Quick Guide
Hide Quick Guide
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Request Terjemahan

    Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

      Diperbaharui terakhir pada tanggal 25 Oktober 2024  
     

    A.        Dasar Hukum

    (i)
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh);
    (ii)
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP);
    (iii)
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah (PMK 136/2023);
    (iv)
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah (PMK 112/2022);
    (v)
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2018 tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (PMK 215/2018);
    (vi)
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (Enam Belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan (PER 6/2024);
    (vii)
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PER 04/2020); dan
    (viii)
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ/2019 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2018 tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (SE 25/2019).
     
     
     
     
     
     
     

    B.        Definisi dan Tugas

    Berdasarkan Lampiran Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh, Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) merupakan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha. Lebih lanjut, definisi wajib pajak OPPT kembali dijelaskan lebih rinci melalui Pasal 1 ayat 4 PMK 215/2018.
    Berdasarkan PMK 215/2018, OPPT adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal wajib pajak.
    Berdasarkan definisi tersebut maka terdapat point penting untuk mengklasifikasikan OPPT. Pertama, OPPT merupakan wajib pajak orang pribadi. Kedua, OPPT memiliki usaha perdagangan atau jasa yang bukan merupakan pekerja bebas. Ketiga, OPPT memiliki 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal wajib pajak.
     
     
     
     
     
     
     

    C.        Hak Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

    Dalam lingkup perpajakan, wajib pajak OPPT memiliki hak yang dilindungi oleh perundang-undangan perpajakan. Berikut merupakan hak OPPT dalam lingkup pajak:
    (i)
    OPPT memiliki hak untuk mendapatkan informasi perpajakan, pembinaan, dan pengarahan dari otoritas pajak;
    (ii)
    OPPT memiliki hak atas kelebihan pembayaran pajak;
    (iii)
    OPPT dapat untuk melakukan pembetulan jika terjadi kesalahan dalam SPT;
    (iv)
    OPPT memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum dalam pajak, seperti keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali;
    (v)
    OPPT memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi; dan
    (vi)
    OPPT memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan dan/atau pembatalan surat ketetapan pajak.
     
     
     
     
     
     
     

    D.        Kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

    Selain memiliki hak, OPPT memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebagai wajib pajak. Berikut merupakan kewajiban dari wajib pajak OPPT:
    (i)
    OPPT yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau melakukan aktivasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP;
    (ii)
    OPPT wajib mendaftarkan setiap lokasi usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait, tempat kegiatan usahanya dilakukan;
    (iii)
    OPPT wajib mendaftarkan cabang usahanya agar mendapatkan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU);
    (iv)
    OPPT yang memiliki peredaran bruto di atas Rp4,8 miliar, wajib mendaftarkan usahanya sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
    (v)
    OPPT wajib melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan seperti melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan yang diterimanya.
     
     
     
     
     
     
     

    E.        Perlakuan Pajak

    Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, tentu saja OPPT akan mendapatkan penghasilan dari setiap tempat kegiatan usahanya. Jika ditelaah lebih dalam, penghasilan yang diterima oleh OPPT, berasal dari kegiatan usaha perdagangan atau jasa yang dapat dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan.
    Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dalam negeri maupun luar negeri. Penghasilan yang dapat dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan merupakan penghasilan yang digunakan untuk konsumsi dan dapat menambah kekayaan.
    Atas hal tersebut, penghasilan yang diterima oleh OPPT dari setiap tempat kegiatan usahanya dapat dikategorikan sebagai objek penghasilan yang terutang pajak. Sehingga, OPPT memiliki kewajiban untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang.
    Selain itu, apabila OPPT telah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib pajak OPPT memiliki kewajiban melakukan pemungutan PPN. Pemungutan PPN dilakukan terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan wajib pajak OPPT dalam kegiatan usahanya.

    E.1.

    Angsuran PPh Pasal 25

     
    Dalam rangka penyederhanaan pelaksanaan perhitungan dan penyetoran PPh Pasal 25, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kemudahan bagi wajib pajak OPPT dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kemudahan ini berupa skema perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang mudah, dengan mengalikan sejumlah tarif dengan penghasilan bruto.
     
    Berdasarkan Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi OPPT. Tarif yang dikenakan bagi OPPT paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.
     
    Lebih lanjut, dalam PMK 215/2018 disebutkan besar angsuran PPh Pasal 25 bagi OPPT ditetapkan 0,75% dari peredaran bruto. Angsuran tersebut harus dibayarkan dari masing-masing tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal wajib pajak.
     
    Pajak yang terutang merupakan pajak yang bersifat non-final, sehingga OPPT dapat melakukan pengkreditan pada akhir tahun pajak. Untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 atas OPPT, perhitungan angsuran PPh Pasal 25 dapat dihitung dengan rumus berikut:
     
     
    Wajib pajak OPPT wajib melakukan penyetoran angsuran PPh Pasal 25 secara mandiri. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
     
    Selain itu, wajib pajak OPPT harus menghitung kembali pajak terutang atas seluruh penghasilan yang didapatkannya dari kegiatan usaha. Angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor, dapat menjadi kredit dalam menghitung pajak terutang di akhir tahun pajak. Selanjutnya, wajib pajak OPPT wajib melaporkan pajaknya paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.

    E.2.

    Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

     
    OPPT yang telah memiliki peredaran bruto di atas Rp4,8 miliar dalam setahun wajib mendaftarkan usahanya sebagai PKP. Apabila OPPT telah dikukuhkan menjadi PKP, maka PKP tersebut memiliki kewajiban untuk melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan.
     
    Berdasarkan UU HPP, tarif PPN yang berlaku untuk per-April 2022 adalah 11%. Selanjutnya, untuk tahun 2025 tarif PPN yang berlaku adalah 12%.
     
     
     
     
     
     
     

    F.        Ketentuan Khusus

    Dengan diterbitkannya PER 6/2024, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap penggunaan NPWP Cabang. DJP akan memberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) terhadap tempat cabang kegiatan usaha dilakukan terhitung sejak 1 Juli 2024.
    Perlu diketahui bahwa, NITKU merupakan nomor identitas yang diberikan terhadap tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dengan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. NITKU merupakan nomor identitas kegiatan usaha, sehingga NITKU tidak digunakan sebagai nomor yang digunakan untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Kewajiban Perpajakan dilakukan dengan menggunakan NPWP Pusat.
    Hingga saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut terkait NITKU yang berkaitan dengan pembayaran dan pelaporan SPT. Sehingga, selama ketentuan lebih lanjut terkait NITKU belum diterbitkan, maka terkait dengan pembayaran dan pelaporan SPT cabang tetap dilakukan seperti biasa.
                 

    G.        Ilustrasi Kasus

    Kasus 1
    Tuan Rizki merupakan wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha sebagai pedagang pengecer alat-alat dapur. Usaha Tuan Rizki berada di kota Bogor, yang mana tempat usaha dengan tempat tinggal Tuan Rizki memiliki lokasi wilayah KPP yang sama.
    Pada bulan April 2023, omzet yang dihasilkan dari kegiatan usahanya sebesar Rp30.000.000. Tuan Rizki tidak memilih menggunakan PPh Final berdasarkan PP 55/2022. Jelaskan bagaimana kewajiban dan perlakuan perpajakan atas penghasilan tersebut!
    Jawab:
    Tuan Rizki memiliki kewajiban untuk mendaftarkan usahanya ke KPP tempat kegiatan usahanya. Berhubung tempat tinggal dan tempat usahanya memiliki lokasi yang sama, KPP akan menerbitkan NPWP domisili bagi Tuan Rizki.
    Diketahui bahwa Tuan Rizki tidak menggunakan PPh Final berdasarkan PP 55/2022, sehingga setiap bulan Tuan Rizki harus menghitung angsuran PPh Pasal 25 terutang.
    Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan yang dihasilkan dari kegiatan usaha Tuan Rizki sebagai berikut:
    Angsuran PPh Pasal 25
    =
    0,75% x Rp30.000.000
     
    =
    Rp225.000
    Berdasarkan perhitungan di atas, Tuan Rizki harus membayar angsuran PPh Pasal 25 bulan Masa April sebesar Rp225.000. Penyetoran angsuran PPh Pasal 25 tersebut paling lambat disetorkan pada 15 Mei 2023.
    Angsuran PPh Pasal 25 ini bersifat non final, sehingga Tuan Rizki dapat mengkreditkan angsuran PPh Pasal 25 ini pada akhir tahun.
    Kasus II
    Tuan Andri tinggal di wilayah KPP X dan memiliki kegiatan usaha pedagang pengecer di KPP Y. Tuan Andri tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 55/2022.
    Atas kegiatan usaha yang dilakukannya, Tuan Andri mendapatkan omzet sebesar Rp70.000.000. Jelaskan bagaimana kewajiban dan perlakuan perpajakan atas kegiatan usaha Tuan Andri!
    Jawab:
    Tuan Andri wajib mendaftarkan NPWP di KPP X sebagai NPWP domisili dan mendaftarkan NPWP di KPP Y sebagai NPWP cabang.
    Pada KPP X, Tuan Andri tidak memiliki kewajiban membayar PPh Pasal 25, sedangkan pada KPP Y, Tuan Andri wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 yang terutang.
    Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang terutang sebagai berikut:
    Angsuran PPh Pasal 25
    =
    0,75% x Rp70.000.000
     
    =
    Rp525.000
    Berdasarkan perhitungan tersebut, Tuan Andri wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp525.000. Pembayaran angsuran dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak.
    Angsuran PPh Pasal 25 ini dapat dijadikan kredit pajak saat penghitungan Pajak Tuan Andri di akhir tahun. Selanjutnya, pelaporan SPT Tahunan Tuan Andri dilakukan di KPP X.
    Gunakan Akun Perpajakan DDTC
    Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

    Orang Pribadi Pengusaha Tertentu - Panduan Pajak Profesi