Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||
|
|
|
||||||
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan;
|
|||||||
b.
|
bahwa cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan bangsa;
|
|||||||
c.
|
bahwa dalam upaya untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan serta menggali potensi penerimaan cukai, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
|
|||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
|
|||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
|
|||||||
|
|
|
||||||
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
||||||||
|
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI.
|
||||||||
|
|
|||||||
Pasal I |
||||||||
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) diubah sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
|||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 1
|
|||||||
|
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
|
1.
|
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
|
||||||
|
2.
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
||||||
|
3.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||||||
|
4.
|
Pengusaha pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.
|
||||||
|
5.
|
Tempat penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
|
||||||
|
6.
|
Pengusaha tempat penyimpanan adalah orang yang mengusahakan tempat penyimpanan.
|
||||||
|
7.
|
Tempat penjualan eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran barang kena cukai kepada konsumen akhir.
|
||||||
|
8.
|
Pengusaha tempat penjualan eceran adalah orang yang mengusahakan tempat penjualan eceran.
|
||||||
|
9.
|
Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.
|
||||||
|
10.
|
Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
|
||||||
|
11.
|
Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
|
12.
|
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
|
||||||
|
13.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||||
|
14.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
|
15.
|
Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan undang-undang ini.
|
||||||
|
16.
|
Tempat penimbunan sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
||||||
|
17.
|
Tempat penimbunan berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
|
||||||
|
18.
|
Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang di bidang kepabeanan.
|
||||||
|
19.
|
Audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||||
|
20
|
Surat tagihan adalah surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||||||
|
|
|||||||
2.
|
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 2
|
|||||||
|
(1)
|
Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik:
|
||||||
|
|
a.
|
konsumsinya perlu dikendalikan;
|
|||||
|
|
b.
|
peredarannya perlu diawasi;
|
|||||
|
|
c.
|
pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
|
|||||
|
|
d.
|
pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan,
|
|||||
dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
|
||||||||
|
(2)
|
Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai barang kena cukai.
|
||||||
|
|
|||||||
3.
|
Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 3A dan Pasal 3B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 3A
|
|||||||
|
(1)
|
Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
|
||||||
|
(2)
|
Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang ini.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 3B
|
|||||||
|
Terhadap barang kena cukai berlaku seluruh ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
|
|||||||
|
|
|||||||
4.
|
Pasal 4 tetap dengan perubahan penjelasan Pasal 4 ayat (2) sehingga penjelasan Pasal 4 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini.
|
|||||||
|
|
|||||||
5.
|
Ketentuan Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 5
|
|||||||
|
(1)
|
Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
|
||||||
|
|
a.
|
untuk yang dibuat di Indonesia:
|
|||||
|
|
|
1.
|
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
|
||||
|
|
b.
|
untuk yang diimpor:
|
|||||
|
|
|
1.
|
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
|
||||
|
(2)
|
Barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
|
||||||
|
|
a.
|
untuk yang dibuat di Indonesia:
|
|||||
|
|
|
1.
|
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
|
||||
|
|
b.
|
untuk yang diimpor:
|
|||||
|
|
|
1.
|
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
|
||||
|
(3)
|
Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya.
|
||||||
|
(4)
|
Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan.
|
||||||
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
6.
|
Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 6
|
|||||||
|
(1)
|
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran.
|
||||||
|
(2)
|
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan harga dasar diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
7.
|
Judul BAB III diubah sehingga BAB III berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
BAB III
PELUNASAN, PENUNDAAN, DAN FASILITAS |
|||||||
|
|
|||||||
8.
|
Ketentuan Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Bagian Pertama
Pelunasan |
|||||||
|
|
|||||||
9.
|
Ketentuan Pasal 7 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (8) diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), serta ayat (6) dan ayat (7) dihapus sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 7
|
|||||||
|
(1)
|
Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan.
|
||||||
|
(2)
|
Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
|
||||||
|
(3)
|
Cara pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan:
|
||||||
|
|
a.
|
pembayaran;
|
|||||
|
|
b.
|
pelekatan pita cukai; atau
|
|||||
|
|
c.
|
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
|
|||||
|
(3a)
|
Pencetakan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan pengadaan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan atau lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
|
||||||
|
(3b)
|
Syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) paling sedikit memenuhi asas keamanan, kontinuitas, efektivitas, efisiensi, dan memberi kesempatan yang sama.
|
||||||
|
(4)
|
Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disediakan oleh Menteri.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang cukai, cukai dianggap tidak dilunasi.
|
||||||
|
(6)
|
Dihapus.
|
||||||
|
(7)
|
Dihapus.
|
||||||
|
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelunasan cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
10.
|
Di antara Bagian Pertama dan Bagian Kedua disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Pertama A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Bagian Pertama A
Penundaan Pasal 7A
|
|||||||
|
(1)
|
Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a pembayarannya dapat diberikan secara berkala kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai tanpa dikenai bunga.
|
||||||
|
(2)
|
Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu:
|
||||||
|
|
a.
|
paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b;
|
|||||
|
|
b.
|
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c.
|
|||||
|
(3)
|
Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada importir barang kena cukai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b.
|
||||||
|
(4)
|
Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengusaha pabrik wajib menyerahkan jaminan.
|
||||||
|
(5)
|
Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai wajib menyerahkan jaminan.
|
||||||
|
(6)
|
Jenis dan besaran jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
(7)
|
Pengusaha pabrik yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak membayar cukai sampai dengan jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang.
|
||||||
|
(8)
|
Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang tidak membayar cukai sampai dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang.
|
||||||
|
(9)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
11.
|
Ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 8
|
|||||||
|
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap:
|
||||||
|
|
a.
|
tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
|
|||||
|
|
b.
|
minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.
|
|||||
|
(2)
|
Cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean;
|
|||||
|
|
b.
|
diekspor;
|
|||||
|
|
c.
|
dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan;
|
|||||
|
|
d.
|
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai;
|
|||||
|
|
e.
|
telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
|
|||||
|
(2a)
|
Perubahan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan tujuan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
|
||||||
|
(3)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
12.
|
Ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 9
|
|||||||
|
(1)
|
Pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
|
||||||
|
|
a.
|
yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;
|
|||||
|
|
b.
|
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|||||
|
|
c.
|
untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
|
|||||
|
|
d.
|
untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
|
|||||
|
|
e.
|
yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
|
|||||
|
|
f.
|
yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
|
|||||
|
|
g.
|
yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat.
|
|||||
|
(1a)
|
Perubahan tujuan barang kena cukai yang diberikan pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
|
||||||
|
(2)
|
Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
|
||||||
|
|
a.
|
etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
|
|||||
|
|
b.
|
minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean.
|
|||||
|
(3)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
13.
|
Ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (2a), ayat (2b), dan ayat (2c) sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 10
|
|||||||
|
(1)
|
Penagihan dilakukan atas:
|
||||||
|
|
a.
|
utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya;
|
|||||
|
|
b.
|
kekurangan cukai; dan/atau
|
|||||
|
|
c.
|
sanksi administrasi berupa denda.
|
|||||
|
(2)
|
Utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima surat tagihan.
|
||||||
|
(2a)
|
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari nilai utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dibayar.
|
||||||
|
(2b)
|
Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik, Direktur Jenderal dapat memberikan kemudahan untuk mengangsur pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.
|
||||||
|
(2c)
|
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan pengangsuran diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
14.
|
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 12
|
|||||||
|
(1)
|
Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal:
|
||||||
|
|
a.
|
terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan;
|
|||||
|
|
b.
|
barang kena cukai diekspor;
|
|||||
|
|
c.
|
barang kena cukai diolah kembali di pabrik atau dimusnahkan;
|
|||||
|
|
d.
|
barang kena cukai mendapat pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
|
|||||
|
|
e.
|
pita cukai dikembalikan karena rusak atau tidak dipakai; atau
|
|||||
|
|
f.
|
terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan Pengadilan Pajak.
|
|||||
|
(2)
|
Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran.
|
||||||
|
(3)
|
Apabila pengembalian cukai dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
15.
|
Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) diubah; di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c); di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a); di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b) sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 14
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai:
|
||||||
|
|
a.
|
pengusaha pabrik;
|
|||||
|
|
b.
|
pengusaha tempat penyimpanan;
|
|||||
|
|
c.
|
importir barang kena cukai;
|
|||||
|
|
d.
|
penyalur; atau
|
|||||
|
|
e.
|
pengusaha tempat penjualan eceran,
|
|||||
|
|
wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dari Menteri.
|
||||||
|
(1a)
|
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau pengusaha tempat penjualan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol.
|
||||||
|
(1b)
|
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran selain etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) ditetapkan dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
(1c)
|
Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat melaksanakan impor barang kena cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
|
||||||
|
|
a.
|
orang yang berkedudukan di Indonesia; atau
|
|||||
|
|
b.
|
orang yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
|
|||||
|
(3)
|
Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui.
|
||||||
|
(3a)
|
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibekukan, dalam hal:
|
||||||
|
|
a.
|
adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai;
|
|||||
|
|
b.
|
adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi; atau
|
|||||
|
|
c.
|
pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya.
|
|||||
|
(4)
|
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal:
|
||||||
|
|
a.
|
atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan;
|
|||||
|
|
b.
|
tidak dilakukan kegiatan selama 1 (satu) tahun;
|
|||||
|
|
c.
|
persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
|
|||||
|
|
d.
|
pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;
|
|||||
|
|
e.
|
pemegang izin dinyatakan pailit;
|
|||||
|
|
f.
|
tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
|
|||||
|
|
g.
|
pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undang-undang ini;
|
|||||
|
|
h.
|
pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30; atau
|
|||||
|
|
i.
|
izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
|
|||||
|
(5)
|
Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
|
||||||
|
(5a)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dimusnahkan.
|
||||||
|
(5b)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
(6)
|
Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku bagi importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran.
|
||||||
|
(7)
|
Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memiliki izin dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
|
||||||
|
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
|
||||||
|
|
|||||||
16.
|
Judul BAB VI diubah sehingga BAB VI berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
BAB VI
PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN |
|||||||
|
|
|||||||
17.
|
Judul Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Bagian Pertama
Pembukuan |
|||||||
|
|
|||||||
18.
|
Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 16
|
|||||||
|
(1)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d wajib menyelenggarakan pembukuan.
|
||||||
|
(2)
|
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin.
|
||||||
|
(3)
|
Pengusaha pabrik wajib memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang barang kena cukai yang selesai dibuat.
|
||||||
|
(4)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
|
||||||
|
(5)
|
Pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin, yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
|
||||||
|
(6)
|
Pengusaha pabrik yang tidak memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan.
|
||||||
|
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberitahuan mengenai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
19.
|
Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 16A dan Pasal 16B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 16A
|
|||||||
|
(1)
|
Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan arus keluar masuknya barang kena cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri.
|
||||||
|
(3)
|
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan pembukuan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 16B
|
|||||||
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
|
|||||||
|
|
|||||||
20.
|
Ketentuan Pasal 17 ayat (2) diubah sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 17
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening barang kena cukai untuk setiap pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan mengenai barang kena cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di pabrik atau tempat penyimpanan.
|
||||||
|
(2)
|
Pejabat bea dan cukai mencatat barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) yang masih terutang cukai ke dalam buku rekening barang kena cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari barang kena cukai yang ada menurut buku rekening barang kena cukai.
|
||||||
|
|
|||||||
|
|
|||||||
21.
|
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 18
|
|||||||
|
(1)
|
Buku rekening barang kena cukai ditutup pada setiap akhir tahun kalender.
|
||||||
|
(2)
|
Buku rekening barang kena cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan tentang buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
22.
|
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 19
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1).
|
||||||
|
(1a)
|
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai mengenai cukai yang mendapatkan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3).
|
||||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai buku rekening kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
23.
|
Pasal 20 tetap dengan perubahan penjelasan Pasal 20 ayat (2) sehingga penjelasan Pasal 20 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini.
|
|||||||
|
|
|||||||
24.
|
Ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan ayat (5) diubah, dan di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 25
|
|||||||
|
(1)
|
Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dengan dokumen cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh pejabat bea dan cukai yang bersangkutan.
|
||||||
|
(4)
|
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang dikeluarkan.
|
||||||
|
(4a)
|
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan, yang memasukkan barang kena cukai ke pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
|
||||||
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|
||||||
25.
|
Ketentuan Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4) diubah sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 26
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam keadaan darurat, barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar pabrik atau tempat penyimpanan tanpa dilindungi dokumen cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilaporkan kepada Kepala Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan.
|
||||||
|
(3)
|
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
26.
|
Ketentuan Pasal 27 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 27
|
|||||||
|
(1)
|
Pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Pengangkutan barang kena cukai tertentu, walaupun sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
||||||
|
(4)
|
Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
|
||||||
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
|
|||||||
27.
|
Ketentuan Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 29
|
|||||||
|
(1)
|
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya boleh ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan.
|
||||||
|
(2)
|
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang berada dalam tempat penjualan eceran atau tempat lain yang kegiatannya adalah untuk menjual dianggap disediakan untuk dijual.
|
||||||
|
(2a)
|
Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang melekatkan pita cukai atau membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai yang tidak sesuai dengan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan, yang menyebabkan kekurangan pembayaran cukai, wajib melunasi cukainya dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari nilai cukai yang seharusnya dilunasi.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
28.
|
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 31
|
|||||||
|
(1)
|
Di dalam tempat penyimpanan dilarang:
|
||||||
|
|
a.
|
menyimpan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai;
|
|||||
|
|
b.
|
menyimpan barang selain barang kena cukai yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
|
|||||
|
(2)
|
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam tempat penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Pengusaha tempat penyimpanan yang melanggar ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
|
||||||
|
|
|||||||
29.
|
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 32
|
|||||||
|
(1)
|
Di dalam pabrik, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilarang:
|
||||||
|
|
a.
|
menyimpan atau menyediakan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dipakai; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
menyimpan atau menyediakan pengemas barang kena cukai yang telah dipakai dengan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang masih utuh.
|
|||||
|
(2)
|
Pengusaha pabrik, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai.
|
||||||
|
|
|||||||
30.
|
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 33
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai berwenang:
|
||||||
|
|
a.
|
mengambil tindakan yang diperlukan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk melaksanakan undang-undang ini;
|
|||||
|
|
b.
|
mengambil tindakan yang diperlukan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya; dan
|
|||||
|
|
c.
|
menegah barang kena cukai, barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, dan/atau sarana pengangkut.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan peraturan pemerintah.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
|
||||||
|
|
|||||||
31.
|
Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 34
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya.
|
||||||
|
(2)
|
Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya wajib untuk memenuhinya.
|
||||||
|
|
|||||||
32.
|
Judul Bagian Kedua pada Bab X diubah sehingga Bagian Kedua pada BAB X berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan |
|||||||
|
|
|||||||
33.
|
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 35
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap:
|
||||||
|
|
a.
|
pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai;
|
|||||
|
|
b.
|
bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a;
|
|||||
|
|
c.
|
tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, yang di dalamnya terdapat barang kena cukai; dan
|
|||||
|
|
d.
|
barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang mengambil contoh barang kena cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pejabat bea dan cukai berwenang meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai, dan/atau dokumen pelengkap cukai, yang wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini.
|
||||||
|
(4)
|
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
|
||||||
|
|
|||||||
34.
|
Ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 36
|
|||||||
|
(1)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini.
|
||||||
|
(1a)
|
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada yang mewakilinya.
|
||||||
|
(2)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, catatan, dan/atau dokumen pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
|
||||||
|
|
|||||||
35.
|
Ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (4) diubah sehingga Pasal 37 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 37
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut.
|
||||||
|
(2)
|
Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut undang-undang ini.
|
||||||
|
(3)
|
Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
(4)
|
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
|
||||||
|
|
|||||||
36.
|
Ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 39
|
|||||||
|
(1)
|
Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
|
||||||
|
(1a)
|
Dalam melaksanakan audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang:
|
||||||
|
|
a.
|
meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai;
|
|||||
|
|
b.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dan/atau pihak lain yang terkait;
|
|||||
|
|
c.
|
memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut ; atau
|
|||||
|
|
d.
|
melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan atau ruangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
|
|||||
|
(1b)
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, wajib memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai.
|
||||||
|
(1c)
|
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) beralih kepada yang mewakilinya.
|
||||||
|
(2)
|
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
37.
|
Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 40
|
|||||||
|
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai guna pengamanan cukai.
|
|||||||
|
|
|||||||
38.
|
Setelah Bagian Ketiga pada BAB X ditambah 1 (satu) bagian, yakni Bagian Keempat yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Bagian Keempat
Kewenangan Khusus Direktur Jenderal Pasal 40A
|
|||||||
|
(1)
|
Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat:
|
||||||
|
|
a.
|
membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang ini; atau
|
|||||
|
|
b.
|
mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.
|
|||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pembetulan, pengurangan, atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri
|
||||||
|
|
|||||||
39.
|
Judul BAB XI diubah sehingga BAB XI berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
BAB XI
KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN |
|||||||
|
|
|||||||
40.
|
Judul Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Bagian Pertama
Keberatan |
|||||||
|
|
|||||||
41.
|
Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dihapus, ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (8) sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 41
|
|||||||
|
(1)
|
Dihapus.
|
||||||
|
(2)
|
Orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai dalam penegakan undang-undang ini, yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
|
||||||
|
(3)
|
Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.
|
||||||
|
(4)
|
Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan.
|
||||||
|
(5)
|
Apabila Direktur Jenderal memutuskan mengabulkan keberatan yang diajukan, jaminan wajib dikembalikan.
|
||||||
|
(6)
|
Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
|
||||||
|
(7)
|
Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan untuk membayar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
|
||||||
|
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai keberatan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
|
|||||||
42.
|
Pasal 42 dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
43.
|
Pasal 43 dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
44.
|
Di antara Bagian Pertama dan Bagian Kedua disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Pertama A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Bagian Pertama A
Banding dan Gugatan Pasal 43A
|
|||||||
|
Orang yang berkeberatan atas keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan.
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 43B
|
|||||||
|
Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dapat mengajukan gugatan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan.
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 43C
|
|||||||
|
Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A atau gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B diajukan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang pengadilan pajak.
|
|||||||
|
|
|||||||
45.
|
Pasal 44 dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
46.
|
Ketentuan Bagian Kedua dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
47.
|
Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 50
|
|||||||
|
Setiap orang yang tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik, tempat penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
48.
|
Pasal 51 dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
49.
|
Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 52
|
|||||||
|
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
50.
|
Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 53
|
|||||||
|
Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan atau menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) atau laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1b) yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
|
|||||||
|
|
|||||||
51.
|
Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga Pasal 54 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 54
|
|||||||
|
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
52.
|
Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga Pasal 55 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 55
|
|||||||
|
Setiap orang yang:
|
|||||||
|
a.
|
membuat secara melawan hukum, meniru, atau memalsukan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya;
|
||||||
|
b.
|
membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang palsu atau dipalsukan; atau
|
||||||
|
c.
|
mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang sudah dipakai,
|
||||||
|
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit 10 (sepuluh) kali nilai cukai dan paling banyak 20 (dua puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
53.
|
Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 56
|
|||||||
|
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
54.
|
Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 57
|
|||||||
|
Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
|
|||||||
|
|
|||||||
55.
|
Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 58
|
|||||||
|
Setiap orang yang menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|||||||
|
|
|||||||
56.
|
Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 58A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 58A
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
|
||||||
|
(2)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
|
||||||
|
|
|||||||
57.
|
Ketentuan Pasal 62 ayat (3) diubah sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 62
|
|||||||
|
(1)
|
Barang kena cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dirampas negara.
|
||||||
|
(2)
|
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
58.
|
Di antara BAB XIII dan BAB XIV disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB XIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
BAB XIII A
PEMBINAAN PEGAWAI Pasal 64A
|
|||||||
|
(1)
|
Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikat pada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
|
||||||
|
(2)
|
Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diselesaikan oleh komisi kode etik.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja komisi kode etik diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
||||||||
|
Pasal 64B
|
|||||||
|
Apabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang ini sehingga menyebabkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 64C
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan.
|
||||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 64D
|
|||||||
|
(1)
|
Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak memperoleh premi.
|
||||||
|
(2)
|
Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang hasil pelanggaran di bidang cukai.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal barang hasil tangkapan merupakan barang yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang sebagai dasar perhitungan premi ditetapkan oleh Menteri.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 64E
|
|||||||
|
(1)
|
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja di bidang cukai.
|
||||||
|
(2)
|
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
59.
|
Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 65
|
|||||||
|
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, bertanggung jawab atas perbuatan orang yang dipekerjakan atau yang ditunjuk sebagai wakil atau sebagai kuasa yang berhubungan dengan pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini.
|
|||||||
|
|
|||||||
60.
|
Ketentuan Pasal 66 ayat (3) diubah sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 66
|
|||||||
|
(1)
|
Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, barang kena cukai dan barang lain tersebut menjadi milik negara.
|
||||||
|
(2)
|
Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, barang kena cukai tersebut menjadi milik negara.
|
||||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
|
|||||||
61.
|
Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 66A, Pasal 66B, Pasal 66C, dan Pasal 66D sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 66A
|
|||||||
|
(1)
|
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
|
||||||
|
(2)
|
Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.
|
||||||
|
(3)
|
Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
|
||||||
|
(4)
|
Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya.
|
||||||
|
||||||||
|
Pasal 66B
|
|||||||
|
Penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan rekening kas umum daerah kabupaten/kota.
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 66C
|
|||||||
|
(1)
|
Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
|
||||||
|
(2)
|
Apabila hasil pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
|
||||||
|
||||||||
|
Pasal 66D
|
|||||||
|
(1)
|
Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
|
||||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
|
||||||
|
||||||||
Pasal II |
||||||||
1.
|
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku.
|
|||||||
|
a.
|
peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang cukai tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini;
|
||||||
|
b.
|
terhadap urusan cukai yang pada saat berlakunya undang-undang ini belum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai yang meringankan setiap orang.
|
||||||
2.
|
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan undang-undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
|
|||||||
3.
|
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||||
|
|
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|||||||
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Agustus 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 105
|
||||||||
|
|
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara sehingga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai perlu diubah sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Pengenaan cukai perlu dipertegas batasannya sehingga dapat memberikan landasan dan kepastian hukum dalam upaya menambah atau memperluas obyek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Untuk dapat mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari sektor cukai, selain upaya penegasan batasan obyek cukai, juga perlu penyempurnaan sistem administrasi pungutan cukai dan peningkatan upaya penegakan hukum (law enforcement) serta penegasan pembinaan pegawai dalam rangka tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, materi perubahan undang-undang ini antara lain juga meliputi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
perluasan cara pelunasan cukai yang lebih akomodatif untuk menyesuaikan dengan praktek bisnis tanpa mengabaikan pengamanan hak-hak negara;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
penyempurnaan sistem penagihan utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan menambah skema pembayaran secara angsuran tanpa mengabaikan pengamanan hak-hak negara;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
menghapus ketentuan yang mengatur lembaga banding untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d.
|
penyelenggaraan pembukuan yang diselaraskan dengan perkembangan zaman dan ketentuan audit cukai;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e.
|
penegasan penggunaan dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai dalam bentuk data elektronik dan sanksi terhadap pelanggaran terhadap pihak yang mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai secara tidak sah;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
f.
|
pengaturan tentang pembinaan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan kode etik dan penyelesaian pelanggarannya (punishment) melalui komisi kode etik serta pemberian insentif kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan kinerja;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
g.
|
pengaturan pemberian penghargaan (reward) bagi yang berjasa; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
h.
|
pengaturan tentang bagi hasil dari cukai hasil tembakau kepada pemerintah daerah.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d.
Yang dimaksud dengan "pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan" adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok, sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah.
Ayat (2)
Cukup jelas. Angka 3
Pasal 3A
Cukup jelas.
Pasal 3B
Pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.
Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.
Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.
Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Ayat (2)
Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai disampaikan oleh pemerintah kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi keuangan untuk mendapatkan persetujuan dan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Angka 5
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Ayat (3)
Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut.
Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan pemungutan atau pengawasan barang kena cukai.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "DPR RI" adalah komisi yang membidangi keuangan.
Yang dimaksud dengan "alternatif kebijakan" adalah kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "harga jual pabrik" adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai.
Yang dimaksud dengan "harga jual eceran" adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "nilai pabean dan bea masuk" adalah nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "diimpor untuk dipakai" adalah dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, dimiliki, atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
Ayat (3)
Pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga barang kena cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai.
Barang kena cukai yang telah selesai dibuat dan digunakan sebelum dikeluarkan dari pabrik dianggap telah dikeluarkan dan harus dilunasi cukainya.
Huruf a
Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan. Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembayaran cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
Huruf b
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Huruf c
Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain: barcode dan hologram.
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "disediakan" adalah disediakan dalam bentuk fisik barang dan/atau spesifikasi desain.
Ayat (5)
Cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain:
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 7A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pengeluaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Huruf a Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pemesanan pita cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada importir barang kena cukai dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Ayat (4)
Jaminan dapat berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (5)
Jaminan dapat berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan tingkat kepatuhan dari pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang tidak pernah melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 8
Ayat (1)
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian.
Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran" adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya.
Ayat (2)
Kewajiban membayar cukai masih melekat pada barang kena cukai yang diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan, dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan barang kena cukai masih tetap berada dalam pengawasan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam pabrik atau tempat penyimpanan dapat ditimbun barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan lain atau dari impor. Pemungutan atau pelunasan cukai atas barang kena cukai dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Huruf d
Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan barang kena cukai, seperti etil alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil tembakau.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai" yaitu apabila barang kena cukai didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya barang kena cukai tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan atau importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.
Huruf a
Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk pemasaran dalam negeri, seperti etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan sebagainya.
Huruf b
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Huruf e
Huruf f
Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain untuk bantuan bencana alam.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "tempat penimbunan berikat" adalah tempat penimbunan berikat sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum" adalah etil alkohol yang dirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus).
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai" adalah menyalahgunakan fasilitas pembebasan cukai. Misalnya, etil alkohol diberikan pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah ditetapkan, ternyata digunakan untuk membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya", antara lain:​​​​​
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekurangan cukai", antara lain:
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggal diterima" adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya. Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk adalah tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
Ayat (2a)
Dalam pengenaan bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1(satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (2b)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah pengusaha pabrik mengalami kesulitan keuangan atau dalam keadaan kahar.
Ayat (2c)
Yang dimaksud dengan "dibulatkan dalam ribuan rupiah" adalah dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi ribuan penuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 14 Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan" adalah kesalahan penghitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang telah dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Huruf b
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum diekspor.
Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya dapat diberikan kepada pengusaha pabrik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai jika belum dilekatkan pada barang kena cukai dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain:
Atas pengembalian pita cukai, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai berhak mendapatkan pengembalian cukai yang telah dibayarkan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh pejabat bea dan cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang bersangkutan.
Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, pejabat bea dan cukai menerbitkan surat ketetapan.
Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi.
Ayat (3)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu dua belas bulan berakhir, harus telah memiliki izin baru.
Ayat (3a)
Yang dimaksud dengan "dibekukan" adalah tidak diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut.
Huruf d
Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang bersifat administratif.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (5a)
Cukup jelas.
Ayat (5b)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah segala perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan barang kena cukai.
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembukuan" adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Ayat (2)
Kewajiban melakukan pencatatan dimaksudkan untuk memberi kemudahan dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini dengan tetap menjamin pengamanan hak-hak negara.
Yang dimaksud dengan "pencatatan" adalah proses pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang:
Yang dimaksud dengan pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "secara berkala" dapat berupa harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan jenis barang kena cukai.
Misalnya:
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 16A
Ayat (1)
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi barang kena cukai, peredaran barang kena cukai, dan/atau nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai termasuk hasil pengolahan data elektronik harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan maksud apabila akan dilakukan audit cukai, masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16B
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 17 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "buku rekening barang kena cukai" adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang kena cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan dari suatu pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 22 Pasal 19
Yang dimaksud dengan "buku rekening kredit" adalah buku yang berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran secara berkala serta penyelesaiannya.
Angka 23
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena cukai.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai, maka undang-undang ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pencacahan terhadap barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, baik yang berada di dalam pabrik maupun tempat penyimpanan. Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati kekurangan atau kelebihan barang kena cukai yang ada berdasarkan buku rekening barang kena cukai sesuai dengan sifat atau karakteristik barang kena cukai tersebut.
Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat tugas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menyediakan tenaga dan peralatan" adalah menyediakan tenaga pekerja dan peralatan yang diperlukan untuk membantu kegiatan pejabat bea dan cukai dalam melakukan pencacahan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 25
Ayat (1)
Barang kena cukai yang ditimbun dalam pabrik atau tempat penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu, terhadap pemasukan barang kena cukai ke tempat tersebut wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai.
Demikian pula pada pengeluaran barang kena cukai dari tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai sebagai alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Ayat (2)
Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh pejabat bea dan cukai. Namun apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol, pejabat bea dan cukai dapat melakukan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 26
Ayat (1)
Pada dasarnya undang-undang ini menetapkan bahwa pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan barang kena cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai yang ditentukan.
Ayat (2)
Atas pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala Kantor yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 27
Ayat (1)
Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan pemakaian barang kena cukai, pengangkutan barang kena cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (2)
Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 29 Ayat (1)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dikemas untuk penjualan eceran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai dalam rangka pengawasan dan pengamanan penerimaan negara.
Yang dimaksud dengan "pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan" adalah pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada kemasan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini, misalnya pengusaha pabrik melekatkan pita cukai hasil tembakau sigaret kretek tangan pada hasil tembakau sigaret kretek mesin, tetapi pita cukai tersebut benar-benar milik atau haknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 32
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.
Huruf b
Tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "menegah barang kena cukai" adalah melakukan tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang kena cukai.
Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut" adalah melakukan tindakan administratif untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.
Ayat (2)
Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi keamanan dan keselamatan orang, maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 32
Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemeriksaan dilakukan mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan kemungkinan barang kena cukai oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "sediaan barang" adalah sediaan barang kena cukai, pita cukai, dan tanda pelunasan cukai lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau bawahan atau pihak lain yang bertanggung jawab oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 37
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang kena cukai hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya barang kena cukai yang belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang disyaratkan berdasarkan undang-undang ini untuk melindungi pengangkutan barang kena cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 39
Ayat (1)
Audit cukai dimaksudkan untuk menilai kepatuhan pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (1a)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait" adalah pihak-pihak yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Misalnya, pembeli, penjual, bank, serta pihak lain yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan dengan transaksi tersebut.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tindakan pengamanan" adalah tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa badan hukum, maka yang dimaksud dengan "tidak berada di tempat atau berhalangan" adalah pimpinan dari badan hukum tersebut tidak berada di tempat atau berhalangan.
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau bawahan yang bertanggung jawab atau pihak lain yang ditunjuk oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 37
Pasal 40
Wewenang pejabat bea dan cukai dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara.
Angka 38
Pasal 40A
Ayat (1)
Huruf a
Pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan menurut ketentuan ini dilaksanakan untuk menjalankan pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya telah terpenuhi.
Huruf b
Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 39
Cukup jelas.
Angka 40
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur.
Jaminan dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian sehingga besarnya jaminan yang dikembalikan sesuai dengan keputusan.
Ayat (6)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 42
Cukup jelas.
Angka 43
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 43A
Cukup jelas.
Pasal 43B
Cukup jelas.
Pasal 43C
Cukup jelas.
Angka 45
Cukup jelas
Angka 46
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 48
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 50
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 52 Pasal 55
Cukup jelas.
Angka 53 Pasal 56
Cukup jelas.
Angka 54 Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 55 Pasal 58
Cukup jelas.
Angka 56 Pasal 58A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mengakses" adalah tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai, seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat barang kena cukai.
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 64A
Cukup jelas.
Pasal 64B
Cukup jelas.
Pasal 64C
Cukup jelas.
Pasal 64D
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berjasa" yaitu berjasa dalam menangani:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64E
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 66
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelanggar yang tidak dikenal" adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana, yang tidak diketahui.
Dalam keadaan demikian, terhadap barang kena cukai dan barang lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 61
Pasal 66A
Ayat (1)
Cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan kepada daerah karena barang kena cukai berupa hasil tembakau memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari cukai.
Pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal yang perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi Umum (DAU) yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan RAPBN.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembagian, pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota penyumbang cukai hasil tembakau dan dihitung berdasarkan kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 66B
Cukup jelas.
Pasal 66C
Cukup jelas.
Pasal 66D
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4755
|