Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
|
||
b.
|
bahwa dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum Pengampunan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle, perlu mengatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle;
|
||
|
|
||
Mengingat |
|||
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899);
|
|||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI HARTA TIDAK LANGSUNG MELALUI SPECIAL PURPOSE VEHICLE.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
|
||
2.
|
Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
|
||
3.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
4.
|
Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
5.
|
Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
|
||
6.
|
Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.
|
||
7.
|
Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan Harta, Utang, nilai Harta Bersih, penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan.
|
||
8.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir adalah:
|
||
|
a.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015; atau
|
|
|
b.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.
|
|
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
|
||
(2)
|
Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
|
||
(3)
|
Termasuk dalam pengertian Harta yang diungkapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
|
||
|
a.
|
Harta yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle;
|
|
|
b.
|
Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle;
|
|
(4)
|
Special purpose vehicle sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perusahaan antara yang:
|
||
|
a.
|
didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/atau pembiayaan investasi; dan
|
|
|
b.
|
tidak melakukan kegiatan usaha aktif.
|
|
|
|||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan yang berisi pengungkapan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) harus mengungkapkan kepemilikan Harta tersebut beserta Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta, yang diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan yang disampaikan.
|
||
(2)
|
Dalam rangka pengungkapan kepemilikan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak yang belum melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang didirikannya pada SPT PPh Terakhir, nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle adalah sebesar nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle tersebut;
|
|
|
b.
|
dalam hal Wajib Pajak telah melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang didirikannya pada SPT PPh Terakhir, nilai Harta tambahan yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle adalah sebesar nilai Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle dikurangi nilai kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang telah dilaporkan pada SPT PPh Terakhir dikalikan dengan proporsi nilai masing-masing Harta tidak langsung melalui SPV.
|
|
(3)
|
Dalam hal Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, besarnya nilai Harta untuk masing-masing Wajib Pajak beserta Utang yang berkaitan langsung dengan Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dimaksud dihitung secara proporsional sesuai porsi kepemilikan pada special purpose vehicle dari masing-masing Wajib Pajak.
|
||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak memberikan pinjaman kepada special purpose vehicle yang didirikannya, Harta yang dicatat Wajib Pajak dan kewajiban yang dicatat special purpose vehicle ditiadakan.
|
||
(5)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak secara langsung atau tidak langsung melalui special purpose vehicle memiliki Harta berupa dana yang ditempatkan pada pihak ketiga; dan
|
|
|
b.
|
pihak ketiga dimaksud memberikan Utang secara langsung atau tidak langsung kepada Wajib Pajak melalui special purpose vehicle,
|
|
|
nilai Utang sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat dikurangkan dari nilai Harta sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk menentukan nilai Harta bersih sebagai dasar penghitungan Uang Tebusan.
|
||
|
|||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Tarif Uang Tebusan atas Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah sebesar tarif sebagaimana dimaksud dalam:
|
||
|
a.
|
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak, untuk:
|
|
|
|
1.
|
Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a; dan/atau
|
|
|
2.
|
Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan; atau
|
|
b.
|
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pengampunan Pajak, untuk Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b yang tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|
(2)
|
Besarnya Uang Tebusan atas Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dihitung dengan mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dasar pengenaan Uang Tebusan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Pengampunan Pajak.
|
||
|
|||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) harus membubarkan atau melepaskan hak kepemilikan atas special purpose vehicle dengan melakukan pengalihan hak atas Harta tersebut:
|
||
|
a.
|
dari semula atas nama special purpose vehicle menjadi atas nama Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan; atau
|
|
|
b.
|
dari semula atas nama special purpose vehicle menjadi atas nama badan hukum di Indonesia melalui proses pengalihan harta menggunakan nilai buku.
|
|
(2)
|
Badan hukum di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Wajib Pajak yang sama dengan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
||
(3)
|
Terhadap pengalihan hak atas Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan dengan memberikan keterangan atau penjelasan terkait proses pengalihan harta dimaksud.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pengalihan hak atas Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berupa:
|
||
|
a.
|
Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan di Indonesia; dan/atau
|
|
|
b.
|
saham,
|
|
|
dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, apabila perjanjian pengalihan hak atas Harta dimaksud ditandatangani dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
|
||
(2)
|
Apabila perjanjian pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani setelah tanggal 31 Desember 2017, atas pengalihan hak dimaksud dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
|
||
|
|||
Pasal 7 |
|||
Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya.
|
|||
|
|||
Pasal 8 |
|||
Tata cara pemberian Pengampunan Pajak, kewajiban investasi atas Harta yang diungkapkan, pelaporan, upaya hukum, serta manajemen data dan informasi, bagi Wajib Pajak yang memiliki Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1238
|