektif yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila Pemohon Peninjauan Kembali memohon kepada Majelis Hakim Agung Yang Mulia, yang memeriksa dan mengadili perkara Peninjauan Kembali a quo, kiranya berkenan untuk membatalkan Putusan a quo; | |||||||
11. |
Bahwa apabila Majelis Hakim Agung Yang Mulia mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali ini maka perhitungan PPh Pasal 26 terutang Masa Januari 2008 adalah sebagai berikut:
|
|||||||
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam perkara a quo sepanjang mengenai pokok sengketa yang dimohonkan Peninjauan Kembali yaitu mengenai koreksi/pengenaan PPh Pasal 26 atas bunga obligasi subordinasi sebesar Rp 11.779.266.583,00 jelas telah memberikan pertimbangan hukum yang keliru dan secara nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yang mengakibatkan putusan yang diberikan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; | ||||||||
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
||||||||
|
||||||||
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohoanan Pemohon peninjauan Kembali dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-801/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 07 September 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 26 Masa Pajak September 2010 Nomor 00078/204/08/091/10 tanggal 16 September 2010 atas nama Pemohon banding, NPWP : 01.311.742.9-091.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp3.498.679.085,00 secara nyata-nyata terdapat kekeliruan dalam penerapan hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan:
Bahwa alasan-alasan tentang koreksi yang dilakukan oleh Terbanding (Sekarang Termohon Peninjauan Kembali) yaitu atas objek PPh Pasal 26 atas Bunga Obligasi Subordinasi Masa Pajak September 2010 sebesar Rp11.779.266.583,00 yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) dapat dibenarkan karena dalil-dalil yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali dalam: huruf E butir-butir Nomor Urut 3, 7, 8, dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum majelis Pengadilan Pajak, karena koreksi Terbanding atas perkara a quo tidak memperhatikan yurisdiksi pemungutan pajak dan juga tidak terikat terikat dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara-negara treaty partner yang terkait, dengan demikian transaksi pembayaran bunga obligasi subordinasi yang dilakukan cabang Cayman Island kepada Wajib Pajaknya merupakan kompetensi absolut dari Pemerintahan Cayman Island untuk memungutnya, oleh karenanya koreksi Terbanding (Sekarang Termohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perpajakan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk. (ex. PT. LIPPO BANK, Tbk.) dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 43265/PP/M.I/13/2013 tanggal 13 Februari 2013, serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali, maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;
|
||||||||
|
MENGADILI
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk. (Ex. PT. LIPPO BANK, Tbk.) tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor 43265/PP/M.I/13/2013 tanggal 13 Februari 2013;
MENGADILI KEMBALI
Mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali seluruhnya;
Membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-801/WPJ.19/BD. 05/2011 tanggal 7 September 2011 dan Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari 2008 Nomor 00078/204/08/091/10 tanggal 16 September 2010 atas nama Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali;
Menghitung kembali PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari 2008 Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 26 Mei 2014, oleh Dr. H. Imam Soebcehi, S.H.,M.H., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H.,M.S. dan H. Yulius, S.H.,M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Kusman,S.IP.,S.H.,M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis:
Ttd.
Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H.,M.S. Ttd. H. Yulius, S.H.,M.H.
|
Ketua Majelis,
Ttd. Dr. H. Imam Soebcehi, S.H.,M.H.
|
|
|
|
Panitera Pengganti:
Ttd.
Kusman,S.IP.,S.H.,M.Hum.
|
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum