Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
|
|||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan efektivitas penggunaan, pemantauan, dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66D ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dan ketentuan Pasal 11 ayat (24) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 239, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6570);
|
|||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah berdasarkan angka presentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
|
|||
2.
|
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
|
|||
3.
|
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
|
|||
4.
|
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|||
5.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
|
|||
6.
|
Kepala Daerah adalah gubernur bagi provinsi atau bupati bagi kabupaten atau wali kota bagi kota.
|
|||
7.
|
Sisa DBH CHT adalah selisih lebih antara DBH CHT yang telah disalurkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan realisasi penggunaan DBH CHT akibat tidak terserap dan/atau penggunaan DBH CHT yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|||
BAB II
PENGGUNAAN DBH CHT
Bagian Kesatu
Prinsip Penggunaan
Pasal 2 |
||||
DBH CHT digunakan untuk mendanai program:
|
||||
a.
|
peningkatan kualitas bahan baku;
|
|||
b.
|
pembinaan industri;
|
|||
c.
|
pembinaan lingkungan sosial;
|
|||
d.
|
sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau
|
|||
e.
|
pemberantasan barang kena cukai ilegal,
|
|||
dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di Daerah.
|
||||
|
|
|||
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
program peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat;
|
||
|
b.
|
program pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b untuk mendukung bidang penegakan hukum;
|
||
|
c.
|
program pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c untuk mendukung:
|
||
|
|
1.
|
bidang kesehatan; dan
|
|
|
|
2.
|
bidang kesejahteraan masyarakat; dan
|
|
|
d.
|
program sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e untuk mendukung bidang penegakan hukum.
|
||
(2)
|
Pemulihan perekonomian di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diprioritaskan pada bidang kesejahteraan masyarakat.
|
|||
(3)
|
DBH CHT sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggarkan berdasarkan pagu alokasi DBH CHT pada tahun anggaran berjalan ditambah Sisa DBH CHT dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
50% (lima puluh persen) untuk bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c angka 2;
|
||
|
b.
|
25% (dua puluh lima persen) untuk bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d; dan
|
||
|
c.
|
25% (dua puluh lima persen) untuk bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1.
|
||
(4)
|
Persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibulatkan ke satuan persentase terdekat dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
dalam hal angka yang terletak di belakang koma lebih kecil dari 0,5 (nol koma lima), angka tersebut dibulatkan ke bawah; dan
|
||
|
b.
|
dalam hal angka yang terletak di belakang koma lebih besar atau sama dengan 0,5 (nol koma lima), angka tersebut dibulatkan ke atas menjadi 1 satuan.
|
||
|
|
|
||
Pasal 4 |
||||
Dalam pelaksanaan penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Kepala Daerah membentuk sekretariat atau menunjuk koordinator pengelola penggunaan DBH CHT dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan DBH CHT di wilayahnya.
|
||||
|
||||
Bagian Kedua
Kegiatan yang Didanai DBH CHT
Paragraf 1
Bidang Kesejahteraan Masyarakat
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Program peningkatan kualitas bahan baku untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
pelatihan peningkatan kualitas tembakau;
|
||
|
b.
|
penanganan panen dan pasca panen; dan/atau
|
||
|
c.
|
dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.
|
||
(2)
|
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2 meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
pemberian bantuan; dan
|
||
|
b.
|
peningkatan keterampilan kerja.
|
||
(3)
|
Kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
|
|||
|
a.
|
bantuan langsung tunai kepada buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok;
|
||
|
b.
|
bantuan pembayaran iuran jaminan perlindungan produksi tembakau bagi petani tembakau; dan/atau
|
||
|
c.
|
subsidi harga tembakau.
|
||
(4)
|
Kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
|
|||
|
a.
|
pelatihan keterampilan kerja kepada buruh tani dan/atau buruh pabrik rokok;
|
||
|
b.
|
bantuan modal usaha kepada buruh tani dan/atau buruh pabrik rokok yang akan beralih untuk menjalankan usaha; dan/atau
|
||
|
c.
|
bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi kepada petani tembakau dalam rangka diversifikasi tanaman.
|
||
(5)
|
Penganggaran DBH CHT sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
15% (lima belas persen) untuk kegiatan peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
|
||
|
b.
|
35% (tiga puluh lima persen) untuk kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||
(6)
|
Pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
|||
(7)
|
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah serta mempertimbangkan asas keadilan.
|
|||
(8)
|
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai kepada buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria penerima bantuan, besaran bantuan, dan jangka waktu pemberian bantuan.
|
|||
(9)
|
Dalam hal ketersediaan anggaran untuk kegiatan di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melebihi kebutuhan, kelebihan anggaran tersebut dialihkan dengan prioritas untuk kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 1.
|
|||
(10)
|
Kegiatan di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh seluruh Daerah penerima DBH CHT.
|
|||
|
|
|||
Paragraf 2
Bidang Penegakan Hukum
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Program pembinaan industri untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi kegiatan pembentukan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu hasil tembakau.
|
|||
(2)
|
Pelaksanaan kegiatan pembentukan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
|||
|
|
|||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Program sosialisasi ketentuan di bidang cukai untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai kepada masyarakat dan/atau pemangku kepentingan; dan/atau
|
||
|
b.
|
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||
(2)
|
Penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan menggunakan forum tatap muka dan/atau reklame/iklan pada media komunikasi sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
media cetak seperti koran, majalah, brosur, poster, stiker, baliho, dan spanduk;
|
||
|
b.
|
media elektronik seperti radio, televisi, dan videotron; dan/atau
|
||
|
c.
|
media dalam jaringan.
|
||
(3)
|
Penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas, mudah dibaca, dan dominan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Program pemberantasan barang kena cukai ilegal untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal meliputi hasil tembakau:
|
||
|
|
1.
|
dilekati pita cukai palsu;
|
|
|
|
2.
|
tidak dilekati pita cukai;
|
|
|
|
3.
|
dilekati pita cukai yang bukan haknya atau salah personalisasi;
|
|
|
|
4.
|
dilekati pita cukai yang salah peruntukan; dan/atau
|
|
|
|
5.
|
dilekati pita cukai bekas,
|
|
|
|
di peredaran atau tempat penjualan eceran; dan/atau
|
||
|
b.
|
operasi bersama pemberantasan barang kena cukai ilegal dengan Kantor Wilayah Bea Cukai dan/atau Kantor Pelayanan Bea Cukai setempat yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah.
|
||
(2)
|
Pendanaan kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diutamakan untuk mendukung operasional kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan instansi terkait yang mendukung tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|||
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Kegiatan di bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dilaksanakan oleh seluruh Daerah penerima DBH CHT.
|
|||
(2)
|
Pemerintah Daerah membuat rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan di bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat dan/atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
|||
|
|
|||
Paragraf 3
Bidang Kesehatan
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 1 meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif, preventif, maupun kuratif/rehabilitatif dengan prioritas mendukung upaya penurunan angka prevalensi stunting dan upaya penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
|
||
|
b.
|
penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/prasarana fasilitas kesehatan; dan/atau
|
||
|
c.
|
pembayaran iuran Jaminan Kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah termasuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.
|
||
(2)
|
Penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
|
|||
|
a.
|
pengadaan;
|
||
|
b.
|
pembangunan baru;
|
||
|
c.
|
penambahan ruangan;
|
||
|
d.
|
rehabilitasi bangunan;
|
||
|
e.
|
pemeliharaan bangunan/peralatan;
|
||
|
f.
|
kalibrasi/sertifikasi/akreditasi; dan/atau
|
||
|
g.
|
pembelian suku cadang.
|
||
(3)
|
Sarana/prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa alat dan/atau tempat yang digunakan untuk mendukung upaya pelayanan kesehatan, meliputi:
|
|||
|
a.
|
bangunan/gedung/ruang;
|
||
|
b.
|
alat kesehatan;
|
||
|
c.
|
obat-obatan, bahan habis pakai, bahan kimia atau reagen;
|
||
|
d.
|
sarana transportasi rujukan; dan/atau
|
||
|
e.
|
peralatan operasional yang dapat dipindahkan untuk pelayanan kesehatan baik yang promotif, preventif, maupun kuratif/rehabilitatif.
|
||
(4)
|
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
|||
(5)
|
Kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh seluruh Daerah penerima DBH CHT.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Rancangan Program/Kegiatan dan Penganggaran DBH CHT
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Kepala Daerah menyusun rancangan program/kegiatan dan penganggaran DBH CHT sesuai program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
|||
(2)
|
Bupati/wali kota menyampaikan rancangan program/kegiatan dan penganggaran DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur sebelum tahun anggaran dimulai.
|
|||
(3)
|
Gubernur dapat memfasilitasi penyusunan rancangan program/kegiatan dan penganggaran DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh bupati/wali kota.
|
|||
(4)
|
Rancangan program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
|
|||
(5)
|
Rancangan program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(6)
|
Besaran penganggaran DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam APBD.
|
|||
|
|
|||
BAB III
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGGUNAAN DBH CHT
Bagian Kesatu
Pemantauan
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Kepala Daerah menyusun laporan realisasi penggunaan DBH CHT untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
|||
(2)
|
Bupati/wali kota menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
laporan semester pertama paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan; dan
|
||
|
b.
|
laporan semester kedua paling lambat minggu kedua bulan Januari tahun anggaran berikutnya.
|
||
|
|
|
||
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Gubernur menyusun laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT setiap semester.
|
|||
(2)
|
Gubernur menyampaikan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Menteri Pertanian c.q. Direktur Jenderal Perkebunan, Menteri Perindustrian c.q. Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, dan Menteri Kesehatan c.q. Sekretaris Jenderal.
|
|||
(3)
|
Penyampaian laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
laporan semester pertama paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan; dan
|
||
|
b.
|
laporan semester kedua paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun anggaran berikutnya.
|
||
|
|
|
||
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Gubernur melakukan pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan konsolidasi realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
|
|||
(3)
|
Pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertujuan untuk:
|
|||
|
a.
|
memastikan kepatuhan penyampaian laporan;
|
||
|
b.
|
memastikan kesesuaian penganggaran dengan pagu alokasi;
|
||
|
c.
|
memastikan kesesuaian proporsi penggunaan untuk kegiatan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
|
||
|
d.
|
mengukur penyerapan; dan
|
||
|
e.
|
mengukur pencapaian keluaran.
|
||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat tujuan yang tidak tercapai, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT secara langsung ke Daerah penerima DBH CHT.
|
|||
(5)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dalam melaksanakan pemantauan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan/atau instansi/unit terkait.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Gubernur melakukan evaluasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
|
|||
(3)
|
Evaluasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk memastikan:
|
|||
|
a.
|
kesesuaian penggunaan DBH CHT dengan program/kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10;
|
||
|
b.
|
terpenuhinya proporsi penggunaan untuk kegiatan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
|
||
|
c.
|
teralokasikan seluruh Sisa DBH CHT setiap Daerah;
|
||
|
d.
|
pencapaian kinerja penerimaan cukai, pencapaian kinerja produksi tembakau kering, pencapaian kinerja atas prioritas penggunaan DBH CHT, dan ketepatan waktu penyampaian laporan; dan
|
||
|
e.
|
pencapaian keluaran.
|
||
(4)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menghitung alokasi kinerja DBH CHT.
|
|||
(5)
|
Dalam hal sebagian atau seluruh ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
gubernur dapat meminta penjelasan kepada bupati/wali kota; dan
|
||
|
b.
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat meminta penjelasan kepada Kepala Daerah.
|
||
(6)
|
Untuk memastikan keakuratan besaran Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c:
|
|||
|
a.
|
gubernur melakukan rekonsiliasi perhitungan Sisa DBH CHT dengan bupati/wali kota dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi; dan
|
||
|
b.
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menghitung Sisa DBH CHT berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
||
(7)
|
Dalam hal Kepala Daerah belum menyetujui besaran Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, Kepala Daerah dapat mengajukan penyesuaian dengan menunjukkan bukti-bukti realisasi penggunaan DBH CHT tahun anggaran berjalan.
|
|||
(8)
|
Berdasarkan hasil perhitungan Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, Pemerintah Daerah menganggarkan kembali Sisa DBH CHT dalam APBD Perubahan tahun anggaran berjalan dan/atau APBD tahun anggaran berikutnya untuk mendanai program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
|||
(9)
|
Bupati/wali kota menyampaikan surat pernyataan penganggaran kembali besaran Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c kepada gubernur.
|
|||
(10)
|
Gubernur menyampaikan:
|
|||
|
a.
|
surat pernyataan penganggaran kembali besaran Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (9); dan
|
||
|
b.
|
surat pernyataan penganggaran kembali besaran Sisa DBH CHT yang disusun oleh gubernur,
|
||
|
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
|
|||
(11)
|
Surat pernyataan penganggaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 5 Juni tahun anggaran berjalan.
|
|||
(12)
|
Dalam hal tanggal 5 Juni bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) pada hari kerja berikutnya.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Penundaan dan/atau Penghentian Penyaluran DBH CHT
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran DBH CHT sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penyaluran triwulan bersangkutan kepada Daerah provinsi/kabupaten/kota dalam hal:
|
|||
|
a.
|
gubernur tidak menyampaikan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
|
||
|
b.
|
gubernur tidak menyampaikan surat pernyataan penganggaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10); dan/atau
|
||
|
c.
|
belum terpenuhinya persentase penggunaan untuk kegiatan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (2).
|
||
(2)
|
Penyaluran kembali DBH CHT yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah:
|
|||
|
a.
|
gubernur menyampaikan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
|
||
|
b.
|
gubernur menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10); dan/atau
|
||
|
c.
|
telah terpenuhinya persentase penggunaan untuk kegiatan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (2).
|
||
|
|
|
||
Pasal 17 |
||||
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran DBH CHT dalam hal Daerah telah 2 (dua) kali berturut-turut dilakukan penundaan penyaluran DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
|
||||
|
|
|||
Pasal 18 |
||||
Penundaan penyaluran dan penyaluran kembali DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan penghentian penyaluran DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan DBH.
|
||||
|
|
|||
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19 |
||||
Ketentuan mengenai penggunaan DBH CHT dalam Peraturan Menteri ini tetap berlaku, sepanjang penggunaan DBH CHT diamanatkan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang mengenai APBN.
|
||||
|
|
|||
Pasal 20 |
||||
Ketentuan mengenai:
|
||||
a.
|
format laporan pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a;
|
|||
b.
|
format laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
|
|||
c.
|
format laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); dan
|
|||
d.
|
format surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10),
|
|||
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
||||
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Daerah yang telah menetapkan program/kegiatan penggunaan DBH CHT sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, melakukan penyesuaian program/kegiatan penggunaan DBH CHT berdasarkan Peraturan Menteri ini melalui peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD dan/atau dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
||||
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 37), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
||||
Pasal 23 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1558
|