Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1116/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
|
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
|
||||||
1.
|
CATUR RINI WIDOSARI, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
|||||
2.
|
BUDI CHRISTIADI, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
|||||
3.
|
HERU MARHANTO UTOMO, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
|||||
4.
|
SARY LAVININGRUM, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1931/PJ./2013 tanggal 2 September 2013;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
MELAWAN |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
CV TUNAS HARAPAN, tempat kedudukan di Glodok Baru Lantai 2 Blok C-352, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, Alamat lain di Jalan Danau Sunter Utara, Sunter Permai Blok D-9, Jakarta Utara;
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
||||||
RINGKASAN POSITA BANDING |
||||||
A.
|
Pemenuhan Ketentuan Formal;
|
|||||
|
1.
|
Persyaratan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002;
|
||||
|
|
Bahwa Surat Banding diajukan terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-087/WPJ.05/BD.06/2008 yang diterbitkan tanggal 21 Februari 2008, sehingga masih dalam jangka waktu 3 bulan;
|
||||
|
2.
|
Persyaratan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 pembayaran sebesar 50% dari pajak terutang:
Bahwa Pajak Penghasilan terutang menurut Surat Terbanding tersebut sebesar Rp 85.212.500,00 sehingga 50% = Rp42.606.250,00
|
||||
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa Pemohon telah melakukan pembayaran sebesar Rp37 000.000,00 dengan SSP tanggal 5 Mei 2008;
Bahwa dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002;
|
||||
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
B.
|
Material Banding;
|
|||||
|
Bahwa Pemohon tidak dapat menyetujui koreksi Pemeriksa atas peredaran usaha sebesar Rp252.808.125,00 karena jumlah koreksi tersebut bukan merupakan hasil penjualan tetapi merupakan penggantian uang sewa gudang dari PT Vico Indonesia sebesar Rp184.800,000,00 dan dari PT Matra Unikatama sebesar Rp68.008.125,00;
Bahwa atas penggantian uang sewa gudang dari PT Vico sebesar Rp184.800.000,00 tersebut telah dibayar Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (2) sebesar 6% = Rp11.088.000,00 (ada bukti potongan dan Surat Setoran Pajak atas pembayaran tersebut);
Bahwa sedangkan atas penggantian uang alat dari PT Matra Unikatama sebesar Rp68.008.125,00 telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp4.080.488,00;
Bahwa oleh karena penggantian uang sewa gudang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dan bersifat final maka kami tidak masukkan lagi sebagai peredaran usaha dalam SPT;
Bahwa sedangkan atas penghasilan sewa alat sebesar Rp68 008.125,00 yang tidak bersifat final Pemohon Banding keliru belum memasukkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak , demikian juga mengenai biaya sewa atas alat tersebut sebesar Rp47.725.000,00 belum diperhitungkan sebagai biaya;
Kredit Pajak;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi kredit pajak sebesar Rp2.372.920,00 karena Pemohon ada bukti pembayaran sejumlah Rp7.984.460,00;
Bahwa setelah diteliti kembali maka Pajak Penghasilan terutang menurut perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa untuk melengkapi permohonan banding ini, bersama ini Pemohon Banding lampirkan copy Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-087/WPJ.05/BD.06/2008 tanggal 21 Februari 2008 dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2002 Nomor 00103/206/02/037/07 tanggal 8 Januari 2007 beserta bukti pembayaran pajak berupa copy Surat Setoran Pajak sebesar Rp37.000.000,00 yang disetor tanggal 5 Mei 2008;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-087/WPJ.05/BD.06/2008 tanggal 21 Februari 2008 mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor 00103/206/02/037/07, tanggal 8 Januari 2007, atas nama: CV Tunas Harapan, NPWP 01.317.447.9.037-000, alamat: Glodok Baru Lantai 2 Blok C-352, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, alamat lain di Jalan Danau Sunter Utara, Sunter Permai Blok D-9, Jakarta Utara sehingga jumlah pajak dihitung menjadi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
||||||
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 26 Juni 2013 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1931/PJ./2013 tanggal 2 September 2013 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 September 2013 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.2232/PAN/2013 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 31 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan jawaban sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
|
||||||
I.
|
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
|
|||||
|
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal dan/atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan fakta yang terungkap dalam persidangan, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), yaitu:
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
|
e.
|
Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
|
||||
II.
|
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
|
|||||
|
1.
|
Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013, atas nama: CV Tunas Harapan (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 24 Juni 2013 dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 01 Juli 2013 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 201307010004;
|
||||
|
2.
|
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
III.
|
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
|
|||||
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
|
||||||
|
A.
|
Tentang Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp184.800.000,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
||||
|
B.
|
Tentang Koreksi Kredit Pajak sebesar Rp2.372.920,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
IV.
|
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
|
|||||
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
|
|||||
|
A.
|
Tentang Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp184.800.000,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
||||
|
|
1.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 22 Alinea ke-8 dan ke-9:
Bahwa Majelis berpendapat tidak terdapat alasan yang meyakinkan Majelis untuk mempertahankan koreksi sebesar Rp184.800.000,00;
Bahwa Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding dan koreksi sebesar Rp184.800.000,00 harus dibatalkan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
2.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh), menyatakan:
Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf i:
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
c.
|
Laba usaha;
|
||
|
|
|
i.
|
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 ayat (2):
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
Pasal 23 ayat (1) huruf c:
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
a.
|
sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
|
||
|
|
|
|
1)
|
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
|
|
|
|
|
|
2)
|
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 ayat (2):
Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:
Pasal 1 angka 26:
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir;
Pasal 28 ayat (3):
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
Pasal 28 ayat (7):
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (selanjutnya disebut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996), menyatakan:
Pasal 1:
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan;
Pasal 2:
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang atau dipotong oleh penyewa yang bertindak sebagai Pemotong Pajak;
Pasal 3 ayat (1):
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final;
Pasal 5:
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (selanjutnya disebut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996), menyatakan:
Pasal 2 ayat (2):
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Bahwa Pasal 69 ayat (1), Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
Penjelasan Pasal 76:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Penjelasan Pasal 78:
“Keyakinan Hakim harus didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, dapat diketahui sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
7.1.
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp184.800.000,00 yang berasal dari hasil ekualisasi antara Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 dengan Surat Pemberitahuan Pajak Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2002 dimana diketahui terdapat adanya invoice penjualan yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan Badan yaitu invoice nomor VICO/016/V/02 tanggal 10 Mei 2002 dengan nilai Rp184.800.000,00 kepada Vico Indonesia atas jasa warehouse/gudang di Sunter terhitung 12 April 2002;
|
||
|
|
|
7.2.
|
Bahwa pada proses keberatan, berdasarkan penelitian atas bukti-bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diketahui beberapa hal sebagai berikut:
|
||
|
|
|
|
-
|
Koreksi peredaran usaha kepada Vico Indonesia sebesar Rp184.800.000,00 merupakan jasa warehouse/gudang di Sunter terhitung tanggal 12 April 2002 berdasarkan keterangan/konfirmasi dari VICO Indonesia:
|
|
|
|
|
|
-
|
Dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagai jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan kecuali konsultan konstruksi sebesar Rp184.800.000,00 dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp11.088.000,00 dan disetorkan dengan Surat Setoran Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 ke Bank Mandiri pada tanggal 20 Maret 2003 (bukan 2002);
|
|
|
|
|
7.3.
|
Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas dan berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996, dapat disampaikan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
|
-
|
Bahwa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final dikenakan atas semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa sepanjang jumlah yang dibayarkan atau terutang tersebut berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.03/1996;
|
|
|
|
|
|
-
|
Bahwa dalam hal tidak terdapat perjanjian/kontrak sewa tanah dan/atau bangunan, maka tidak terdapat pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final;
|
|
|
|
|
|
-
|
Bahwa mengingat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki aktiva tetap tanah dan/atau bangunan pada SPT Pajak Penghasilan Badan, maka kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan surat Nomor S-194/WPJ.05/BD.0601/2008 telah diminta bukti/keterangan atas kepemilikan/pemilik aktiva tetap tanah dan/atau bangunan terkait dengan koreksi peredaran usaha, namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan bukti/keterangan dimaksud;
|
|
|
|
|
|
-
|
Bahwa kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan VICO Indonesia dengan surat Nomor S-192/WPJ.05/BD.0601/2008 telah diminta bukti perjanjian/kontrak sewa tanah dan/atau bangunan warehouse/gudang di Sunter tahun 2002 antara VICO Indonesia dan pemilik tanah dan atau bangunan warehouse/gudang di Sunter, namun sampai dengan proses keberatan selesai, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan bukti perjanjian/kontrak sewa tersebut, sehingga atas jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh VICO Indonesia tidak dapat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final;
|
|
|
|
|
7.4.
|
Bahwa mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidak dapat diyakini dan tidak dapat dibuktikan alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa koreksi peredaran usaha kepada VICO Indonesia merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sehingga tidak dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai peredaran usaha pada Surat Pemberitahuan Pajak, Pajak Penghasilan Badan;
|
||
|
|
|
7.5.
|
Bahwa sebaliknya, pada proses keberatan, telah terbukti bahwa atas jasa warehouse/gudang di Sunter merupakan imbalan sehubungan dengan jasa lain yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh VICO Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang PPh, yang juga merupakan objek pajak penghasilan yang wajib dilaporkan di dalam peredaran usaha untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak pada SPT PPh Badan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c dan i;
|
||
|
|
|
7.6.
|
Bahwa mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidak terdapat alasan untuk menerima keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sehingga koreksi peredaran usaha berupa penghasilan dari sewa sebesar Rp184.000.000,00 tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang PPh;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Bahwa dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan:
Halaman 22 Alinea ke-6 dan 7:
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa Warehouse Services Contract No. 08630 antara Virginia Indonesia Co.,LLC dengan Pemohon Banding;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding juga menyampaikan Bukti Pemotongan PPh Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final) Nomor 00020/PPH04/IV/2002 tanggal 30 April 2002 atas nama Pemohon Banding yang diterbitkan oleh Vico Indonesia;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut karena amar pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
a.
|
Bahwa sengketa atas koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp184.800.000,00 ini merupakan sengketa pembuktian, yang dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus membuktikan bahwa koreksi tersebut adalah merupakan Objek Pajak PPh Final sebagaimana menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga dalam laporan laba rugi yang merupakan dasar untuk penghitungan PPh Badan, peredaran usaha tersebut tidak lagi diperhitungkan sebagai omzet Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
|
||
|
|
|
b.
|
Pada saat pemeriksaan, bahwa pada Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir, diketahui bahwa nyata-nyata berdasarkan Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun 2001/2002, tidak terdapat aktiva berupa bangunan yang disewakan dan tidak terdapat biaya penyusutan bangunan dalam Laporan Laba Ruginya serta Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat (2) tidak ada;
|
||
|
|
|
c.
|
Bahwa proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)tidak dapat memberikan perjanjian/kontrak sewa tanah dan/atau bangunan;
|
||
|
|
|
d.
|
Bahwa pada proses keberatan, berdasarkan bukti-bukti dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri bahwa peredaran usaha kepada Vico Indonesia sebesar Rp184.800.000,00 merupakan jasa warehouse/gudang di Sunter terhitung 12 April 2002 yang berdasarkan keterangan/konfirmasi dari Vico Indonesia diketahui telah dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagai jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan kecuali konsultan konstruksi sebesar Rp184.800.000,00 dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp11.088.000,00 dan disetorkan dengan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 23 ke Bank Mandiri pada tanggal 20 Maret 2003;
|
||
|
|
|
e.
|
Namun pada saat persidangan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan bukti antara lain:
|
||
|
|
|
|
-
|
Warehouse Services Contract No. 08630 antara Virginia Indonesia Co.,LLC dengan Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
-
|
Bukti Pemotongan PPh Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final) Nomor 00020/PPH04/IV/2002 tanggal 30 April 2002 atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang diterbitkan oleh Vico Indonesia;
|
|
|
|
|
f.
|
Bahwa terkait dengan bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat keberatan (huruf d) dan pada saat persidangan (huruf e) tersebut di atas, maka nyata-nyata terdapat perbedaan antara bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di keberatan, dengan bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di persidangan;
|
||
|
|
|
g.
|
Namun demikian, tidak ada satupun amar pertimbangan Majelis Hakim yang membahas dan melakukan pengujian lebih lanjut terkait adanya bukti yang berbeda antara bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di keberatan, dengan bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di persidangan;
|
||
|
|
|
h.
|
Bahwa Majelis Hakim tidak memerintahkan para pihak yang bersengketa untuk melakukan uji bukti atas bukti yang diserahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat persidangan, untuk membandingkan apakah bukti yang diberikan sama dengan yang diberikan pada saat keberatan dan untuk menguji apakah bukti yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat persidangan adalah bukti yang valid dan memadai mengingat diketahui bukti yang diberikan berbeda jenis pajaknya, yaitu:
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 Nomor 000200/PPH23/V/2007 tanggal 31 Mei 2007 dengan objek PPh Pasal 23 sebesar Rp184.800.000,00 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp11.088.000 (pada proses keberatan) dan Bukti Pemotongan PPh Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final) Nomor 00020/PPH04/IV/2002 tanggal 30 April 2002 dengan Objek PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp184.800.000,00 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp11.088.000 (pada saat persidangan);
|
||
|
|
|
|
|||
|
|
|
i.
|
Bahwa Majelis Hakim dalam meneliti dokumen yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menguji keabsahan dokumen tersebut sampai ke dokumen sumber yang valid;
|
||
|
|
|
j.
|
Dengan demikian bukti berupa Warehouse Services Contract No. 08630 antara Virginia Indonesia Co.,LLC dengan Pemohon Banding dan Bukti Pemotongan PPh Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final) Nomor 00020/PPH04/IV/2002 tanggal 30 April 2002 atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang diterbitkan oleh Vico Indonesia merupakan bukti baru yang ada pada saat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengajukan Banding, sehingga tidak dapat diyakini keabsahan dan kevalidannya, dan juga mencerminkan bahwa nyata-nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)tidak memperhatikan itikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang KUP yaitu : Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
|
||
|
|
|
k.
|
Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan, namun Majelis Hakim telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena mengambil keputusan berdasarkan bukti yang baru disampaikan oleh Pemohon Banding pada saat persidangan tanpa mempertimbangkan fakta kronologis pada saat pemeriksaan dan keberatan;
|
||
|
|
|
l.
|
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka nyata-nyata pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak berdasar sama sekali dan tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan hal tersebut maka koreksi peredaran usaha berupa penghasilan dari sewa sebesar Rp184.000.000,00 tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang PPh;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Putusan Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp184.000.000,00 telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (1) huruf c dan i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 23 ayat (1) huruf c dan ayat (2) Undang-Undang PPh dan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang KUP, sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 tersebut harus dibatalkan;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
B.
|
Tentang Koreksi Kredit Pajak sebesar Rp2.372.920,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
||||
|
|
1.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 25 Alinea ke-9 dan ke-10:
Bahwa Majelis berpendapat tidak terdapat alasan yang meyakinkan Majelis untuk mempertahankan koreksi kredit pajak sebesar Rp2.372.920,00;
Bahwa Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding, dan koreksi kredit pajak sebesar Rp2.372.920,00 harus dibatalkan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:
Pasal 1 angka 13:
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;
Pasal 1 angka 22:
Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh), menyatakan:
Pasal 28A:
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya;
Penjelasan alinea 2 huruf b:
Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Pasal 1865: Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, wajib membuktikan adanya hak itu;
Pasal 1867:
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan;
Pasal 1876:
Barang siapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas;
Pasal 1877:
Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.9/1992 tanggal 1 Agustus 1992 tentang Konfirmasi Setoran Pajak, menyebutkan:
“Seperti diketahui, setoran pajak melalui Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi/Bank Devisa, Kantor Pos dan Giro maupun melalui pemotongan pajak oleh KPKN) selama ini dianggap absah apabila lembar ke-2 SSP (yang telah ditera MCR KPKN) telah ditatausahakan oleh KPP. Apabila dokumen tersebut belum ditatausahakan oleh KPP, maka untuk menguji keabsahan setoran, harus dilakukan konfirmasi ke Kantor Penerima Pembayaran tersebut di atas”;
“Sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Anggaran Nomor S-2884/A/1992 tanggal 30 Mei 1992, ditegaskan bahwa jawaban yang diberikan oleh Kantor Penerima Pembayaran yang menyatakan “benar telah ada setoran pajak”, dianggap sama fungsinya dengan lembar ke-2 SSP yang telah ditera MCR KPKN”;\
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Bahwa Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
Penjelasan Pasal 76:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Penjelasan Pasal 78:
“Keyakinan Hakim harus didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Bahwa dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan: Halaman 25 Alinea ke-5s.d. ke-8:
Bahwa Majelis berpendapat seharusnya Terbanding melakukan penelitian dalam administrasi internal Terbanding tentang telah atau belum terjadinya kecocokan pembayaran a quo, sedang konfirmasi kepada bank persepsi penerima pembayaran dapat dilakukan apabila terbukti belum terdapat alat kontra cek pembayaran yang diterima dari bank persepsi penerima pembayaran dimaksud;
Bahwa dalam persidangan Majelis tidak memperoleh penjelasan ataupun bukti telah dilakukannya penelitian dalam adminsitrasi Terbanding;
Bahwa Majelis berpendapat belum diterimanya jawaban dari atas konfirmasi yang dilakukan yang dilakukan Terbanding belum dapat membuktikan ketidakbenaran setoran yang dilakukan Pemohon Banding;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan bukti SSP lembar ke-1 yang berfungsi sebagai arsip bagi Wajib Pajak (Pemohon Banding);
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut karena amar pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
a.
|
Bahwa sengketa ini adalah koreksi Kredit Pajak Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 sebesar Rp2.373.920,00 karena tidak/belum ada jawaban konfirmasi dari Bank Persepsi yang dimintakan konfirmasi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b.
|
Bahwa suatu keharusan mutlak bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) harus meyakini keabsahan bukti pembayaran pajak yang telah dibayarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28A Undang-Undang PPh beserta Memori Penjelasannya, yang tata caranya telah diatur dalam SE-27/PJ.9/1992 tanggal 1 Agustus 1992 sebagaimana tersebut di atas;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
|
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus dapat membuktikan adanya hak kredit pajak PPh Pasal 25 sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
d.
|
Bahwa terkait dengan pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan dari petugas BCA Sunter Mall dan BCA Tanjung Priok pada SSP PPh Pasal 25 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, nyata-nyata diperoleh fakta sebagai berikut:
|
||
|
|
|
|
-
|
Bahwa Petugas BCA Sunter Mall dan BCA Tanjung Priok wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
|
|
|
|
|
-
|
Bahwa jika Petugas BCA Sunter Mall dan BCA Tanjung Priok memungkiri tulisan atau tanda tangannya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan demikian maka keabsahan Surat Setoran Pajak Pajak Penghasilan Pasal 25 dimaksud belum dapat dibuktikan dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang mengaku mempunyai hak kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 25, belum dapat membuktikan adanya hak itu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
e.
|
Bahwa tahapan-tahapan pembuktian tersebut diatas telah diupayakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan dan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
f.
|
Bahwa dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa Majelis Hakim tidak cermat karena terlalu cepat menyimpulkan bahwa penyetoran yang telah dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ke Bank Persepsi berdasarkan bukti SSP lembar ke-1 telah diterima oleh kas negara;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
g.
|
Bahwa Majelis Hakim telah mengabaikan dan telah tidak mempertimbangkan upaya dan tahapan pembuktian yang telah dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebagaimana tersebut di atas;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
h.
|
Bahwa dengan belum diterimanya jawaban konfirmasi yang dilakukan Terbanding dari Bank Persepsi (BCA Sunter Mall dan BCA Tanjung Priok)menunjukkan ketidakabsahan bukti pembayaran pajak dan menyalahi ketentuan Pasal 1 angka 13 dan angka 22 Undang-Undang KUP dan Pasal 28A Undang-Undang PPh beserta Penjelasannya, sebagaimana ditegaskan kembali dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.9/1992 tanggal 1 Agustus 1992, serta Pasal 1865, 1867, 1876, 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
i.
|
Bahwa berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1). Lebih lanjut dalam penjelasannya ditegaskan, Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
j.
|
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka nyata-nyata pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka Putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Kredit Pajak sebesar Rp2.372.920,00 telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 1 angka 13 dan angka 22 Undang-Undang KUP dan Pasal 28A Undang-Undang PPh beserta Penjelasannya, sebagaimana ditegaskan kembali dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.9/1992 tanggal 1 Agustus 1992,serta Pasal 1865, 1867, 1876, 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 tersebut harus dibatalkan;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
V.
|
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.45431/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 3 Juni 2013 yang menyatakan:
|
|||||
|
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-087/WPJ.05/BD.06/2008 tanggal 21 Februari 2008 mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor 00103/206/02/037/07, tanggal 8 Januari 2007, atas nama CV Tunas Harapan, NPWP 01.317.447.9.037-000, alamat: Glodok Baru Lantai 2 Blok C-352, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, alamat lain di Jalan Danau Sunter Utara, Sunter Permai Blok D-9, Jakarta Utara sehingga jumlah pajak dihitung menjadi sebagaimana perhitungan di atas;
adalah tidak benar serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
|
|||||
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
|
||||||
-
|
Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah: Apakah belum diterimanya jawaban atas konfirmasi yang dilakukan Terbanding dapat dinilai sebagai ketidakbenaran setoran yang dilakukan Pemohon Banding?
|
|||||
-
|
Bahwa Judex Facti sudah benar, karena koreksi kredit pajak sebesar Rp2.372.920,00 tidak didasarkan bukti yang sah dan cukup menurut hukum, melainkan hanya berdasarkan pada asumsi semata. Oleh karena itu, koreksi kredit pajak sebesar Rp2.372.920,00 harus dibatalkan;
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 18 Juli 2017 oleh Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Maftuh Effendi, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis:
ttd. Dr. Yosran, S.H., M.Hum. ttd. Is Sudaryono, S.H., M.H. |
Ketua Majelis,
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
|
|
|
|
Panitera Pengganti,
ttd. Maftuh Effendi, S.H., M.H. |
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum