Quick Guide
Hide Quick Guide
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium

    Pembayaran Bunga Obligasi kepada Wajib Pajak Dalam Negeri

      Diperbaharui terakhir pada tanggal 04 April 2023  
     

    A.        Dasar Hukum

    Sumber hukum yang mendasari panduan pajak ini adalah sebagai berikut.
    (i)
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh);
    (ii)
    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (PP No. 91/2021);
    (iii)
    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 07/PMK.011/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi (PMK 85/2011 s.t.d.t.d PMK 07/2012); dan
    (iv)
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi (PER-24/PJ/2021).
     
     

    B.        Latar Belakang

    PP No. 91/2021 merupakan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT).
    Ketentuan yang diatur dalam PP No. 91/2021 hanya berlaku bagi WPDN dan BUT.
    PP No. 91/2021 ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menyelaraskan kebijakan penurunan tarif PPh atas penghasilan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri (WPLN), menciptakan kesetaraan beban PPh antara investor obligasi, serta untuk lebih mendorong pengembangan dan pendalaman pasar obligasi.
    Kedua, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang mengatur perlakuan PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima atau diperoleh WPDN dan BUT.
     
     

    C.        Definisi

    Obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan yang diterbitkan oleh pemerintah dan nonpemerintah, termasuk surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah (sukuk).
    Sementara itu, bunga obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga, ujrah/fee, bagi hasil, margin, penghasilan sejenis lainnya, dan/atau diskonto.
     
     

    D.        Perlakuan Pajak

    D.1

    Perlakuan PPh

     
    D.1.1
    Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2)
     
     
    Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan berupa bunga obligasi tetap dikenai PPh yang bersifat final. Pengenannya sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP No. 91/2021.
     
    D.1.2
    Subjek Pajak
     
     
    Subjek pajak yang menerima penghasilan bunga obligasi yang dikenakan PPh yang bersifat final adalah WPDN dan BUT.
     
     
    WPDN tersebut merupakan subjek pajak dalam negeri (SPDN) berdasarkan UU PPh yang terdiri atas:
     
     
    a.
    orang pribadi;
     
     
    b.
    warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak; dan
     
     
    c.
    badan.
     
     
    Termasuk wajib pajak badan adalah reksa dana dan kontrak investasi kolektif.
     
     
    Sementara itu, yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang digunakan oleh subjek pajak luar negeri (SPLN) ntuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
     
    D.1.3
    Pemotong PPh Final Pasal 4 ayat (2)
     
     
    PPh atas bunga obligasi yang bersifat final tersebut dipotong oleh:
     
     
    (i)
    penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi;
     
     
    (ii)
    perusahaan efek, dealer, bank, dana pensiun, atau reksa dana selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi; dan/atau
     
     
    (iii)
    kustodian atau subregistry selaku pihak yang melakukan pencatatan mutasi hak kepemilikan, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi dalam hal transaksi penjualan dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara dan pembeli obligasi bukan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong sebagaimana dimaksud dalam angka (ii).
     
     
    Selain dipotong oleh pihak-pihak tersebut, PPh atas bunga obligasi disetor sendiri oleh penerima penghasilan apabila bunga obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah ditatausahakan melalui Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System.
     
     
    Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dan surat berharga yang dilakukan secara elektronik. Kegiatan penatausahaan surat berharga mencakup kegiatan setelmen, registrasi kepemilikan, dan pembayaran kupon atau pelunasan surat berharga.
     
    D.1.4
    Ketentuan Pengecualian
     
     
    Ketentuan pengenaan PPh yang bersifat final tidak berlaku apabila penerima penghasilan berupa bunga obligasi merupakan:
     
     
    (i)
    wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf ‘h’ UU PPh dan peraturan pelaksanaannya; dan
     
     
    (ii)
    wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
     
     
    Meskipun demikian, penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai dengan UU PPh.
     
    D.1.5
    Penghitungan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
     
     
    Pengenaan PPh yang bersifat final atas bunga obligasi yang diterima atau diperoleh WPDN dihitung dengan cara mengalikan tarif yang berlaku dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Untuk tarif PPh yang bersifat final ditetapkan sebesar 10%. Sementara itu, DPP-nya ditetapkan sebagai berikut:
     
     
    (i)
    bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities), sebesar jumlah bruto sesuai dengan masa kepemilikan obligasi (holding period);
     
     
    (ii)
    diskonto dari obligasi dengan kupon, sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest); dan
     
     
    (iii)
    diskonto dari obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities), sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
     
     
    Dalam kasus terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi dengan kupon, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan DPP atas bunga obligasi berjalan.
     
     
    Penjual obligasi wajib memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan dan tanggal perolehan obligasi yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan bunga dan/atau diskonto yang menjadi dasar pemotongan pajak penghasilan.
     
     
    Apabila obligasi yang dijual tidak dapat ditentukan harga perolehan dan tanggal perolehan yang sebenarnya, harga perolehan dan tanggal perolehan yang wajib diberitahukan oleh penjual obligasi kepada pemotong pajak ditentukan dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode first in first out).
     
     
    Pemberitahuan dilakukan dengan menyerahkan formulir bukti pemotongan PPh final Pasal 4 ayat (2) dari pembelian obligasi tersebut sebelumnya.
     
     
    Selanjutnya, jika penjual obligasi tidak memberitahukan harga perolehan dan tanggal perolehan obligasi, atas penghasilan bunga dan/atau diskonto yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenai PPh yang bersifat final sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK 85/2011 s.t.d.t.d PMK 07/2012 dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga.
     
    D.1.6
    Pembuatan Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
     
     
    Pemotong PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi wajib membuat bukti pemotongan pajak dan menyerahkan bukti pemotongan tersebut kepada wajib pajak yang dipotong. Mulai masa pajak April 2022, bukti pemotongan yang wajib dibuat adalah bukti pemotongan/pemungutan unifikasi sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2021.
     
     
    Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut. Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi berbentuk dokumen elektronik, yang dibuat dan dilaporkan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.
     
    D.1.7
    Penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
     
     
    Pemotong PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi wajib menyetor PPh final yang telah dipotong ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak. Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
     
     
    Penyetoran pajak penghasilan dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP).
     
    D.1.8
    Pelaporan SPT PPh
     
     
    Pemotong PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran PPh final Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak. Apabila batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
     
     
    Berdasarkan PER-27/PJ/2021, mulai masa pajak April 2022, pelaporan PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. Meski demikian, pemotong PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi, sudah dapat melaksanakan pembuatan bukti pemotongan unifikasi dan menyampaikan SPT masa PPh unifikasi sejak Januari 2022.
     
     
    SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa pajak. SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk dokumen elektronik, yang dibuat dan dilaporkan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi.
     
    D.1.9
    Contoh Kasus
     
     
    (i)
    Kasus 1
     
     
     
    Pada tanggal 1 Juli 2021, PT. Sejahtera (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon (interest bearing bond) dengan nilai nominal Rp10.000.000 per lembar. Jangka waktu obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2026). Bunga tetap sebesar 12% per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
     
     
     
    PT MNO (investor, WPDN) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount) dengan harga Rp8.000.000 per lembar.
     
     
     
    Besaran pajak yang harus dibayarkan atas bunga obligasi tersebut pada saat jatuh tempo pada 31 Desember 2021 adalah sebagai berikut:
     
     
     
    a.
    Bunga = (12% x Rp10.000.000 x 6/12) x 10 lembar = Rp6.000.000
     
     
     
    b.
    PPh final Pasal 4 ayat (2) atas bunga obligasi = 10% x Rp6.000.000= Rp600.000
     
     
    (ii)
    Kasus 2
     
     
     
    Pada tanggal 1 Juli 2022, PT AAA (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebagai berikut:
     
     
     
    a.
    nilai nominal Rp12.000.000,00 per lembar
     
     
     
    b.
    jangka waktu obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2027)
     
     
     
    c.
    bunga tetap sebesar 16% per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember
     
     
     
    d.
    penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)
     
     
     
    PT BBB (investor) membeli 10 lembar obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount), yaitu sebesar Rp10.500.000,00 per lembar.
     
     
     
    Pada tanggal 31 Mei 2023, PT BBB menjual seluruh obligasi yang dimilikinya kepada PT CCC dengan harga jual Rp10.666.667,00 per lembar termasuk bunga berjalan, melalui perantara.
     
     
     
    Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh yang terutang oleh PT BBB pada saat penjualan obligasi tanggal 31 Mei 2023 adalah sebagai berikut:
     
     
     
    a.
    Bunga berjalan = (5/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10 lembar = Rp6.666.670,00
     
     
     
    b.
    Diskonto = [(Rp10.666.667,00 - Rp666.667,001 - Rp10.500.000,00] x 10 lembar = (Rp5.000.000,00) Diskonto negatif/rugi
     
     
     
    Perolehan diskonto negatif atau rugi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. PPh terutang yang bersifat final karena penjualan obligasi, sebagai berikut:
     
     
     
    PPh final Pasal 4 ayat (2) = 10% x (Rp6.666.670,00 - Rp5.000.000,00) = Rp166.667,00
     
     
     
     
     

    E.        Ketentuan Khusus

    Saat ini belum ada ketentuan khusus terkait transaksi bunga obligasi yang diterima WPDN.
    Gunakan Akun Perpajakan DDTC
    Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

    Pembayaran Bunga Obligasi kepada Wajib Pajak Dalam Negeri - Panduan Pajak Transaksi