Quick Guide
Hide Quick Guide
- Jasa Perjalanan untuk Ibadah Keagamaan
- A.Dasar Hukum
- B.Latar Belakang
- C.Definisi
- D.Perlakuan Pajak
- D.1Perlakuan PPN
- E.Ilustrasi Kasus
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Jasa Perjalanan untuk Ibadah Keagamaan
![](https://perpajakan.sgp1.digitaloceanspaces.com/perpajakan/images/PT/20250008140152-1736319712433.webp)
Diperbaharui terakhir pada tanggal 03 Februari 2025
|
A. Dasar Hukum |
||||||||||||
(i)
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
|
|||||||||||
(ii)
|
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; | |||||||||||
(iii) | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai (PMK 11/2025); | |||||||||||
(iv) | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean (PMK 131/2024); | |||||||||||
(v)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (PMK 71/2022); | |||||||||||
(vi) | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK 92/2020); | |||||||||||
(vii) | Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024); dan | |||||||||||
(viii) | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak (PER-11/PJ/2022). | |||||||||||
|
|
|
||||||||||
B. Latar Belakang |
||||||||||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK 71/2022 dijelaskan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu atas penyerahannya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dengan besaran tertentu. Pada dasarnya, terdapat 5 (lima) penyerahan JKP yang dijelaskan pada peraturan tersebut, salah satu penyerahan yang diatur adalah jasa perjalanan ibadah keagamaan.
|
||||||||||||
Jasa Perjalanan Ibadah merupakan jasa non JKP, sehingga tidak dikenakan pajak. Namun apabila jasa perjalanan ibadah tersebut menyediakan perjalanan lain seperti jasa layanan wisata (tur) ke berbagai negara, atau menyelenggarakan perjalanan bukan dalam rangka transit baik tercantum atau tidak tercantum dalam penawaran jasa penyelenggaraan perjalanan maka atas jasa tersebut dikenakan PPN. | ||||||||||||
Adapun tujuan diterbitkannya PMK 71/2022 adalah untuk memberikan kemudahan, kesederhanaan, serta kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan PPN atas penyerahan JKP tertentu. Dengan diterbitkan PMK 71/2022 diharapkan memudahkan PKP dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||||||||||
|
|
|
||||||||||
C. Definisi |
||||||||||||
Jasa Perjalanan Ibadah merupakan jasa yang diberikan atas kegiatan atau rangkaian perjalanan ibadah yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau penyelenggara perjalanan ibadah. Perlu diketahui bahwa terdapat jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan merupakan non-JKP sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 4a ayat (3) huruf f Undang-Undang No 42 Tahun 2009, yaitu jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan. Atas jasa tersebut tidak dikenakan PPN.
|
||||||||||||
Berdasarkan PMK 92/2020, pada dasarnya jasa perjalanan ibadah ini dapat diselenggarakan oleh 2 (dua) pihak yaitu oleh pihak pemerintah dan oleh biro perjalanan wisata. Jasa penyelenggaraan ibadah oleh pihak pemerintah meliputi:
|
||||||||||||
i. | jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler; dan | |||||||||||
ii. | jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umroh, | |||||||||||
ke Kota Makkah dan Kota Madinah. | ||||||||||||
Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata, meliputi:
|
||||||||||||
i. | jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan/atau Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umroh ke Kota Makkah dan Kota Madinah; | |||||||||||
ii. | jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai kepada peserta perjalanan yang beragama Kristen; | |||||||||||
iii. | jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Vatikan dan/atau Kota Lourdes kepada peserta perjalanan yang beragama Katolik; | |||||||||||
iv. | jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana kepada peserta perjalanan yang beragama Hindu; | |||||||||||
v. | jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya dan/atau Kota Bangkok kepada peserta perjalanan yang beragama Buddha; dan | |||||||||||
vi. | jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu kepada peserta perjalanan yang beragama Khonghucu. | |||||||||||
|
|
|||||||||||
D. Perlakuan Pajak |
||||||||||||
D.1 |
Perlakuan PPN |
|||||||||||
|
D.1.1
|
Objek PPN | ||||||||||
|
|
Jasa Perjalanan Ibadah termasuk ke dalam jasa non-JKP, artinya atas jasa tersebut tidak dikenakan pajak. Namun, apabila penyelenggara ibadah keagamaan tersebut menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain, maka jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain tersebut menjadi JKP sehingga dikenakan PPN. Termasuk menyelenggarakan perjalanan bukan dalam rangka transit baik tercantum atau tidak tercantum dalam penawaran jasa penyelenggaraan perjalanan maka atas jasa tersebut dikenakan PPN. | ||||||||||
|
D.1.2
|
Penyedia PPN
|
||||||||||
|
|
Penyedia Jasa Perjalanan Ibadah yang sudah dikukuhkan menjadi PKP dan melakukan perjalanan ibadah sekaligus menyediakan jasa perjalanan lain dalam Perjalanan Ibadah, wajib memungut PPN atas perjalanan lain dalam Perjalanan Ibadah tersebut. PPN dipungut dengan menggunakan besaran tertentu, sehingga tarif yang digunakan untuk menghitung PPN terutang atas perjalanan lain dalam Perjalanan Ibadah berbeda dengan perhitungan JKP pada umumnya. | ||||||||||
D.1.3
|
Ketentuan Pengecualian
|
|||||||||||
Untuk memungut PPN atas jasa perjalanan lain dalam perjalanan ibadah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
|
||||||||||||
|
|
i. | Apabila penyelenggara perjalanan ibadah dilakukan oleh orang pribadi atau badan maka harus dikukuhkan sebagai PKP terlebih dahulu; | |||||||||
|
|
ii. | Pemungutan pajak hanya dilakukan atas penyerahan lain selain Perjalanan Ibadah; | |||||||||
|
|
iii. | Perlu diperhatikan pada tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan tersebut, jika pada tagihan dirinci antara perjalanan keagamaan dan perjalanan lainnya maka bisa menggunakan tarif 1,2% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Jika pada tagihan tidak dirinci, maka harus menggunakan tarif 0,6% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih; | |||||||||
|
|
iv. | Pajak Masukan atas transaksi ini tidak dapat dikreditkan; dan | |||||||||
|
|
v. | Faktur pajak menggunakan kode 05. | |||||||||
|
D.1.4
|
Penghitungan PPN
|
||||||||||
|
|
Untuk menghitung pajak terutang atas penyerahan jasa perjalanan ke tempat lain dalam Perjalanan Ibadah, maka kita perlu memperhatikan terlebih dahulu tagihan dalam paket perjalanan tersebut. Tagihan yang dikenakan pajak adalah tagihan perjalanan lain di luar perjalanan ibadah. Jika pada tagihan dirinci antara perjalanan keagamaan dan perjalanan lainnya, maka perhitungan PPN dilakukan dengan mengalikan tagihan perjalanan lain selain ibadah dengan tarif PPN besaran tertentu. Besaran tertentu tersebut merupakan hasil kali dari 10% dikalikan dengan 11/12 dari tarif PPN sebesar 12%. Sehingga PPN terutang atas transaksi tersebut adalah:
|
||||||||||
PPN Terutang = 10% x 11/12 x 12% x harga Jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain | ||||||||||||
Apabila pada tagihan tidak dirinci, maka perhitungan PPN sebagai berikut:
|
||||||||||||
PPN Terutang = 5% x 11/12 x 12% x harga Jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan | ||||||||||||
|
D.1.5
|
Pembuatan Faktur Pajak | ||||||||||
|
|
Apabila PKP melakukan penyerahan jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah, maka atas penyerahan tersebut tetap dikenakan PPN. PKP harus membuat faktur pajak atas pungutan pajak yang telah dilakukan.
|
||||||||||
Faktur pajak dibuat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada transaksi ini faktur yang dibuat menggunakan kode faktur 05, karena merupakan penyerahan JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. | ||||||||||||
|
D.1.6
|
Pemungutan dan penyetoran
|
||||||||||
PKP yang melakukan pemungutan PPN wajib melakukan penyetoran pajak. Untuk menyetorkan pajak yang telah dipungut bisa dengan menggunakan fasilitas layanan kanal e-billing dan disetorkan melalui bank. Dalam hal ini, penyetoran dan pelaporan dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum surat pemberitahuan (SPT) Masa PPN disampaikan. | ||||||||||||
|
D.1.7
|
Pelaporan SPT PPN
|
||||||||||
|
|
PKP yang telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN ke kas negara, maka tahap selanjutnya adalah kewajiban untuk melakukan pelaporan atas PPN yang telah dipungut dan disetorkan. PPN dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Pelaporan PPN dapat dilakukan melalui kanal Coretax. | ||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||||||
E. Ilustrasi Kasus |
||||||||||||
Kasus 1
|
||||||||||||
Biro perjalanan wisata Al-Hidayah menawarkan paket umrah dan perjalanan ke Turki selama 14 hari dengan harga paket sebesar Rp50.000.000,00. Tidak ada perincian antara tagihan harga paket umrah dan harga tagihan paket perjalanan ke Turki sehingga penghitungan PPN-nya adalah sebagai berikut.
|
||||||||||||
|
||||||||||||
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Biro perjalanan wisata Al-Hidayah tidak melakukan perincian biaya atas perjalanan umrah dan perjalanan ke Turki. Sehingga PPN terutang atas perjalanan ke tempat lain selain tempat ibadah sebesar Rp275.000. | ||||||||||||
Biro perjalanan wisata Al-Hidayah wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang dengan besaran tertentu. Apabila Biro perjalanan wisata Al-Hidayah merinci tagihan antara paket haji dan umrah dan tagihan paket perjalanan ke tempat lain, maka penghitungan PPN hanya dari tagihan paket perjalanan ke tempat lain. | ||||||||||||
Kasus 2 | ||||||||||||
Biro perjalanan wisata As-Syam menawarkan paket umrah dan perjalanan wisata di Mesir. Harga yang diberikan untuk perjalanan tersebut adalah Rp35.000.000 untuk perjalanan umroh dan Rp15.000.000 untuk paket wisata ke Mesir. Paket wisata perjalanan ke Mesir dikenakan PPN atas Jasa Perjalanan Ke Tempat Lain dalam Perjalanan Ibadah. Berikut perhitungan PPN terutang: | ||||||||||||
|
||||||||||||
Berdasarkan ilustrasi tersebut dijelaskan bahwa Biro perjalanan wisata As-Syam melakukan pemisahan atas biaya perjalanan umroh dan perjalanan wisata ke Mesir. Sehingga sudah jelas yang terutang PPN hanya atas jasa perjalanan wisata ke Mesir saja. |
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum