Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||
Menimbang |
|||||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (5), Pasal 5 ayat (4), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu;
|
|||||||
|
|||||||
Mengingat |
|||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 218, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6418);
|
||||||
|
|
||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2019 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU.
|
|||||||
|
|||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
1.
|
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
|
||||||
2.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
|
||||||
3.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi dan daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
|
||||||
4.
|
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
|
||||||
5.
|
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
|
||||||
6.
|
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi/jasa pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diperoleh Wajib Pajak.
|
||||||
7.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
|
||||||
|
|
||||||
BAB II
SUBJEK DAN JENIS FASILITAS
Pasal 2 |
|||||||
Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, di:
|
|||||||
a.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; dan/atau
|
||||||
b.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu,
|
||||||
dan memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 3 |
|||||||
(1)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berupa:
|
||||||
|
a.
|
pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;
|
|||||
|
b.
|
penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
|
|||||
|
|
1.
|
untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud:
|
||||
|
|
|
a)
|
bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;
|
|||
|
|
|
b)
|
bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);
|
|||
|
|
|
c)
|
bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);
|
|||
|
|
|
d)
|
bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen);
|
|||
|
|
|
e)
|
bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen);
|
|||
|
|
|
f)
|
bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).
|
|||
|
|
2.
|
untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
|
||||
|
|
|
a)
|
Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;
|
|||
|
|
|
b)
|
Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);
|
|||
|
|
|
c)
|
Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);
|
|||
|
|
|
d)
|
Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).
|
|||
|
c.
|
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
|
|||||
|
d.
|
kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
|
|
1.
|
tambahan 1 (satu) tahun untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dilakukan Wajib Pajak;
|
||||
|
|
2.
|
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;
|
||||
|
|
3.
|
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan pada bidang energi baru dan terbarukan;
|
||||
|
|
4.
|
tambahan 1 (satu) tahun apabila mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
|
||||
|
|
5.
|
tambahan 1 (satu) tahun apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua);
|
||||
|
|
6.
|
tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun:
|
||||
|
|
|
a)
|
tambahan 1 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau
|
|||
|
|
|
b)
|
tambahan 2 (dua) tahun apabila menambah paling sedikit 600 (enam ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut;
|
|||
|
|
7.
|
tambahan 2 (dua) tahun apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau
|
||||
|
|
8.
|
tambahan 2 (dua) tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan dalam suatu tahun pajak, untuk Penanaman Modal pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.
|
||||
(2)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada aktiva tetap berwujud, dan/atau aktiva tak berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Wajib Pajak dimaksud dapat memperoleh tambahan jangka waktu kompensasi kerugian paling lama untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
|
||||||
|
|
||||||
BAB III
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN NILAI AKTIVA TETAP BERWUJUD
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan atas aktiva tetap berwujud termasuk tanah, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
diperoleh Wajib Pajak dalam keadaan baru, kecuali merupakan relokasi secara keseluruhan sebagai satu paket Penanaman Modal dari negara lain;
|
|||||
|
b.
|
tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal, yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang menjadi dasar pemberian fasilitas Pajak Penghasilan; dan
|
|||||
|
c.
|
dimiliki dan digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama.
|
|||||
(2)
|
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk aktiva tetap berwujud selain tanah, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
aktiva tetap berwujud diperoleh setelah izin usaha diterbitkan oleh lembaga OSS.
|
|||||
|
b.
|
aktiva tetap berwujud diperoleh setelah:
|
|||||
|
|
1.
|
izin prinsip;
|
||||
|
|
2.
|
izin investasi;
|
||||
|
|
3.
|
pendaftaran Penanaman Modal; atau
|
||||
|
|
4.
|
izin usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS atas perubahan izin prinsip, izin investasi, atau pendaftaran Penanaman Modal,
|
||||
|
|
yang diterbitkan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sepanjang cakupan produk Wajib Pajak terdapat dalam Lampiran I atau Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.
|
|||||
(3)
|
Aktiva tetap berwujud yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c juga meliputi aktiva tetap berwujud penunjang utama yang terkait langsung dengan Kegiatan Usaha Utama dimaksud.
|
||||||
(4)
|
Tidak termasuk aktiva yang dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu aktiva tetap berwujud yang diperoleh melalui sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) atau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) sebelum hak opsi atas aktiva tersebut dilakukan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 5 |
|||||||
Nilai aktiva tetap berwujud yang menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||
|
|||||||
BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Penentuan kesesuaian pemenuhan:
|
||||||
|
a.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu sesuai dengan Lampiran I atau Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sesuai dengan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; dan
|
|||||
|
b.
|
kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu,
|
|||||
|
dilakukan melalui sistem OSS.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penanaman Modal Wajib Pajak:
|
||||||
|
a.
|
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa Penanaman Modal memenuhi ketentuan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan; atau
|
|||||
|
b.
|
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penanaman Modal Wajib Pajak tidak memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan.
|
|||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dianggap telah mengajukan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan apabila telah menyampaikan persyaratan kelengkapan berupa:
|
||||||
|
a.
|
salinan digital surat keterangan fiskal para pemegang saham; dan
|
|||||
|
b.
|
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal.
|
|||||
|
secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
(4)
|
Pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||||||
(5)
|
Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
||||||
|
a.
|
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
|
|||||
|
b.
|
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk Penanaman Modal dan/atau perluasan.
|
|||||
(6)
|
Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan fasilitas Pajak Penghasilan diteruskan kepada Menteri Keuangan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 7 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) tidak tersedia, penentuan kesesuaian pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dapat dilakukan secara luring.
|
||||||
(2)
|
Pengajuan permohonan secara luring disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5).
|
||||||
(3)
|
Pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 8 |
|||||||
(1)
|
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan diputuskan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) atau pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
|
||||||
(2)
|
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||||||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) atau pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterima secara lengkap dan benar.
|
||||||
|
|
||||||
BAB V
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Pasal 9 |
|||||||
(1)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat dimanfaatkan sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||||||
(2)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan huruf c dapat dimanfaatkan sejak bulan ditetapkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
||||||
(3)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d:
|
||||||
|
a.
|
angka 1 dan angka 2 mulai berlaku sejak bulan diterbitkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, tahun pajak kedua, dan/atau tahun pajak ketiga sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|||||
|
b.
|
angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8 mulai berlaku sejak ditetapkannya keputusan penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan diberikan atas kerugian sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a berakhir.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 10 |
|||||||
(1)
|
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui pemeriksaan lapangan.
|
||||||
(2)
|
Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak secara daring melalui sistem OSS dengan menyampaikan persyaratan kelengkapan berupa:
|
||||||
|
a.
|
realisasi aktiva tetap beserta gambar tata letak;
|
|||||
|
b.
|
surat keterangan fiskal Wajib Pajak; dan
|
|||||
|
c.
|
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan:
|
|||||
|
|
1)
|
transaksi penjualan hasil produksi ke pasaran pertama kali antara lain berupa faktur pajak atau bukti tagihan; atau
|
||||
|
|
2)
|
pertama kali hasil produksi digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut antara lain berupa laporan pemakaian sendiri.
|
||||
(3)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan melalui sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||||
(4)
|
Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.
|
||||||
(5)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
|
||||||
|
a.
|
penentuan mengenai Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|||||
|
b.
|
pengujian kesesuaian kriteria dan persyaratan. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
c.
|
penghitungan jumlah nilai aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a; dan
|
|||||
|
d.
|
pengujian atas pemenuhan ketentuan mengenai saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).
|
|||||
(6)
|
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta surat rekomendasi dari kementerian/lembaga pembina sektor.
|
||||||
(7)
|
Jumlah nilai aktiva tetap berwujud yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
||||||
(8)
|
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri Keuangan menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan.
|
||||||
(9)
|
Keputusan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||||||
(10)
|
Tata cara pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 11 |
|||||||
(1)
|
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
Kelompok aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1 dan kelompok aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2 dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|||||
|
b.
|
Dasar penyusutan dan amortisasi dipercepat:
|
|||||
|
|
1.
|
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan dan amortisasi garis lurus adalah:
|
||||
|
|
|
a)
|
harga perolehan, untuk aktiva tetap berwujud dan/atau aktiva tak berwujud yang diperoleh setelah keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan; atau
|
|||
|
|
|
b)
|
nilai sisa buku, untuk aktiva tetap berwujud dan/atau aktiva tak berwujud yang diperoleh sebelum keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan.
|
|||
|
|
2.
|
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan dan amortisasi saldo menurun adalah nilai sisa buku aktiva tetap berwujud.
|
||||
|
c.
|
Tarif penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1 dan tarif amortisasi yang dipercepat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2.
|
|||||
|
d.
|
Masa manfaat dipercepat aktiva adalah setengah dari sisa masa manfaat aktiva sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dengan ketentuan bagian bulan dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh.
|
|||||
(2)
|
Penghitungan penyusutan atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi atas aktiva tak berwujud untuk bulan sebelum berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dilakukan sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 12 |
|||||||
(1)
|
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan berakhir pada saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan bidang usaha, klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI), cakupan produk, kriteria, atau persyaratan dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak selain menghasilkan produk yang diberikan fasilitas juga menghasilkan produk yang tidak diberikan fasilitas, besaran dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c adalah sebesar persentase total nilai penjualan produk yang mendapat fasilitas terhadap total nilai penjualan seluruh produk pada tahun pajak sebelum dividen dibagikan.
|
||||||
(3)
|
Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c sebanding dengan persentase nilai buku fiskal aktiva yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan terhadap total nilai buku fiskal aktiva yang diperoleh sebelum perluasan usaha ditambah dengan nilai realisasi aktiva perluasan usaha pada waktu selesainya perluasan usaha.
|
||||||
(4)
|
Penghitungan besaran dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 13 |
|||||||
(1)
|
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 4 berlaku untuk kerugian tahun pajak dicapainya pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
|
|||||
|
b.
|
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 5 dapat dimanfaatkan sepanjang Wajib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen):
|
|||||
|
|
1.
|
paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua) setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
||||
|
|
2.
|
berlaku untuk tahun pajak diajukannya permohonan penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian;
|
||||
|
c.
|
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 6 butir a) berlaku untuk kerugian pada tahun pajak saat Wajib Pajak mencapai tambahan tenaga kerja Indonesia paling sedikit 300 (tiga ratus) orang dan dapat dimanfaatkan dalam hal Wajib Pajak mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut;
|
|||||
|
d.
|
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 6 butir b) berlaku untuk kerugian pada tahun pajak saat Wajib Pajak mencapai tambahan tenaga kerja Indonesia paling sedikit 600 (enam ratus) orang dan dapat dimanfaatkan dalam hal Wajib Pajak mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut;
|
|||||
|
e.
|
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 7 berlaku untuk kerugian tahun pajak saat dicapainya pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah realisasi Penanaman Modal, yang dipenuhi paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan/atau
|
|||||
|
f.
|
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 8 berlaku untuk tahun pajak dilakukannya ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan.
|
|||||
(2)
|
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d dihitung dengan rumus.
|
||||||
(4)
|
Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 14 |
|||||||
(1)
|
Untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7 dan angka 8, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
(2)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian setelah melakukan pemeriksaan lapangan.
|
||||||
(3)
|
Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak saat surat pemberitahuan pemeriksaan pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VI
KEWAJIBAN PELAPORAN
Pasal 15 |
|||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan laporan mengenai hal-hal sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
jumlah realisasi Penanaman Modal; dan
|
|||||
|
b.
|
jumlah realisasi produksi,
|
|||||
|
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar setiap tahun paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan dalam periode:
|
||||||
|
a.
|
sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sampai dengan diterbitkannya keputusan Saat Mulai Berproduksi Komersial untuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
|
|||||
|
b.
|
sejak diterbitkannya keputusan Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan berakhirnya masa manfaat aktiva secara fiskal untuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VII
TATA CARA PENGGANTIAN AKTIVA
Pasal 16 |
|||||||
(1)
|
Terhadap aktiva tetap berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva tetap berwujud yang baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
|
||||||
|
a.
|
jangka waktu 6 (enam) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|||||
|
b.
|
masa manfaat aktiva tetap berwujud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1.
|
|||||
(2)
|
Aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2 dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud yang baru, sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal penggantian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||
|
a.
|
terjadi sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial, berlaku ketentuan:
|
|||||
|
|
1.
|
nilai aktiva tetap berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan aktiva tetap berwujud yang baru; dan
|
||||
|
|
2.
|
metode penyusutan yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
||||
|
b.
|
terjadi setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial, berlaku ketentuan:
|
|||||
|
|
1.
|
nilai aktiva tetap berwujud yang menjadi dasar fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a adalah nilai yang lebih rendah antara nilai aktiva tetap berwujud yang diganti dengan aktiva tetap berwujud pengganti;
|
||||
|
|
2.
|
dalam hal nilai aktiva tetap berwujud pengganti:
|
||||
|
|
|
a)
|
lebih rendah dari nilai aktiva tetap berwujud yang diganti, fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat dimanfaatkan sampai berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan nilai aktiva tetap berwujud pengganti; atau
|
|||
|
|
|
b)
|
lebih tinggi dari nilai aktiva tetap berwujud yang diganti, fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat dimanfaatkan sampai berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan nilai aktiva tetap berwujud yang diganti.
|
|||
|
|
3.
|
nilai aktiva tetap berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan aktiva tetap berwujud yang baru;
|
||||
|
|
4.
|
metode penyusutan yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan
|
||||
|
|
5.
|
sebelum Wajib Pajak melakukan penggantian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
||||
(4)
|
Penghitungan terkait penggantian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
(5)
|
Aktiva tetap berwujud pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VIII
PENCABUTAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Pasal 17 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan tetapi tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6 ayat (4), dan/atau Pasal 16 dikenai sanksi administratif berupa:
|
||||||
|
a.
|
pencabutan fasilitas Pajak Penghasilan yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
|
|||||
|
b.
|
dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
(2)
|
Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak tidak dapat lagi, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.
|
||||||
(3)
|
Pencabutan persetujuan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||||
1.
|
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
|
||||||
2.
|
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
|
||||||
3.
|
Terhadap Wajib Pajak dengan izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota yang diterbitkan paling lama setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019, pemberian fasilitas pajak penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 dapat diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:
|
||||||
|
a.
|
izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
b.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu sesuai dengan Lampiran I atau Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sesuai dengan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
c.
|
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
d.
|
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|||||
|
e.
|
diajukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 berlaku tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu berlaku.
|
|||||
4.
|
Terhadap Wajib Pajak dengan izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dapat diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:
|
||||||
|
a.
|
izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
b.
|
Bidang-bidang Usaha Tertentu sesuai dengan Lampiran I atau Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sesuai dengan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
c.
|
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
|||||
|
d.
|
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|||||
|
e.
|
diajukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu berlaku.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 19 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 652), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 20 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||||
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Februari 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Februari 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 114
|